Posted on 27 September 2008 by admin
Siapa-siapa saja yang berhak menerima zakat, akan saya salinkan
dari kitab Minhajul Muslim edisi Indonesia Ensiklopedi Muslim oleh
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.
PENERIMA ZAKAT.
Penerima zakat ialah delapan golongan yang disebutkan Allah Azza wa Jalla di kitab-Nya. Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya
zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang
diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” [At-Taubah : 60]
Penjelasan tentang kedelapan penerima tersebut adalah sebagai berikut.
[1] Orang-orang Fakir.
Orang fakir ialah orang yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi
kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang ia tanggung. Kebutuhan itu
berupa makanan, atau minuman, atau pakaian, atau tempat tinggal, kendati
ia mempunyai harta se-nishab.
[2] Orang Miskin.
Bisa jadi orang miskin itu kefakirannya lebih ringan, atau lebih berat
daripada orang fakir. Hanya saja hukum keduanya adalah satu dalam segala
hal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendefinisikan
orang miskin dalam hadits-haditsnya, misalnya beliau bersabda.
“Artinya : Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling kepada
manusia dan bisa disuruh pulang oleh sesuap makanan, atau dua suap
makanan, atau satu kurma,
atau dua kurma. Namun orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai
kekayaan yang membuatnya kaya, tidak diketahui kemudian perlu diberi
sedekah, dan tidak
meminta-minta manusia” [Diriwayatkan Bukhari]
[3] Pengurus Zakat.
Yaitu pemungut zakat, atau orang-orang yang mengumpulkannya, atau orang
yang menakarnya, atau penulisnya di dokumen. Petugas Zakat diberi upah
dari zakat kendati orang kaya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.
“Artinya : Sedekah (zakat) tidak halal bagi orang kaya kecuali bagi
lima orang petugasnya, orang yang membeli zakat dengan hartanya, orang
yang berhutang, pejuang di jalan Allah atau orang miskin yang bersedekah
dengannya kemudian menghadiahkannya kepada orang kaya” [Diriwayatkan
Ahmad]
[4] Orang-orang yang dibujuk hatinya.
Yaitu orang-orang yang lemah ke-Islamannya dan orang yang berpengaruh di
kaummnya. Ia diberi zakat untuk membujuk hatinya dan mengarahkannya
kepada Islam dengan harapan ia bermanfaat bagi orang banyak atau
kejahatannya terhenti. Zakat juga boleh diberikan kepada orang kafir
yang diharapkan bisa
beriman atau kaumnya bisa beriman. Ia diberi zakat untuk mengajak mereka kepada Islam dan membuat mereka cinta Islam.
Jatah ini bisa diperluas distribusinya kepada semua pihak yang dapat
mewujudkan kemaslahatan bagi Islam dan kaum Muslimin, misalnya para
wartawan atau penulis.
[5] Memerdekakan Budak.
Yang dimaksud dengan point ini ialah bahwa seorang Muslim mempunyai
budak, kemudian dibeli dari uang zakat dan dimerdekakan di jalan Allah.
Atau ia mempunyai budak mukatib (budak yang membebaskan dirinya dengan
membayar sejumlah uang kepada pemiliknya), kemudian ia diberi uang zakat
yang bisa
menutup kebutuhan pembayaran dirinya, hingga ia bisa menjadi orang merdeka.
[6] Orang-orang yang Berhutang
Yaitu orang-orang yang berhutang tidak di jalan kemaksiatan kepada
Allah, Rasul-Nya, dan mendapatkan kesulitan untuk membayarnya. Ia diberi
zakat untuk melunasi hutangnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda.
“Artinya : Meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali bagi tiga orang :
Orang yang sangat Miskin, atau orang yang berhutang banyak, atau orang
yang menanggung diyat (ganti rugi karena luka, atau pembunuhan)”
[Diriwayatkan At-Timridzi dan ia meng-hasan-kannya]
[7] Di jalan Allah.
Yaitu amal perbuatan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah Ta’ala dan
Surga-Nya, terutama jihad untuk meninggikan kalimat-Nya. Jadi penjuang
di jalan Allah Ta’ala diberi zakat kendati dia orang kaya. Jatah ini
berlaku umum bagi seluruh kemaslahatan-kemaslahatan umum agama, misalnya
pembangunan rumah-rumah sakit, pembangunan sekolah-sekolah, dan
pembangunan panti asuhan anak-anak yatim. Tapi yang harus didahulukan
ialah yang terkait dengan jihad, misalnya penyiapan senjata, perbekalan,
pasukan, dan seluruh kebutuhan jihad di jalan Allah Ta’ala.
[8] Ibnu Sabil.
Yaitu musafir yang terputus dari negerinya yang jauh. Ia diberi zakat
yang bisa menutupi kebutuhannya di tengah-tengah keterasingannya kendati
ia kaya di negerinya. Ia diberi zakat karena ia terancam miskin di
perjalanannya dan ini dengan syarat tidak ada orang yang meminjaminya
uang yang bisa memenuhi
kebutuhannya. Jika ia memungkinkan bisa pinjam uang kepada seseorang, ia
wajib meminjamnya dan tidak berhak diberi zakat selagi ia kaya di
negerinya.
Kemudian, saya ringkaskan Catatan tambahan dari Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.
Catatan.
[1]. Jika seorang muslim menyerahkan zakat hartanya kepada kelompok
manapun di antara kedelapan kelompok di atas, maka sah. Hanya saja, ia
harus memberikannya kepada pihak yang paling membutuhkan dan paling
besar kebutuhannya. Jika zakatnya berupa uang yang banyak, kemudian ia
membagi-bagikannya kepada masing-masing kedelapan kelompok tersebut,
maka itu baik sekali.
[2]. Orang muslim tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang
wajib ia nafkahi, misalnya kedua orang tuanya, atau anak-anaknya, dan
seterusnya, serta isteri-isterinya, karena ia berkewajiban menafkahi
mereka.
[3]. Zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir, atau orang fasik
seperti orang yang meninggalkan shalat, orang yang melecehkan syariat
Islam, dan lain sebagainya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda. “Artinya : Zakat diambil dari orang-orang kaya mereka,
dan dikembalikan kepada
orang-orang fakir mereka”.
Maksudnya ialah zakat diambil dari orang-orang kaya kaum Muslimin dan
dikembalikan kepada orang-orang fakir kaum Muslimin. Zakat juga tidak
boleh diberikan kepada orang kaya dan orang kuat yang bisa kerja, karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Orang
kaya tidak mempunyai bagian terhadap zakat dan juga orang kuat yang bisa
kerja” [Diriwayatkan Ahmad]
Maksudnya orang yang bisa kerja sesuai dengan kadar kecukupannya.
[4]. Zakat tidak boleh dipindahkan dari satu negeri ke negeri lain
yang jauhnya sejauh perjalanan yang dibenarkan melakukan shalat qashar,
atau lebih, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.”Artinya : Zakat itu dikembalikan kepada orang-orang fakir
mereka” Para ulama
mengecualikan jika disuatu negeri tidak ada orang-orang fakir atau suatu
negeri mempunyai kebutuhan yang sangat besar, maka zakat boleh di
pindah ke negeri yang di dalamnya terdapat orang-orang fakir. Tugas ini
dilaksanakan imam (pemimpin) atau wakilnya.
[5] Zakat tidak sah kecuali dengan meniatkannya. Jika seseorang
membayar zakat tanpa meniatkannya, maka tidak sah, karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.”Artinya : Sesungguhnya semua
amal perbuatan itu harus dengan niat, dan setiap orang itu sesuai dengan
niatnya”.
Jadi orang yang membayar zakat harus meniatkan zakat sebagai
kewajiban dari hartanya dan memaksudkannya kepada keridhaan Allah, sebab
ikhlas adalah syarat diterimanya semua ibadah, dan karena Allah Ta’ala
berfirman.”Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus” [Al-Bayyinah : 5]
Lengkapnya silakan baca Minhajul Muslim, hal 406-410, Darul Falah
sumber: http://risalahrasul.wordpress.com/2008/09/27/para-penerima-zakat/