Wednesday 17 April 2013

Rahasia Ubun-ubun dalam Alquran


www.eramuslim.com
Rabu, 09/12/2009 10:12 WIB Cetak |  Kirim |  RSS
Oleh Syaikh Zindani
Gambar otak manusia bagian depan yang disebut Allah dalam Al Qur’an Al Karim dengan kata nashiyah (ubun-ubun).



Al-Qur’an menyifati kata nashiyah dengan kata kadzibah khathi’ah (berdusta lagi durhaka). Allah berfirman, “(Yaitu) ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 16)
Bagaimana mungkin ubun-ubun disebut berdusta sedangkan ia tidak berbicara? Dan bagaimana mungkin ia disebut durhaka sedangkan ia tidak berbuat salah?

Prof. Muhammad Yusuf Sakr memaparkan bahwa tugas bagian otak yang ada di ubun-ubun manusia adalah mengarahkan perilaku seseorang. “Kalau orang mau berbohong, maka keputusan diambil di frontal lobe yang bertepatan dengan dahi dan ubun-ubunnya. Begitu juga, kalau ia mau berbuat salah, maka keputusan juga terjadi di ubun-ubun.”
Kemudian ia memaparkan masalah ini menurut beberapa pakar ahli. Di antaranya adalah Prof. Keith L More yang menegaskan bahwa ubun-ubun merupakan penanggungjawab atas pertimbangan-pertimbangan tertinggi dan pengarah perilaku manusia. Sementara organ tubuh hanyalah prajurit yang melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil di ubun-ubun.
Karena itu, undang-undang di sebagian negara bagian Amerika Serikat menetapkan sanksi gembong penjahat yang merepotkan kepolisian dengan mengangkat bagian depan dari otak (ubun-ubun) karena merupakan pusat kendali dan instruksi, agar penjahat tersebut menjadi seperti anak kecil penurut yang menerima perintah dari siapa saja.
Dengan mempelajari susunan organ bagian atas dahi, maka ditemukan bahwa ia terdiri dari salah satu tulang tengkorak yang disebut frontal bone. Tugas tulang ini adalah melindungi salah satu cuping otak yang disebut frontal lobe. Di dalamnya terdapat sejumlah pusat neorotis yang berbeda dari segi tempat dan fungsinya.
Lapisan depan merupakan bagian terbesar dari frontal lobe, dan tugasnya terkait dengan pembentukan kepribadian individu. Ia dianggap sebagai pusat tertinggi di antara pusat-pusat konsentrasi, berpikir, dan memori. Ia memainkan peran yang terstruktur bagi kedalaman sensasi individu, dan ia memiliki pengaruh dalam menentukan inisiasi dan kognisi.
Lapisan ini berada tepat di belakang dahi. Maksudnya, ia bersembunyi di dalam ubun-ubun. Dengan demikian, lapisan depan itulah yang mengarahkan sebagian tindakan manusia yang menunjukkan kepribadiannya seperti kejujuran dan kebohongan, kebenaran dan kesalahan, dan seterusnya. Bagian inilah yang membedakan di antara sifat-sifat tersebut, dan juga memotivasi seseorang untuk bernisiatif melakukan kebaikan atau kejahatan.
صورة للبروفسور كيث ال مور عالم الأجنة الكندي
Ketika Prof. Keith L Moore melansir penelitian bersama kami seputar mukjizat ilmiah dalam ubun-ubun pada semintar internasional di Kairo, ia tidak hanya berbicara tentang fungsi frontal lobe dalam otak (ubun-ubun) manusia. Bahkan, pembicaraan merembet kepada fungsi ubun-ubun pada otak hewan dengan berbagai jenis. Ia menunjukkan beberapa gambar frontal lobe sejumlah hewan seraya menyatakan, “Penelitian komparatif terhadap anatomi manusia dan hewan menunjukkan kesamaan fungsi ubun-ubun.
Ternyata, ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarauh pada manusia, sekaligus pada hewan yang memiliki otak. Seketika itu, pernyataan Prof. Keith mengingatkan saya tentang firman Allah, “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 56)
Beberapa hadits Nabi SAW yang bericara tentang ubun-ubun, seperti doa Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu…”
Juga seperti doa Nabi SAW, “Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setiap sesuatu yang Engkau pegang ubun-ubunnya…”
Juga seperti sabda Nabi SAW, “Kuda itu diikatkan kebaikan pada ubun-ubunnya hingga hari Kiamat.”
Apabila kita menyandingkan makna nash-nash di atas, maka kita menyimpulkan bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengendali perilaku manusia, dan juga perilaku hewan.
Makna Bahasa dan Pendapat Para Mufasir:
Allah berfirman,

كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَ بِالنَّاصِيَةِ(15)نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ(16)
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang berdusta lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 15-16)
Kata nasfa’ berarti memegang dan menarik. Sebuah pendapat mengatakan bahwa kata ini terambil dari kalimat safa’at asy-syamsu yang berarti matahari mengubah wajahnya menjadi hitam. Sementara kata nashiyah berarti bagian depan kepala atau ubun-ubun.
Mayoritas mufasir menakwili ayat bahwa sifat bohong dan durhaka itu bukan untuk ubun-ubun, melainkan untuk empunya. Sementara ulama selebihnya membiarkannya tanpa takwil, seperti al-Hafizh Ibnu Katsir.
Dari pendapat para mufasir tersebut, jelas bahwa mereka tidak tahu ubun-ubun sebagai pusat pengambilan keputusan untuk berbuat bohong dan durhaka. Hal itu yang mendorong mereka untuk menakwilinya secara jauh dari makna tekstual. Jadi, mereka menakwili shifat dan maushuf (yang disifati) dalam firman Allah, “Ubun-ubun yang dusta lagi durhaka” itu sebagai mudhaf dan mudhaf ilaih. Padahal perbedaan dari segi segi bahasa antara shifat dan maushuf dengan mudhaf dan mudhaf ilaih itu sangat jelas.
Sementara mufasir lain membiarka nash tersebut tanpa memaksakan diri untuk memasuki hal-hal yang belum terjangkau oleh pengetahuan mereka pada waktu itu.
Sisi-Sisi Mukjizat Ilmiah:
Prof. Keith L Moore mengajukan argumen atas mukjizat ilmiah ini dengan mengatakan, “Informasi-informasi yang kita ketahui tentang fungsi otak itu sebelum pernah disebutkan sepanjang sejarah, dan kita tidak menemukannya sama sekali dalam buku-buku kedokteran. Seandainya kita mengumpulkan semua buku pengobatan di masa Nabi SAW dan beberapa abad sesudahnya, maka kita tidak menemukan keterangan apapun tentang fungsi frontal lobe atau ubun-ubun. Pembicaraan tentangnya tidak ada kecuali dalam kitab ini (al-Qur’an al-Karim). Hal itu menunjukkan bahwa ini adalah ilmu Allah yang pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, dan membuktikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah.
Pengetahuan tentang fungsi frontal lobe dimulai pada tahun 1842, yaitu ketika salah seorang pekerja di Amerika tertusuk ubun-ubunnya stik, lalu hal tersebut memengaruhi perilakunya, tetapi tidak membahayakan fungsi tubuh yang lain. Dari sini para dokter mulai mengetahui fungsi frontal lobe dan hubungannya dengan perilaku seseorang.
Para dokter sebelum itu meyakini bahwa bagian dari otak manusia ini adalah area bisu yang tidak memiliki fungsi. Lalu, siapa yang Muhammad SAW bahwa bagian dari otak ini merupakan pusat kontrol manusia dan hewan, dan bahwa ia adalah sumber kebohongan dan kesalahan.
Para mufasir besar terpaksa menakwili nash yang jelas bagi mereka ini karena mereka belum memahami rahasianya, dengan tujuan untuk melindungi Al Qur’an dari pendustaan manusia yang jahil terhadap hakikat ini di sepanjang zaman yang lalu. Sementara kita melihat masalah ini sangat jelas di dalam Kita Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarah dalam diri orang dan hewan.
Jadi, siapa yang memberitahu Muhammad SAW di antara seluruh umat di bumi ini tentang rahasia dan hakikat tersebut? Itulah pengetahuan Allah yang tidak datang kepadanya kebatilan dari arah depan dan belakangnya, dan itu merupakan bukti dari Allah bahwa Al Qur’an itu berasal dari sisi-Nya, karena ia diturunkan dengan pengetahuan-Nya.

Punya Utang, Masih Wajib Zakat?


WWW.ERAMUSLIM.COM

Kamis, 27/08/2009 09:09 WIB
Assalamualaikum, Ustadz...
Alhamdulillah, saat ini saya sudah dapat nyicil rumah... Untuk dalam jangka waktu beberapa tahun ini saya memiliki utang untuk cicilan rumah. Jika dijumlahkan, penghasilan saya setelah dikurangi utang cicilan, besarnya di bawah nisab. Jika tanpa dikurangi utang, penghasilan saya masih di atas nisab. Apakah saya masih wajib Zakat? Hal ini harus saya ketahui agar ada kepastian niat saya saat mengeluarkan harta, apakah untuk zakat (jika masih wajib zakat) atau cukup diniatkan sadaqah saja (jika tidak wajib zakat).
Terima kasih Ustadz,,,
Jazakallah...
Abdullah aatn

JAWABAN

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Abdullah aatn yang luar biasa. Mudah-mudahan Allah meluruskan niat kita dalam berzakat karena Allah Swt. Amin
Betul bapak Abdullah segala sesuatu perbuatan/tindakan (termasuk berzakat) syah atau tidaknya tergantung niatnya, sebagaimana sabda Rasul; “Sesungguhnya sahnya sesuatu tergantung niatnya” (HR. Muslim). Seperti halnya saat kita sholat subuh atau zuhur yang membedakan adalah niatnya subuh 2 rokaat, zuhur 4 rakaat.
Apakah zakat penghasilan dari brutto (penghasilan kotor, tidak dikurangi utang) atau netto (pendapatan bersih, dikurangi utang)?
Firman Allah SWT:
..dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian (QS. Adz Dzariyat:19), Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS. Al Baqarah 267)
Nabi SAW bersabda yang artinya:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu” (HR. Bukhori )
Menurut DR. Yusuf Qardhawi mengenai zakat pendapatan adalah: “sisa gaji dan pendapatan setahun, wajib zakat bila mencapai nisab uang, sedang kan gaji dan upah setahun yang tidak mencapai nisab uang, tidak wajib zakat.” Al-Qardhawi dalam kitab Fiqhuz Zakat, menyebutkan “dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam penentuan penghitungannya. Apakah zakat itu berdasarkan pemasukan kotor (brutto) atau berdasarkan pemasukan bersih setelah dipotong dengan pengeluaran pokok (netto).
Beliau sendiri menerima kedua pendapat itu dengan membedakan bila seseorang punya pendapatan lumayan besar, sebaiknya mengeluarkan zakat berdasarkan pendapatan kotor. Sedangkan bila seseorang memang termasuk kecil pemasukannya dan banyak tanggungan wajibnya, maka dia mengeluarkan zakat berdasarkan penghasilan bersihnya saja.

Cara yang pertama (bruto), begitu menerima penghasilan/gaji (setelah potong pajak) pemilik harta/muzakki tersebut segera menentukan zakatnya tanpa menguranginya dengan kebutuhan pokok minimum. Istilah bruto disini kaitannya dengan kebutuhan pokok hidup sedangkan kalau dari segi pajak dikategorikan Netto, karena pajak merupakan kewajiban warga Negara terhadap negara. Cara yang kedua (Netto), pemilik harta/muzakki terlebih dahulu mengurangi penghasilan yang mereka terima dengan kebutuhan pokok minimum pemilik harta tersebut.
Beliau menjelaskan perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor (brutto) secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok (pendapatan bersih, dikurangi utang). Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.
Dengan demikian dapat ditegaskan pendapat yang terpilih tentang kewajiban zakat atas gaji, upah, dan sejenisnya, hanya diambil dari pendapatan bersih (netto). Sebab, lebih adil setelah dipotong dengan kebutuhan pokok (pendapatan bersih, dikurangi utang). Pengambilan dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup terendah seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang.
Bahkan Al-Qardhawi membedakan antara zakat uang/harta, dan zakat pendapatan/profesi, adalah sbb:
 Zakat uang dikeluarkan setelah dipotong
ü oleh kebutuhan pokok, menjadi harta sisa atau harta kelebihan. Zakatnya 2.5%, haul 1 thn.
 Zakat pendapatan dikeluarkan setelah dipotong oleh biaya-biaya
ü untuk melakukan pekerjaan tersebut seperti hutang-hutang, biaya transport, dan yang sejenis, menjadi pendapatan bersih take home pay, bukan merupakan harta sisa atau kelebihan. Zakatnya 10% atau 5% tiap menerima gaji.
Pertanyaan berikutnya jika tanpa dikurangi utang, penghasilan masih di atas nisab. Apakah masih wajib Zakat (jika masih wajib zakat) atau cukup diniatkan sadaqah saja (jika tidak wajib zakat)?
"Bila engkau memiliki 20 dinar emas dan sudah mencapai satu tahun maka zakatnya setengah dinar (2,5%)". HR Ahmad.
Al-Qardhawi menjelaskan "20 dinar (nisab zakat emas)" ditemukan dalam museum yang menyimpan dinar sejak zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan--merupakan dinar pertama yang diciptakan dan disebarluaskan umat Islam bahwa bobot satu dinar itu sama dengan 4,25 gram. Jika 20 dinar beratnya sama dengan 85 gram
Berdasarkan hal itu maka sisa gaji dan pendapatan setahun wajib zakat bila mencapai nisab uang emas 85 gram emas, sedangkan gaji dan upah setahun yang tidak mencapai nisab uang, tidak wajib zakat sangat dianjurkan untuk sedekah atau berinfak sebab hidup kita akan lebih berkah dan bermanfaat.
Al-hasil, apabila seseorang dengan hasil profesinya  hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya dan pas-pasan, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat cukup bersedekah saja. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan (kredit rumah), sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA