www.eramuslim.com
Oleh Syaikh Zindani
Gambar otak manusia bagian depan yang disebut
Allah dalam Al Qur’an Al Karim dengan kata nashiyah (ubun-ubun).
Al-Qur’an menyifati kata nashiyah dengan kata kadzibah khathi’ah (berdusta lagi durhaka). Allah berfirman, “(Yaitu) ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 16)
Bagaimana
mungkin ubun-ubun disebut berdusta sedangkan ia tidak berbicara? Dan bagaimana
mungkin ia disebut durhaka sedangkan ia tidak berbuat salah?
Kemudian ia
memaparkan masalah ini menurut beberapa pakar ahli. Di antaranya adalah Prof.
Keith L More yang menegaskan bahwa ubun-ubun merupakan penanggungjawab atas
pertimbangan-pertimbangan tertinggi dan pengarah perilaku manusia. Sementara
organ tubuh hanyalah prajurit yang melaksanakan keputusan-keputusan yang
diambil di ubun-ubun.
Karena itu,
undang-undang di sebagian negara bagian Amerika Serikat menetapkan sanksi
gembong penjahat yang merepotkan kepolisian dengan mengangkat bagian depan dari
otak (ubun-ubun) karena merupakan pusat kendali dan instruksi, agar penjahat
tersebut menjadi seperti anak kecil penurut yang menerima perintah dari siapa
saja.
Dengan
mempelajari susunan organ bagian atas dahi, maka ditemukan bahwa ia terdiri
dari salah satu tulang tengkorak yang disebut frontal bone. Tugas tulang ini
adalah melindungi salah satu cuping otak yang disebut frontal lobe. Di dalamnya
terdapat sejumlah pusat neorotis yang berbeda dari segi tempat dan fungsinya.
Lapisan
depan merupakan bagian terbesar dari frontal lobe, dan tugasnya terkait dengan
pembentukan kepribadian individu. Ia dianggap sebagai pusat tertinggi di antara
pusat-pusat konsentrasi, berpikir, dan memori. Ia memainkan peran yang
terstruktur bagi kedalaman sensasi individu, dan ia memiliki pengaruh dalam
menentukan inisiasi dan kognisi.
Lapisan ini
berada tepat di belakang dahi. Maksudnya, ia bersembunyi di dalam ubun-ubun.
Dengan demikian, lapisan depan itulah yang mengarahkan sebagian tindakan
manusia yang menunjukkan kepribadiannya seperti kejujuran dan kebohongan,
kebenaran dan kesalahan, dan seterusnya. Bagian inilah yang membedakan di
antara sifat-sifat tersebut, dan juga memotivasi seseorang untuk bernisiatif
melakukan kebaikan atau kejahatan.
صورة للبروفسور كيث ال مور عالم الأجنة الكندي
Ketika Prof.
Keith L Moore melansir penelitian bersama kami seputar mukjizat ilmiah dalam
ubun-ubun pada semintar internasional di Kairo, ia tidak hanya berbicara
tentang fungsi frontal lobe dalam otak (ubun-ubun) manusia. Bahkan, pembicaraan
merembet kepada fungsi ubun-ubun pada otak hewan dengan berbagai jenis. Ia
menunjukkan beberapa gambar frontal lobe sejumlah hewan seraya menyatakan,
“Penelitian komparatif terhadap anatomi manusia dan hewan menunjukkan kesamaan
fungsi ubun-ubun.
Ternyata,
ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarauh pada manusia, sekaligus pada
hewan yang memiliki otak. Seketika itu, pernyataan Prof. Keith mengingatkan
saya tentang firman Allah, “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan
Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang
lurus.” (Hud: 56)
Beberapa
hadits Nabi SAW yang bericara tentang ubun-ubun, seperti doa Nabi SAW, “Ya
Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu dan anak hamba
perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu…”
Juga seperti
doa Nabi SAW, “Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setiap sesuatu yang
Engkau pegang ubun-ubunnya…”
Juga seperti
sabda Nabi SAW, “Kuda itu diikatkan kebaikan pada ubun-ubunnya hingga hari Kiamat.”
Apabila kita
menyandingkan makna nash-nash di atas, maka kita menyimpulkan bahwa ubun-ubun
merupakan pusat kontrol dan pengendali perilaku manusia, dan juga perilaku
hewan.
Makna Bahasa dan Pendapat Para Mufasir:
Allah
berfirman,
كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعَ بِالنَّاصِيَةِ(15)نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ(16)
“Ketahuilah,
sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik
ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang berdusta lagi durhaka.” (Al-‘Alaq:
15-16)
Kata nasfa’
berarti memegang dan menarik. Sebuah pendapat mengatakan bahwa kata ini
terambil dari kalimat safa’at asy-syamsu yang berarti matahari mengubah
wajahnya menjadi hitam. Sementara kata nashiyah berarti bagian depan kepala
atau ubun-ubun.
Mayoritas
mufasir menakwili ayat bahwa sifat bohong dan durhaka itu bukan untuk
ubun-ubun, melainkan untuk empunya. Sementara ulama selebihnya membiarkannya
tanpa takwil, seperti al-Hafizh Ibnu Katsir.
Dari pendapat para mufasir tersebut, jelas bahwa mereka tidak tahu ubun-ubun sebagai pusat pengambilan keputusan untuk berbuat bohong dan durhaka. Hal itu yang mendorong mereka untuk menakwilinya secara jauh dari makna tekstual. Jadi, mereka menakwili shifat dan maushuf (yang disifati) dalam firman Allah, “Ubun-ubun yang dusta lagi durhaka” itu sebagai mudhaf dan mudhaf ilaih. Padahal perbedaan dari segi segi bahasa antara shifat dan maushuf dengan mudhaf dan mudhaf ilaih itu sangat jelas.
Dari pendapat para mufasir tersebut, jelas bahwa mereka tidak tahu ubun-ubun sebagai pusat pengambilan keputusan untuk berbuat bohong dan durhaka. Hal itu yang mendorong mereka untuk menakwilinya secara jauh dari makna tekstual. Jadi, mereka menakwili shifat dan maushuf (yang disifati) dalam firman Allah, “Ubun-ubun yang dusta lagi durhaka” itu sebagai mudhaf dan mudhaf ilaih. Padahal perbedaan dari segi segi bahasa antara shifat dan maushuf dengan mudhaf dan mudhaf ilaih itu sangat jelas.
Sementara
mufasir lain membiarka nash tersebut tanpa memaksakan diri untuk memasuki
hal-hal yang belum terjangkau oleh pengetahuan mereka pada waktu itu.
Sisi-Sisi Mukjizat Ilmiah:
Prof. Keith
L Moore mengajukan argumen atas mukjizat ilmiah ini dengan mengatakan,
“Informasi-informasi yang kita ketahui tentang fungsi otak itu sebelum pernah
disebutkan sepanjang sejarah, dan kita tidak menemukannya sama sekali dalam
buku-buku kedokteran. Seandainya kita mengumpulkan semua buku pengobatan di
masa Nabi SAW dan beberapa abad sesudahnya, maka kita tidak menemukan
keterangan apapun tentang fungsi frontal lobe atau ubun-ubun. Pembicaraan
tentangnya tidak ada kecuali dalam kitab ini (al-Qur’an al-Karim). Hal itu
menunjukkan bahwa ini adalah ilmu Allah yang pengetahuan-Nya meliputi segala
sesuatu, dan membuktikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah.
Pengetahuan
tentang fungsi frontal lobe dimulai pada tahun 1842, yaitu ketika salah seorang
pekerja di Amerika tertusuk ubun-ubunnya stik, lalu hal tersebut memengaruhi
perilakunya, tetapi tidak membahayakan fungsi tubuh yang lain. Dari sini para dokter mulai mengetahui
fungsi frontal lobe dan hubungannya dengan perilaku seseorang.
Para dokter
sebelum itu meyakini bahwa bagian dari otak manusia ini adalah area bisu yang
tidak memiliki fungsi. Lalu, siapa yang Muhammad SAW bahwa bagian dari otak ini
merupakan pusat kontrol manusia dan hewan, dan bahwa ia adalah sumber
kebohongan dan kesalahan.
Para mufasir
besar terpaksa menakwili nash yang jelas bagi mereka ini karena mereka belum
memahami rahasianya, dengan tujuan untuk melindungi Al Qur’an dari pendustaan
manusia yang jahil terhadap hakikat ini di sepanjang zaman yang lalu. Sementara
kita melihat masalah ini sangat jelas di dalam Kita Allah dan Sunnah Rasulullah
SAW, bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarah dalam diri orang dan
hewan.
Jadi, siapa
yang memberitahu Muhammad SAW di antara seluruh umat di bumi ini tentang
rahasia dan hakikat tersebut? Itulah pengetahuan Allah yang tidak datang
kepadanya kebatilan dari arah depan dan belakangnya, dan itu merupakan bukti
dari Allah bahwa Al Qur’an itu berasal dari sisi-Nya, karena ia diturunkan
dengan pengetahuan-Nya.