Muhammad bin Abdullah SAW hidup menghancurkan berhala. Semua berhala
baik yang berada di dunia hati nurani maupun yang berada di dunia nyata.
Umat manusia dalam sejarahnya yang panjang itu belum pernah mengenal
seorang laki-laki lain, selain dari Muhammad bin Abdullah SAW, yang
telah menghancurkan berhala sebanyak yang dihancurkan laki-laki ini. Dan
dalam jangka masa yang demikian pendeknya. Kenyataan ini memastikan
bahwa terdapat sesuatu kekuatan yang lebih hebat dari tenaga manusia
yang membantu laki-laki ini. Ia mengambil kekuatannya dan kekuatan ini.
Ia selalu berhubungan rapat dengannya.
Sewaktu kita meninjau kembali revolusi pembebasan besar yang telah
dipimpin Muhammad bin Abdullah SAW, dalam jangka waktu dua puluh tiga
tahun, dan kita perhatikan perubahan-perubahan kerohanian,
kemasyarakatan, perekonomian, kemiliteran dan kesusasteraan, yang telah
dilakukan dalam jangka waktu yang amat pendek ini, maka kita sampai
kepada kesadaran bahwa selama tenaga manusia yang fana dan terbatas ini
tidak berhubungan dengan kekuatan azali abadi yang mutlak dan kekal,
maka peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu tidak mungkin akan terjadi.
Peristiwa-peristiwa yang lebih hebat dari memindahkan gunung atau
mengeringkan air laut, atau mengubah suatu zat dari suatu keadaan kepada
keadaan lain.
Risalah Muhammad SAW itu adalah revolusi pembebasan manusia secara
total, revolusi yang mencakup segala segi kehidupan manusia, dan
menghancurkan berhala-berhala, terlepas dari apapun juga namanya, yang
terdapat dalam segi-segi kehidupan manusia itu.
Di alam aqidah kepercayaan, revolusi itu adalah revolusi menentang
berhala syirik kepada Allah. Revolusi itu telah mensucikan zat Tuhan
dengan kesucian yang mutlak di alam konsep. Ia dibersihkan sehingga
tidak mempunyai serikat-serikat lagi. Berhala syirik kepada Allah itu,
dipandang dari suatu segi, adalah berhala raksasa, yang mempunyai akar
yang dalam pada saluran-saluran perasaan manusia. Setelah sekian
banyaknya risalah tauhid yang diturunkan dari langit, manusia masih
terus menderita karena berhala raksasa ini. Setelah perjuangan yang
dilakukan para Rasul. Setelah orang-orang yang mengerti memberikan
penjelasan-penjelasan tentang agama itu. Setiap waktu manusia
menyeleweng dari pemahaman yang benar terhadap agama Allah yang Esa dan
Kekal, yang bentuknya berada-beda dalam misi-misi ketuhanan, tetapi
intisarinya tetap saja satu, setiap waktu manusia menyeleweng dari
pemahaman yang benar, maka mereka akan bertemu dengan berhala syirik
itu, dalam salah satu bentuknya yang beraneka ragam. Meminta berkah di
depan pintu para wali dan orang-orang suci dalam bentuk yang dikerjakan
oleh orang-orang biasa, hanyalah merupakan salah satu bentuk berhala
itu, ketika ia memakai pakaian agama. Sedangkan agama Allah, seluruh
agama Allah, tidak ada hubungannya sama sekali dengannya.
*
Revolusi itu adalah revolusi menentang berhala kefanatikan.
Kefanatikan dalam segala rupa bentuk dan warnanya. Terutama sekali
kefanatikan agama.
Ia adalah revolusi menentang berhala kefanatikan terhadap bentuk dan
warna kulit. Karena itu ia mengumumkan satunya asal manusia, dan satunya
jenis manusia. Ia menghancurkan berhala rasialisme yang amat dibenci,
dan menetapkan bahwa yang menentukan kelebihan manusia hanya satu saja.
Tidak ada hubungannya dengan warna kulit, tidak ada hubungannya dengan
tempat kelahiran, dan juga tidak ada hubungannya dengan jenis bahasa
yang dipakai. Yang membedakan itu hanyalah ketaqwaan dan ketaatan kepada
Allah, dan karya yang baik terhadap hamba-hambaNya. Semua ini merupakan
hal-hal yang bersifat pribadi saja. Tidak ada hubungannya dengan warna
kulit dan ras manusia:
“Hai manusia! Kami telah menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang wanita, dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
dalam pandangan Allah adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat
[49] : 13)
“Hai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu
dari satu jiwa, dan daripadanya dijadikannya pasangannya, dan dari
keduanya itu di sebarluaskan banyak laki-laki dan wanita.” (QS. An-Nisa’
[4] : 1)
“Barangsiapa yang menyeru kepada kefanatikan tidak termasuk dalam
golongan kami. Siapa yang berjuang untuk kefanatikan, tidak termasuk
dalam golongan kami. Siapa yang mati untuk kefanatikan, tidak termasuk
golongan kami.” (HR. Abu Daud)
Berhala ini, yaitu berhala rasialisme masih tetap merupakan sumber
penderitaan bagi masyarakat-masyarakat manusia yang tidak berpedoman
kepada risalah Muhammad SAW. Masalah orang Negro, masalah orang Indian
Merah, masih selalu terdapat di Amerika Serikat. Masalah orang-orang
kulit berwarna masih selalu terdapat di Afrika Selatan. Filsafat Nazi
yang berdasarkan keunggulan bangsa Aria telah menimbulkan malapetaka
yang hebat untuk seluruh umat manusia. Dan sekarang ini negara Israel
merupakan duri dalam daging umat Arab, karena ia berdasarkan mitos bahwa
bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan.
Ia adalah revolusi menentang kefanatikan agama. Hal itu telah terjadi
semenjak diumumkannya kebebasan beragama dalam bentuknya yang agung:
“Tidak boleh ada paksaan dalam agama! Yang bijaksana itu telah nyata
bedanya dari yang sesat. Siapa yang ingkar kepada berhala dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang kuat
yang tidak akan putus.” (QS. Al-Baqarah [2] : 256)
“Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah seluruh manusia yang ada di bumi
ini akan beriman semuannya. Apakah engkau bermaksud untuk memaksa
manusia agar mereka beriman!” (QS. Yunus [10] : 99)
Berhala kefanatikan agama itu telah hancur luluh. Ia digantikan oleh
toleransi yang mutlak. Malah menjaga kebebasan beragama dan kebebasan
beribadat telah menjadi kewajipan orang Islam untuk kepentingan
pemeluk-pemeluk agama lain di Dunia Islam. Ketika peperangan diizinkan
dalam Islam, dan Al-Qur’an menjelaskan hikmah peperangan itu ia berkata:
“Orang-orang yang diperlakukan dengan tidak adil diperbolehkan
melakukan peperangan. Sesungguhnya Tuhan berkuasa untuk membantu mereka.
Orang-orang yang dikeluarkan dari kampung halaman mereka tanpa
kebenaran, selain bahwa mereka berkata : Tuhan kami adalah Allah! Kalau
tidaklah karena Tuhan menolak sebagian manusia dengan sebagian yang
lain, tentulah akan diruntuhkan kuil-kuil, gereja-gereja,
sinagoga-sinagoga dan masjid-masjid, di mana banyak sekali di sebut nama
Tuhan.” (QS. Al-Hajj [22] : 39-40)
Di dalam ayat itu disebutkan tempat-tempat peribadatan pendeta, orang
Nasrani, orang Yahudi dan orang Islam. Sedangkan tempat peribadatan
orang Kristen dan Yahudi didahulukan menyebutkannya dari masjid, untuk
menegaskan agar jangan dilakukan pelanggaran terhadap tempat-tempat
peribadatan non-Muslim itu, dan agar tempat itu dijaga dengan
sebaik-baiknya.
Lebih dari itu, toleransi itu juga mencakup pemberian penjagaan dan
keamanan untuk orang musyrik, yang tidak percaya kepada agama yang
diturunkan dari langit, selama ia lemah dan tidak mampu menyakiti kaum
Muslimin dan menggoda mereka agar mereka keluar dari agama Islam. Hal
ini dilakukan karena mereka mempunyai alasan, yaitu kebodohan.
“Jika salah seorang dari orang musyrikin itu datang kepadamu
terimalah ia dengan baik, sampai ia mendengar kata-kata Allah. Kemudian
hantarkan dia sampai ke tempat yang aman. Hal itu dilakukan karena
mereka adalah golongan yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah [9] : 6)
Ini merupakan puncak toleransi yang masih didambakan umat manusia di
banyak bagian dunia. Cukuplah kalau kita ketahui bahwa di seluruh bagian
dunia komunis, tidak ada tempat bagi orang yang tidak percaya kepada
komunisme, padahal komunisme itu hanyalah suatu ideologi masyarakat saja
dan bukan kepercayaan agama. Tempat pembuangan di Siberia, berbagai
macam penjara dan pembunuhan besar-besaran, semuanya itu disediakan bagi
orang-orang yang tidak percaya akan Karl Marx, Lenin dan Stalin,
padahal semua mereka ini adalah manusia ciptaan Tuhan.
*
Ia adalah revolusi menentang perbedaan kemasyarakatan dan sistem
kelas. Bagi para pemimpin Quraisy, semuanya dapat dilakukan selain dari
menghancurkan kebanggaan keturunan dan memuja-muja ketinggian keturunan.
Dalam pemikiran para pemimpin ini kepercayaan itu terasa tidak masuk
akal dan berhala-berhala mereka mentertawakan. Mereka tahu bahwa apa
yang diserukan Muhammad SAW itu jauh lebih baik dibandingkan dengan
aqidah yang mereka miliki. Walaupun demikian mereka tetap mempertahankan
kepercayaan mereka dengan segala kekuatan. Kenapa? karena apa yang
diserukan Muhammad SAW itu akan menghancurkan dominasi mereka, kelainan
mereka dan kebanggaan mereka akan nenek moyang serta kekayaan yang
mereka warisi yang melambangkan tingkat-tingkat masyarakat dalam
pengertiannya yang paling kejam.
Rombongan haji melakukan wuquf di Arafah dan melakukan perjalanan ke
Mina dan Mekkah. Sedangkan orang Quraisy melakukan wuquf di Muzdalifah
dan dari sana pula mereka memulai perjalanan. Lalu Muhammad SAW, yang
juga termasuk salah seorang pemuka Quraisy, melakukan wuquf di Arafah.
Al-Qur’an memerintahkan orang Quraisy:
“Dan mulailah perjalanan ke Mina dan Mekkah itu dari tempat di mana orang lain memulainya” (QS. Al-Baqarah [2]: 199)
Ini dengan maksud untuk merealisasikan persamaan mutlak antara semua manusia.
Seseorang laki-laki yang termasuk pemuka Quraisy merasa terlalu
congkak untuk mengawinkan anak gadisnya atau saudara wanitanya dengan
seorang laki-laki Arab biasa saja. Lalu Muhammad SAW yang juga salah
seorang pemuka Quraisy, mau mengawinkan puteri pamannya, Zainab binti
Jahsy, dengan budak yang telah dimerdekakannya, Zaid.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Aisyah RA ada seorang wanita
dari kalangan tinggi Bani Makhzum mencuri. Orang-orang Quraisy merasa
berkewajiban membantunya. Mereka berkata:
“Siapa di antara kamu yang dapat membicarakan persoalan ini dengan
Rasulullah SAW?” Mereka menjawab “Siapakah lagi yang lebih berani dari
Usamah bin Zaid yang amat disayangi Rasulullah SAW?“ Lalu Usamah
membicarakannya dengan Rasulullah. Lalu beliau menjawab “Apakah engkau
minta keringanan dalam persoalan hukuman Tuhan yang telah
ditentukannya?” Lalu beliau berpidato:
“Orang-orang sebelum kamu menjadi hancur karena bila ada orang mulia
mencuri mereka biarkan saja. Kalau orang yang lemah mencuri mereka
tegakkan hukum. Demi Allah! Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akan
saya potong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Empat belas abad setelah Muhammad SAW, umat manusia masih tetap
mencari-cari dan mencoba dalam masa kenaikan yang sukar ini untuk sampai
ke ufuk dunia, yang memang telah dicapainya di alam kenyataan, tetapi
belum di alam impian dan khayalan.
*
Ia merupakan revolusi dalam menentang penganiayaan, penyelewengan dan
kesewenang-wenangan. Revolusi yang telah melucuti para penguasa dan
sultan-sultan dari segala hak istimewa mereka, dari segala kekuasaan.
Sebabnya adalah karena ia mengembalikan dalam persoalan hukum dan
perundang-undangan seluruhnya kepada Allah, dan mengembalikan seluruh
persoalan yang menyangkut dengan pemilihan orang yang akan melaksanakan
hukum dan perundang-undangan itu kepada rakyat.
Di sini kita harus berhenti sebentar untuk menyingkapkan kedalaman
jaminan-jaminan yang terdapat dalam sistem ini, yang tidak terdapat
dalam sistem mana pun. Mengambil seluruh hak untuk membuat hukum dan
undang-undang dari manusia dan mengembalikannya kepada Tuhan saja,
menjadikan bahwa tidak seorangpun dari manusia, tidak ada satu golongan
pun, atau suatu tingkat sosial pun, mendapat kesempatan untuk berbuat
sewenang-wenang terhadap orang lain. Tidak ada orang yang melaksanakan
undang-undang mendapat kesempatan untuk meninggikan diri terhadap orang
lain. Atau kesempatan bagi seseorang untuk meninggikan diri di atas
suatu kelompok, atau suatu lapis sosial di atas suatu lapis sosial. Hak
untuk menentukan hukum itu seluruhnya hanya kepunyaan Allah saja. Setiap
orang lain yang ingin membuat peraturan dan undang-undang harus
berdasarkan dan bersumber dari hukum dan perundang yang telah ditetapkan
Tuhan. Allah adalah Tuhan semua orang. Jadi dalam masalah hukum dan
perundang ini tidak akan ada lagi pilih kasih terhadap seseorang, suatu
golongan atau suatu kalangan tertentu dalam masyarakat. Jika orang
melaksanakan suatu hukum, ia sama sekali tidak akan merasa bahwa ia
tunduk kepada kehendak seorang lain. Ia hanya tunduk kepada Allah, Tuhan
semua orang. karena itu semua kepala merasa sama tinggi, semua kegiatan
menjadi meningkat, karena semua orang hanya tunduk kepada Allah saja.
Orang yang laksanakan hukum, tidak membuat hukum itu. Ia hanya
pelaksana. Haknya untuk melaksanakan hukum itu adalah berdasarkan
pemilihan rakyat. Kepatuhan yang diwajibkan kepadanya bukanlah kepatuhan
kepada dirinya pribadi, tetapi kepatuhan kepada hukum Allah yang
dilaksanakannya. Jika ia melanggar hukum Allah, maka ia tidak dipatuhi
lagi. Jika terjadi perselisihan pendapat antara dia dan rakyat dalam
persoalan melaksanakan hukum Allah, maka yang menjadi pemisah adalah
hukum Allah itu sendiri:
“Jika kamu berselisih mengenai sesuatu persoalan, maka kembalikanlah
persoalan itu kepada Allah dan RasulNya.” (QS. An-Nisa’ [4] : 59)
Karena itu sistem yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini merupakan suatu
sistem yang unik di antara semua sistem yang pernah dikenal umat
manusia, baik dahulu maupun sekarang. Ia merupakan sistem yang unik
dalam merealisasikan persamaan yang mutlak dalam sistem hukum, dalam
menghancurkan setiap bekas-bekas berhala kekuasaan pribadi, atau
kekuasaan kelas, dalam dunia hukum dan perundang-undangan.
Mengenai keadilan dalam pelaksanaannya telah sampai kepada suatu
puncak yang sampai saat sekarang belum pernah dimimpikan orang,
jangankan akan mencoba atau mencapainya:
“Kalau kamu berkata, maka berkatalah dengan adil, walaupun mengenai seorang anggota kerabat terdekat.” (QS. Al-An’am [6] : 152)
“Janganlah kebencian suatu golongan menjadikan kamu bertindak tidak
adil. Selalulah berlaku adil, karena keadilan itu lebih dekat kepada
ketaqwaan. Dan takutlah kepada Allah.” (QS. Al-Maidah [5] : 8)
Jadi ia merupakan suatu keadilan mutlak yang timbangannya tidak
pernah dipengaruhi rasa sayang atau rasa benci, sedangkan fondasinya
tidak pernah digoncang rasa kasih atau kebencian. Keadilan itu tidak
pernah dipengaruhi oleh rasa kekerabatan di antara orang-orang. Keadilan
itu dapat dinikmati oleh seluruh anggota umat Islam. Tidak ada
perbedaan berdasarkan kemuliaan atau keturunan, atau karena harta atau
karena wibawa. Keadilan ini juga dinikmati oleh bangsa-bangsa lain
walaupun antara mereka dan kaum Muslimin terdapat rasa kebencian. Ini
merupakan puncak keadilan yang belum pernah dicapai oleh undang-undang
internasional manapun sampai sekarang ini, dan juga belum sampai dicapai
oleh undang-undang dalam negeri manapun.
“Jika ada orang yang meragukan hal ini, maka dapat memperhatikan
bagaimana keadilan hanya untuk si kuat dan bukan untuk si lemah di
antara bangsa-bangsa. Perhatikanlah keadilan yang dicapai antara
pihak-pihak yang berperang. Kemudian perhatikan juga keadilan orang
kulit putih terhadap kulit merah dan kulit hitam di Amerika Serikat,
serta keadilan orang kulit putih terhadap orang kulit berwarna di Afrika
Selatan. Kenyataan-kenyataan ini dirasa sudah cukup dan tidak perlu
dijelaskan lagi karena semua orang sekarang ini mengetahuinya.”
“Yang penting dalam keadilan Islam itu adalah bahwa semuanya itu
bukan hanya teori, tetapi telah mendapat kesempatan untuk dipraktikkan
di alam kenyataan. Kenyataan sejarah telah dapat memelihara
contoh-contoh yang cukup umum diketahui.” (Al-‘Adalah, al-Ijtima’iyah
fil-Islam [Keadilan Sosial dalam Islam], hal. 94-96)
*
Ia adalah revolusi dalam menentang berhala perbudakan. Revolusi ini
telah mengangkat derajat budak dari tingkat benda atau tingkat binatang,
ke tingkat manusia. Inilah penjelasannya:
“Perbudakan dahulunya adalah suatu sistem universal. Para budak di
Kerajaan Romawi diperlakukan dengan cara yang amat kejam. Siang hari
mereka dipekerjakan di ladang-ladang. Kalau hari telah malam mereka
dirantai, dan dimasukkan ke dalam kamar-kamar bawah tanah untuk tidur
malam. Mereka dijaga oleh pengawal-pengawal yang bertindak juga amat
kejam. Hukuman yang diberikan kepada mereka berada di antara dicambuk
dan disalib. Ini di samping tugas mereka untuk barang permainan
memuaskan hati orang-orang merdeka. Untuk itu diadakan
pertandingan-pertandingan yang kejam. Atau mereka disuruh berkelahi
melawan singa. Dan semuanya itu berlangsung dalam pesta-pesta yang amat
digemari oleh orang-orang yang merdeka.” (Dr. Rasyid Barawi, An-Nizham
al-Jsytiraki [Sistem Sosialistis], hal. 18)
Lalu Muhammad bin Abdullah SAW datang. Ia SAW bersabda:
“Siapa yang membunuh budaknya akan kami bunuh pula. Siapa yang
memotong bagian badan budaknya akan kami potong pula bagian badannya.
Siapa yang mengebiri budaknya akan kami kebiri pula.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ia SAW bersabda:
“Budak-budak itu adalah saudara-saudara yang dipercayakan Tuhan ke
dalam tanganmu. Siapa yang mendapat kepercayaan Tuhan memelihara
saudaranya, makanan mereka harus sama dengan makanmu. Pakaiannya harus
sama dengan pakaianmu. Jangan ia diberi pekerjaan yang terlalu berat.
Siapa yang memberikan pekerjaan terlalu berat maka ia akan dilaknati
Tuhan.” (HR. Penulis Masabih as-Sunnah termasuk Hadis Shahih)
Abu Mas’ud al-Ansari RA berkata:
“Saya pernah memukul budak saya. Lalu di belakang saya dengar suatu
suara ‘Ya Abu Mas’ud, Tuhan dapat memperlakukan kamu lebih kejam dari
kamu memperlakukan budak itu.’ Lalu saya melihat ke belakang. Rupanya
Rasulullah SAW. Lalu saya berkata ‘Hai Rasulullah, budak ini saya
merdekakan untuk mencari keridhaan Allah’. Lalu Rasul berkata ‘Kalau
kamu tidak memerdekakannya, tentu kamu akan dikejar api neraka dan akan
dibakarnya.” (HR. Penulis Masabih as-Sunnah termasuk Hadis Shahih)
Lalu kenapa Muhammad SAW tidak menghapuskan perbudakan sekaligus,
semenjak dari saat pertama, maka persoalan itu adalah persoalan kondisi
kemasyarakatan dan kebiasaan internasional, di mana di waktu itu tawanan
perang dijadikan budak, dan budak dipekerjakan. Kondisi sosial itu
memerlukan perubahan total dalam unsur-unsur dan hubungan-hubungannya.
Kebiasaan internasional memerlukan adanya perjanjian-perjanjian bersama.
Islam sama sekali tidak pernah menganjurkan perbudakan. Dalam Al-Qur’an
tidak terdapat sebuah ayat pun yang meminta agar sistem perbudakan itu
dijadikan suatu kebiasaan internasional. Jadi harus ada waktu untuk
memperbaiki sistem internasional yang ada itu, untuk memperbaiki sistem
internasional secara menyeluruh.
Islam telah memilih untuk menghilangkan sumber tempat berasalnya
perbudakan itu, sehingga pada akhirnya sistem itu akan hancur dengan
sendirinya, tanpa harus mengalami kegoncangan kemasyarakatan yang tidak
mungkin dikendalikan lagi. Islam mulai dengan mengeringkan sumber-sumber
dan mata air seluruh perbudakan, selain dari tawanan perang yang
dilakukan sesuai dengan hukumnya. Sebabnya adalah karena di saat itu
masyarakat-masyarakat yang anti Islam menjadikan budak terhadap
tawanan-tawanan kaum Muslimin, sesuai dengan kebiasaan internasional
yang berlaku di saat itu. Di waktu itu Islam tidak mempunyai kemampuan
untuk memaksa masyarakat-masyarakat itu bertindak menyalahi kebiasaan
internasional. Jadi kalau sekiranya Islam membatalkan sistem perbudakan,
tentulah hal ini hanya akan terbatas pada tawanan-tawanan perang orang
yang bukan Islam yang ditawan oleh pasukan Islam. Sedangkan para tawanan
yang berasal dari kaum Muslimin akan tetap mengalami nasib buruk karena
perbudakan yang tetap berlaku di pihak sana. Keadaan ini akan
menjadikan bahwa orang-orang yang bukan Islam merasa lebih bersemangat
untuk menawan kaum Muslimin. Untuk keadaan sistem kemasyarakatan yang
ada di waktu itu. Al-Qur’an tidak pernah mengeluarkan teks untuk
memperbudak tawanan perang. Al-Qur’an hanya berkata:
“Kamu boleh membebaskan tawanan perang atau meminta uang tebusan sampai peperangan selesai.” (QS. Muhammad [47]: 4)
“Demikian pula Al-Qur’an tidak menjelaskan agar tawanan perang itu
jangan diperbudak. Dengan demikian maka suatu negara yang Islam diberi
kebebasan untuk mengambil sikap terhadap tawanan perang yang jatuh ke
tangannya, sesuai dengan kepentingannya, dan perlakuan musuh-musuhnya
terhadapnya. Ia boleh menebus tawanan perang kalau disetujui kedua belah
pihak. Boleh pula dipertukarkan, dan boleh pula dijadikan budak
terhadap pihak yang memperbudak kaum Muslimin. Dengan begitu maka tidak
akan terjadi bahwa tawanan perang dan pihak kaum Muslimin saja yang
menjadi budak sedangkan tawanan perang dan pihak musuh menjadi
orang-orang merdeka bebas. Hal ini berlangsung terus sampai dapat
kesempatan bahwa masalah ini dapat diatur dengan persetujuan bersama.
Maka dengan mengeringkan sumber perbudakan seluruhnya, selain dari
sumber yang berasal dari peperangan ini yang sebetulnya Islam tidak ikut
menentukannya, maka dengan demikian jumlah budak akan berkurang. Jumlah
budak yang telah sedikit inipun diusahakan Islam untuk memerdekakannya
hanya dengan kalau para budak itu telah menjadi anggota umat Islam, dan
memutuskan hubungannya dengan orang-orang kafir yang memerangi Islam.
Dalam Islam terdapat hak budak untuk memperoleh bagian yang jelas dalam
upeti perang (jizyah), yang dibayarkan untuk uang tebusan baginya yang
dapat dipergunakannya untuk membeli kemerdekaannya dari tuannya. Dan
mulai dari saat itu, budak itu kembali memperoleh kebebasan bekerjanya,
kebebasan berusaha dan memiliki harta benda. Upah yang diperolehnya dari
pekerjaannya menjadi hak miliknya. Ia boleh berkerja selain dari
mengerjakan kepentingan tuannya, agar ia memperoleh uang untuk menebus
kemerdekaannya. Lalu ia mendapat bagian dari perbendaharaan negara,
yaitu dari zakat. Di samping semuanya itu, kaum Muslimin berkewajiban
untuk membantu budak itu dengan harta agar ia dapat memperoleh
kemerdekaannya kembali. Hal ini di samping hukuman beberapa perbuatan
dosa yang harus ditebus dengan memerdekakan budak, seperti membunuh
orang secara tidak sengaja, perbuatan melakukan zhihar terhadap isteri
dan lain-lain sebagainya. Dan dengan demikian maka perbudakan itu dapat
hilang secara alami dengan berlakunya waktu, karena ia mempunyai akar
yang dalam struktur kemasyarakatan dan adat kebiasaan internasional.”
(Fi Zilal al-Qur’an, jilid II hal. 59-60)
*
Ia adalah revolusi dalam menentang berhala “laki-laki”. Memang
berhala laki-laki dan kesewenang-wenangannya terhadap wanita. Revolusi
yang menetapkan bahwa wanita juga mempunyai hak-hak kemanusiaannya dalam
bentuk hukum yang tidak dapat dihapuskan dan dibalikkan. Ketika
beberapa rapat dan pertemuan diadakan di Roma untuk membicarakan apakah
wanita itu mempunyai jiwa atau tidak, maka Al-Quran yang mulia berkata:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan do‘a mereka, ‘Aku tidak akan
menyia-nyiakan amal perbuatan salah seorang yang berbuat di antara kamu,
baik laki-laki atau pun wanita, karena semua kamu adalah sama-sama
anggota masyarakat’.” (QS. Ali Imran [3] : 195)
“Laki-laki memperoleh sebagian dari harta benda yang ditinggalkan
kedua orang ibu bapa dan kaum kerabat. Wanita memperoleh sebagian dari
harta benda yang ditinggalkan kedua orang ibu-bapa dan kaum kerabat.”
(QS. an-Nisa’ [4] : 7)
“Laki-laki memperoleh bagian dari apa yang mereka usahakan. Wanita
memperoleh bagian dari apa yang mereka usahakan.” (QS. an-Nisa’ [4] :
32)
Dengan demikian Al-Qur’an telah menetapkan hak wanita dalam kehidupan
rohani dan dalam kehidupan material, dalam bentuk yang sama dengan
laki-laki, tanpa ragu-ragu dan tanpa perbedaan pendapat.
Rasulullah SAW pernah berkata:
“Janda tidak boleh dinikahkan sebelum bermusyawarah dengannya. Gadis
tidak boleh dinikahkan sebelum memperoleh izinnya. Izinnya adalah
diamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian Islam telah menetapkan kebebasannya dalam kehidupan pribadinya, kebebasannya dalam mencari teman hidupnya.
Muhammad SAW sepanjang hidupnya telah menghancurkan berhala-berhala:
Segala macam berhala, baik di dunia hati nurani maupun di dunia alam
nyata. Dalam sejarahnya yang panjang itu, umat manusia belum pernah
mengenal seorang laki-laki lain, selain dari Muhammad SAW, yang pernah
menghancurkan berhala-berhala sebanyak yang dihancurkan laki-laki ini,
dan hal itu dilaksanakannya dalam jangka waktu yang amat pendek, pendek
sekali.
Dirasah Islamiyah
Pendobrak Berhala
Sayyid Quthb
www.eramuslim.com