Thursday 24 July 2014

Musa Marah kepada Kaumnya dan Harun


إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِن بَعْدِيَ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُواْ يَقْتُلُونَنِي فَلاَ تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاء وَلاَ تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ ﴿١٥٠﴾
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأَخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ﴿١٥١﴾

“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?” Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang lalim.”


“Musa berdoa: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang”. (QS. Al-A’raaf: 150-151)
**
Semua itu terjadi ketika Musa a.s. sedang bermunajat dan berbicara di hadapan Tuhannya. Ia tidak mengetahui apa yang dilakukan kaumnya sesudah itu, kecuali karena diberi tahu oleh Tuhannya.
Musa kembali kepada kaumnya dengan hati yang sangat marah. Emosi kemarahannya ini tampak dalam perkataannya kepada kaumnya. “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?”

Juga tampak dalam tindakannya memegang rambut kepala saudaranya dan menariknya dengan kasar. “Dan ia memegang rambut kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya.” Adalah hak Musa untuk marah. Maka tindakan karena terkejut adalah keras, sedang perubahan yang terjadi begitu jauh.
“Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!”

Aku tinggalkan kamu dalam petunjuk. Tetapi, kemudian kamu gantikan petunjuk itu dengan kesesatan. Aku tinggalkan kamu dalam keadaan beribadah kepada Allah. Tetapi, kemudian kamu gantikan dengan menyembah patung anak sapi yang dapat bersuara!

“Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?”
Yakni, apakah kamu minta disegerakan keputusan dan siksa-Nya? Atau, apakah kamu minta disegerakan realisasi janji-Nya sebelum waktunya?

“Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang rambut kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya.”

Ini adalah gerakan yang menunjukkan emosi kemarahan yang sangat. Luh-luh inilah yang berisi kalimat-kalimat Tuhannya. Musa tidak akan melemparkannya kecuali karena emosi telah menghilangkan kendali jiwanya. Demikian juga ketika dia memegang dan menarik kepala saudranya. Padahal, saudaranya yakni Harun ini adalah seorang hamba yang saleh dan baik.

Harun berusaha mengendalikan hati Musa dengan penuh kasih sayang sebagai saudara, agar emosinya terkendali dan kemarahannya reda. Maka, diterangkan kepadanya bagaimana posisinya waktu itu, bahwa dia sudah berusaha menasihati dan memberi petunjuk kepada kaumnya.

“Harun berkata, ‘Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku…”

Di sini kita mengetahui bagaimana brutalnya Bani Israil dan betapa mereka tertarik untuk menyembah patung anak sapi itu. Sehingga, mereka hendak membunuh Harun ketika Harun berusaha menyadarkan dan mengembalikan mereka dari kejahatan dan keterpurukan ini.

“Hai anak ibuku…” Disebutnya Musa dengan panggilan yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.
“Sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku…” Harun memberikan penjelasan yang melukiskan bagaimana sebenarnya posisi dirinya waktu itu.
“Sebab itu, janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku…” Di sini, Harun berusaha lagi melerai Musa dengan rasa persaudaraan yang kiranya dapat membantu dan menolongnya. Pasalnya, di sana ada musuh-musuh yang akan merasa gembira kalau kedua bersaudra ini malah bertengkar sendiri.
“Dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim…” (QS. Al-A’raaf: 150)

Kaum yang zalim dan kafir terhadap Tuhannya Yang Mahabenar. Maka, aku tidak sesat dan tidak kafir bersama mereka, aku berlepas diri dari mereka.

Pada waktu itu redalah emosi Musa di hadapan ucapan perdamaian dan penjelasan Harun ini. Kemudian ia menghadapkan diri kepada Tuhannya, memohon ampun untuk dirinya dan untuk saudaranya. Juga memohon rahmat kepada Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.

Di sini datanglah keputusan yang jelas dari orang yang dikendalikan oleh Yang Mahasuci Bersambunglah kalam Allah yang diceritakan oleh Alquran dengan perkataan hamba-Nya, Musa, dengan serasi yang diulang-ulang dalam Alquran.

إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُواْ الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَياةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ ﴿١٥٢﴾
وَالَّذِينَ عَمِلُواْ السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُواْ مِن بَعْدِهَا وَآمَنُواْ إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٥٣﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.”

“Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah tobat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-A’raaf: 152-153)

Ini adalah ketetapan dan ancaman. Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu sebagai sembahannya akan ditimpa kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan di dalam kehidupan dunia. Hal itu sejalan dengan kaidah yang abadi bahwa orang-orang yang melakukan keburukan kemudian mereka bertobat, niscaya Allah akan mengampuni mereka karena kasih sayang-Nya.

Kalau begitu, maka sesungguhnya Allah sudah mengetahui bahwa orang-orang yang menjadikan patung anak sapi sebagai sembahan itu tidak akan bertobat secara berkesinambungan. Juga mengetahui bahwa mereka akan melakukan sesuatu yang mengeluarkan mereka dari kaidah tersebut.

Ternyata memang demikian adanya. Bani Israil melakukan dosa sesudah melakukan dosa. Namun, Allah masih bersabar terhadap mereka. Sehingga sampailah mereka mendapatkan kemurkaan yang abadi dan terakhir. “Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.”
Semua orang yang membuat-buat kebohongan, hingga hari pembalasan, maka balasan itu berulang-ulang. Pembalasan tersebut berulang setiap kali berulang tindakan membuat-buat kebohongan terhadap Allah, yang dilakukan oleh Bani Israil maupun yang lain.

Namun, kondisi ini tidak selamanya. Ini hanya terjadi ketika mereka kehilangan senjata tauhid, tidak mengikuti satu manhaj, dan tidak berada di bawah satu bendera. Padahal, dengan senjata tauhid, satu manhaj, dan satu bendera ini mereka pernah mendapat kemenangan selama seribu tahun. Maka, dengan begitu pula mereka akan mendapatkan kemenangan. Tanpa semua itu, mereka akan dikalahkan!
Ini adalah masa ketidaksadaran terhadap racun yang dihembuskan oleh kaum Yahudi dan kaum Salib ke dalam tubuh umat Islam. Namun, mereka jaga terus racun itu dengan undang-undang dan peraturan yang mereka tegakkan di negeri “Islam” ini.

Tetapi, semua ini tidak akan kekal. Kelak akan datang kesadaran dari ketidaksadaran ini. Kaum muslimin belakangan akan kembali memegang senjata kaum muslimin tempo dulu. Siapa tahu, pada suatu hari akan bangkit kesadaran semua manusia untuk menghadapi kezaliman kaum Yahudi. Sehingga, terealisasilah ancaman Allah kepada mereka, dan kembalilah mereka kepada kehinaan yang telah ditetapkan Allah atas mereka.

Kalau bukan semua manusia yang bangkit, maka akan bangkitlah kaum muslimin yang akan datang. Demikian keyakinan kami!
www.eramuslim.com

Penghancur Berhala


Muhammad bin Abdullah SAW hidup menghancurkan berhala. Semua berhala baik yang berada di dunia hati nurani maupun yang berada di dunia nyata. Umat manusia dalam sejarahnya yang panjang itu belum pernah mengenal seorang laki-laki lain, selain dari Muhammad bin Abdullah SAW, yang telah menghancurkan berhala sebanyak yang dihancurkan laki-laki ini. Dan dalam jangka masa yang demikian pendeknya. Kenyataan ini memastikan bahwa terdapat sesuatu kekuatan yang lebih hebat dari tenaga manusia yang membantu laki-laki ini. Ia mengambil kekuatannya dan kekuatan ini. Ia selalu berhubungan rapat dengannya.

Sewaktu kita meninjau kembali revolusi pembebasan besar yang telah dipimpin Muhammad bin Abdullah SAW, dalam jangka waktu dua puluh tiga tahun, dan kita perhatikan perubahan-perubahan kerohanian, kemasyarakatan, perekonomian, kemiliteran dan kesusasteraan, yang telah dilakukan dalam jangka waktu yang amat pendek ini, maka kita sampai kepada kesadaran bahwa selama tenaga manusia yang fana dan terbatas ini tidak berhubungan dengan kekuatan azali abadi yang mutlak dan kekal, maka peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu tidak mungkin akan terjadi. Peristiwa-peristiwa yang lebih hebat dari memindahkan gunung atau mengeringkan air laut, atau mengubah suatu zat dari suatu keadaan kepada keadaan lain.
Risalah Muhammad SAW itu adalah revolusi pembebasan manusia secara total, revolusi yang mencakup segala segi kehidupan manusia, dan menghancurkan berhala-berhala, terlepas dari apapun juga namanya, yang terdapat dalam segi-segi kehidupan manusia itu.

Di alam aqidah kepercayaan, revolusi itu adalah revolusi menentang berhala syirik kepada Allah. Revolusi itu telah mensucikan zat Tuhan dengan kesucian yang mutlak di alam konsep. Ia dibersihkan sehingga tidak mempunyai serikat-serikat lagi. Berhala syirik kepada Allah itu, dipandang dari suatu segi, adalah berhala raksasa, yang mempunyai akar yang dalam pada saluran-saluran perasaan manusia. Setelah sekian banyaknya risalah tauhid yang diturunkan dari langit, manusia masih terus menderita karena berhala raksasa ini. Setelah perjuangan yang dilakukan para Rasul. Setelah orang-orang yang mengerti memberikan penjelasan-penjelasan tentang agama itu. Setiap waktu manusia menyeleweng dari pemahaman yang benar terhadap agama Allah yang Esa dan Kekal, yang bentuknya berada-beda dalam misi-misi ketuhanan, tetapi intisarinya tetap saja satu, setiap waktu manusia menyeleweng dari pemahaman yang benar, maka mereka akan bertemu dengan berhala syirik itu, dalam salah satu bentuknya yang beraneka ragam. Meminta berkah di depan pintu para wali dan orang-orang suci dalam bentuk yang dikerjakan oleh orang-orang biasa, hanyalah merupakan salah satu bentuk berhala itu, ketika ia memakai pakaian agama. Sedangkan agama Allah, seluruh agama Allah, tidak ada hubungannya sama sekali dengannya.
*
Revolusi itu adalah revolusi menentang berhala kefanatikan. Kefanatikan dalam segala rupa bentuk dan warnanya. Terutama sekali kefanatikan agama.

Ia adalah revolusi menentang berhala kefanatikan terhadap bentuk dan warna kulit. Karena itu ia mengumumkan satunya asal manusia, dan satunya jenis manusia. Ia menghancurkan berhala rasialisme yang amat dibenci, dan menetapkan bahwa yang menentukan kelebihan manusia hanya satu saja. Tidak ada hubungannya dengan warna kulit, tidak ada hubungannya dengan tempat kelahiran, dan juga tidak ada hubungannya dengan jenis bahasa yang dipakai. Yang membedakan itu hanyalah ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah, dan karya yang baik terhadap hamba-hambaNya. Semua ini merupakan hal-hal yang bersifat pribadi saja. Tidak ada hubungannya dengan warna kulit dan ras manusia:

“Hai manusia! Kami telah menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat [49] : 13)

“Hai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu dari satu jiwa, dan daripadanya dijadikannya pasangannya, dan dari keduanya itu di sebarluaskan banyak laki-laki dan wanita.” (QS. An-Nisa’ [4] : 1)

“Barangsiapa yang menyeru kepada kefanatikan tidak termasuk dalam golongan kami. Siapa yang berjuang untuk kefanatikan, tidak termasuk dalam golongan kami. Siapa yang mati untuk kefanatikan, tidak termasuk golongan kami.” (HR. Abu Daud)

Berhala ini, yaitu berhala rasialisme masih tetap merupakan sumber penderitaan bagi masyarakat-masyarakat manusia yang tidak berpedoman kepada risalah Muhammad SAW. Masalah orang Negro, masalah orang Indian Merah, masih selalu terdapat di Amerika Serikat. Masalah orang-orang kulit berwarna masih selalu terdapat di Afrika Selatan. Filsafat Nazi yang berdasarkan keunggulan bangsa Aria telah menimbulkan malapetaka yang hebat untuk seluruh umat manusia. Dan sekarang ini negara Israel merupakan duri dalam daging umat Arab, karena ia berdasarkan mitos bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan Tuhan.
Ia adalah revolusi menentang kefanatikan agama. Hal itu telah terjadi semenjak diumumkannya kebebasan beragama dalam bentuknya yang agung:

“Tidak boleh ada paksaan dalam agama! Yang bijaksana itu telah nyata bedanya dari yang sesat. Siapa yang ingkar kepada berhala dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al-Baqarah [2] : 256)

“Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah seluruh manusia yang ada di bumi ini akan beriman semuannya. Apakah engkau bermaksud untuk memaksa manusia agar mereka beriman!” (QS. Yunus [10] : 99)

Berhala kefanatikan agama itu telah hancur luluh. Ia digantikan oleh toleransi yang mutlak. Malah menjaga kebebasan beragama dan kebebasan beribadat telah menjadi kewajipan orang Islam untuk kepentingan pemeluk-pemeluk agama lain di Dunia Islam. Ketika peperangan diizinkan dalam Islam, dan Al-Qur’an menjelaskan hikmah peperangan itu ia berkata:

“Orang-orang yang diperlakukan dengan tidak adil diperbolehkan melakukan peperangan. Sesungguhnya Tuhan berkuasa untuk membantu mereka. Orang-orang yang dikeluarkan dari kampung halaman mereka tanpa kebenaran, selain bahwa mereka berkata : Tuhan kami adalah Allah! Kalau tidaklah karena Tuhan menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah akan diruntuhkan kuil-kuil, gereja-gereja, sinagoga-sinagoga dan masjid-masjid, di mana banyak sekali di sebut nama Tuhan.” (QS. Al-Hajj [22] : 39-40)

Di dalam ayat itu disebutkan tempat-tempat peribadatan pendeta, orang Nasrani, orang Yahudi dan orang Islam. Sedangkan tempat peribadatan orang Kristen dan Yahudi didahulukan menyebutkannya dari masjid, untuk menegaskan agar jangan dilakukan pelanggaran terhadap tempat-tempat peribadatan non-Muslim itu, dan agar tempat itu dijaga dengan sebaik-baiknya.

Lebih dari itu, toleransi itu juga mencakup pemberian penjagaan dan keamanan untuk orang musyrik, yang tidak percaya kepada agama yang diturunkan dari langit, selama ia lemah dan tidak mampu menyakiti kaum Muslimin dan menggoda mereka agar mereka keluar dari agama Islam. Hal ini dilakukan karena mereka mempunyai alasan, yaitu kebodohan.

“Jika salah seorang dari orang musyrikin itu datang kepadamu terimalah ia dengan baik, sampai ia mendengar kata-kata Allah. Kemudian hantarkan dia sampai ke tempat yang aman. Hal itu dilakukan karena mereka adalah golongan yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah [9] : 6)

Ini merupakan puncak toleransi yang masih didambakan umat manusia di banyak bagian dunia. Cukuplah kalau kita ketahui bahwa di seluruh bagian dunia komunis, tidak ada tempat bagi orang yang tidak percaya kepada komunisme, padahal komunisme itu hanyalah suatu ideologi masyarakat saja dan bukan kepercayaan agama. Tempat pembuangan di Siberia, berbagai macam penjara dan pembunuhan besar-besaran, semuanya itu disediakan bagi orang-orang yang tidak percaya akan Karl Marx, Lenin dan Stalin, padahal semua mereka ini adalah manusia ciptaan Tuhan.
*
Ia adalah revolusi menentang perbedaan kemasyarakatan dan sistem kelas. Bagi para pemimpin Quraisy, semuanya dapat dilakukan selain dari menghancurkan kebanggaan keturunan dan memuja-muja ketinggian keturunan. Dalam pemikiran para pemimpin ini kepercayaan itu terasa tidak masuk akal dan berhala-berhala mereka mentertawakan. Mereka tahu bahwa apa yang diserukan Muhammad SAW itu jauh lebih baik dibandingkan dengan aqidah yang mereka miliki. Walaupun demikian mereka tetap mempertahankan kepercayaan mereka dengan segala kekuatan. Kenapa? karena apa yang diserukan Muhammad SAW itu akan menghancurkan dominasi mereka, kelainan mereka dan kebanggaan mereka akan nenek moyang serta kekayaan yang mereka warisi yang melambangkan tingkat-tingkat masyarakat dalam pengertiannya yang paling kejam.

Rombongan haji melakukan wuquf di Arafah dan melakukan perjalanan ke Mina dan Mekkah. Sedangkan orang Quraisy melakukan wuquf di Muzdalifah dan dari sana pula mereka memulai perjalanan. Lalu Muhammad SAW, yang juga termasuk salah seorang pemuka Quraisy, melakukan wuquf di Arafah. Al-Qur’an memerintahkan orang Quraisy:

“Dan mulailah perjalanan ke Mina dan Mekkah itu dari tempat di mana orang lain memulainya” (QS. Al-Baqarah [2]: 199)

Ini dengan maksud untuk merealisasikan persamaan mutlak antara semua manusia.
Seseorang laki-laki yang termasuk pemuka Quraisy merasa terlalu congkak untuk mengawinkan anak gadisnya atau saudara wanitanya dengan seorang laki-laki Arab biasa saja. Lalu Muhammad SAW yang juga salah seorang pemuka Quraisy, mau mengawinkan puteri pamannya, Zainab binti Jahsy, dengan budak yang telah dimerdekakannya, Zaid.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Aisyah RA ada seorang wanita dari kalangan tinggi Bani Makhzum mencuri. Orang-orang Quraisy merasa berkewajiban membantunya. Mereka berkata:

“Siapa di antara kamu yang dapat membicarakan persoalan ini dengan Rasulullah SAW?” Mereka menjawab “Siapakah lagi yang lebih berani dari Usamah bin Zaid yang amat disayangi Rasulullah SAW?“ Lalu Usamah membicarakannya dengan Rasulullah. Lalu beliau menjawab “Apakah engkau minta keringanan dalam persoalan hukuman Tuhan yang telah ditentukannya?” Lalu beliau berpidato:
“Orang-orang sebelum kamu menjadi hancur karena bila ada orang mulia mencuri mereka biarkan saja. Kalau orang yang lemah mencuri mereka tegakkan hukum. Demi Allah! Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akan saya potong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Empat belas abad setelah Muhammad SAW, umat manusia masih tetap mencari-cari dan mencoba dalam masa kenaikan yang sukar ini untuk sampai ke ufuk dunia, yang memang telah dicapainya di alam kenyataan, tetapi belum di alam impian dan khayalan.
*
Ia merupakan revolusi dalam menentang penganiayaan, penyelewengan dan kesewenang-wenangan. Revolusi yang telah melucuti para penguasa dan sultan-sultan dari segala hak istimewa mereka, dari segala kekuasaan. Sebabnya adalah karena ia mengembalikan dalam persoalan hukum dan perundang-undangan seluruhnya kepada Allah, dan mengembalikan seluruh persoalan yang menyangkut dengan pemilihan orang yang akan melaksanakan hukum dan perundang-undangan itu kepada rakyat.

Di sini kita harus berhenti sebentar untuk menyingkapkan kedalaman jaminan-jaminan yang terdapat dalam sistem ini, yang tidak terdapat dalam sistem mana pun. Mengambil seluruh hak untuk membuat hukum dan undang-undang dari manusia dan mengembalikannya kepada Tuhan saja, menjadikan bahwa tidak seorangpun dari manusia, tidak ada satu golongan pun, atau suatu tingkat sosial pun, mendapat kesempatan untuk berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain. Tidak ada orang yang melaksanakan undang-undang mendapat kesempatan untuk meninggikan diri terhadap orang lain. Atau kesempatan bagi seseorang untuk meninggikan diri di atas suatu kelompok, atau suatu lapis sosial di atas suatu lapis sosial. Hak untuk menentukan hukum itu seluruhnya hanya kepunyaan Allah saja. Setiap orang lain yang ingin membuat peraturan dan undang-undang harus berdasarkan dan bersumber dari hukum dan perundang yang telah ditetapkan Tuhan. Allah adalah Tuhan semua orang. Jadi dalam masalah hukum dan perundang ini tidak akan ada lagi pilih kasih terhadap seseorang, suatu golongan atau suatu kalangan tertentu dalam masyarakat. Jika orang melaksanakan suatu hukum, ia sama sekali tidak akan merasa bahwa ia tunduk kepada kehendak seorang lain. Ia hanya tunduk kepada Allah, Tuhan semua orang. karena itu semua kepala merasa sama tinggi, semua kegiatan menjadi meningkat, karena semua orang hanya tunduk kepada Allah saja.

Orang yang laksanakan hukum, tidak membuat hukum itu. Ia hanya pelaksana. Haknya untuk melaksanakan hukum itu adalah berdasarkan pemilihan rakyat. Kepatuhan yang diwajibkan kepadanya bukanlah kepatuhan kepada dirinya pribadi, tetapi kepatuhan kepada hukum Allah yang dilaksanakannya. Jika ia melanggar hukum Allah, maka ia tidak dipatuhi lagi. Jika terjadi perselisihan pendapat antara dia dan rakyat dalam persoalan melaksanakan hukum Allah, maka yang menjadi pemisah adalah hukum Allah itu sendiri:

“Jika kamu berselisih mengenai sesuatu persoalan, maka kembalikanlah persoalan itu kepada Allah dan RasulNya.” (QS. An-Nisa’ [4] : 59)

Karena itu sistem yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini merupakan suatu sistem yang unik di antara semua sistem yang pernah dikenal umat manusia, baik dahulu maupun sekarang. Ia merupakan sistem yang unik dalam merealisasikan persamaan yang mutlak dalam sistem hukum, dalam menghancurkan setiap bekas-bekas berhala kekuasaan pribadi, atau kekuasaan kelas, dalam dunia hukum dan perundang-undangan.

Mengenai keadilan dalam pelaksanaannya telah sampai kepada suatu puncak yang sampai saat sekarang belum pernah dimimpikan orang, jangankan akan mencoba atau mencapainya:
“Kalau kamu berkata, maka berkatalah dengan adil, walaupun mengenai seorang anggota kerabat terdekat.” (QS. Al-An’am [6] : 152)

“Janganlah kebencian suatu golongan menjadikan kamu bertindak tidak adil. Selalulah berlaku adil, karena keadilan itu lebih dekat kepada ketaqwaan. Dan takutlah kepada Allah.” (QS. Al-Maidah [5] : 8)
Jadi ia merupakan suatu keadilan mutlak yang timbangannya tidak pernah dipengaruhi rasa sayang atau rasa benci, sedangkan fondasinya tidak pernah digoncang rasa kasih atau kebencian. Keadilan itu tidak pernah dipengaruhi oleh rasa kekerabatan di antara orang-orang. Keadilan itu dapat dinikmati oleh seluruh anggota umat Islam. Tidak ada perbedaan berdasarkan kemuliaan atau keturunan, atau karena harta atau karena wibawa. Keadilan ini juga dinikmati oleh bangsa-bangsa lain walaupun antara mereka dan kaum Muslimin terdapat rasa kebencian. Ini merupakan puncak keadilan yang belum pernah dicapai oleh undang-undang internasional manapun sampai sekarang ini, dan juga belum sampai dicapai oleh undang-undang dalam negeri manapun.

“Jika ada orang yang meragukan hal ini, maka dapat memperhatikan bagaimana keadilan hanya untuk si kuat dan bukan untuk si lemah di antara bangsa-bangsa. Perhatikanlah keadilan yang dicapai antara pihak-pihak yang berperang. Kemudian perhatikan juga keadilan orang kulit putih terhadap kulit merah dan kulit hitam di Amerika Serikat, serta keadilan orang kulit putih terhadap orang kulit berwarna di Afrika Selatan. Kenyataan-kenyataan ini dirasa sudah cukup dan tidak perlu dijelaskan lagi karena semua orang sekarang ini mengetahuinya.”

“Yang penting dalam keadilan Islam itu adalah bahwa semuanya itu bukan hanya teori, tetapi telah mendapat kesempatan untuk dipraktikkan di alam kenyataan. Kenyataan sejarah telah dapat memelihara contoh-contoh yang cukup umum diketahui.” (Al-‘Adalah, al-Ijtima’iyah fil-Islam [Keadilan Sosial dalam Islam], hal. 94-96)
*
Ia adalah revolusi dalam menentang berhala perbudakan. Revolusi ini telah mengangkat derajat budak dari tingkat benda atau tingkat binatang, ke tingkat manusia. Inilah penjelasannya:

“Perbudakan dahulunya adalah suatu sistem universal. Para budak di Kerajaan Romawi diperlakukan dengan cara yang amat kejam. Siang hari mereka dipekerjakan di ladang-ladang. Kalau hari telah malam mereka dirantai, dan dimasukkan ke dalam kamar-kamar bawah tanah untuk tidur malam. Mereka dijaga oleh pengawal-pengawal yang bertindak juga amat kejam. Hukuman yang diberikan kepada mereka berada di antara dicambuk dan disalib. Ini di samping tugas mereka untuk barang permainan memuaskan hati orang-orang merdeka. Untuk itu diadakan pertandingan-pertandingan yang kejam. Atau mereka disuruh berkelahi melawan singa. Dan semuanya itu berlangsung dalam pesta-pesta yang amat digemari oleh orang-orang yang merdeka.” (Dr. Rasyid Barawi, An-Nizham al-Jsytiraki [Sistem Sosialistis], hal. 18)

Lalu Muhammad bin Abdullah SAW datang. Ia SAW bersabda:
“Siapa yang membunuh budaknya akan kami bunuh pula. Siapa yang memotong bagian badan budaknya akan kami potong pula bagian badannya. Siapa yang mengebiri budaknya akan kami kebiri pula.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ia SAW bersabda:
“Budak-budak itu adalah saudara-saudara yang dipercayakan Tuhan ke dalam tanganmu. Siapa yang mendapat kepercayaan Tuhan memelihara saudaranya, makanan mereka harus sama dengan makanmu. Pakaiannya harus sama dengan pakaianmu. Jangan ia diberi pekerjaan yang terlalu berat. Siapa yang memberikan pekerjaan terlalu berat maka ia akan dilaknati Tuhan.” (HR. Penulis Masabih as-Sunnah termasuk Hadis Shahih)

Abu Mas’ud al-Ansari RA berkata:
“Saya pernah memukul budak saya. Lalu di belakang saya dengar suatu suara ‘Ya Abu Mas’ud, Tuhan dapat memperlakukan kamu lebih kejam dari kamu memperlakukan budak itu.’ Lalu saya melihat ke belakang. Rupanya Rasulullah SAW. Lalu saya berkata ‘Hai Rasulullah, budak ini saya merdekakan untuk mencari keridhaan Allah’. Lalu Rasul berkata ‘Kalau kamu tidak memerdekakannya, tentu kamu akan dikejar api neraka dan akan dibakarnya.” (HR. Penulis Masabih as-Sunnah termasuk Hadis Shahih)

Lalu kenapa Muhammad SAW tidak menghapuskan perbudakan sekaligus, semenjak dari saat pertama, maka persoalan itu adalah persoalan kondisi kemasyarakatan dan kebiasaan internasional, di mana di waktu itu tawanan perang dijadikan budak, dan budak dipekerjakan. Kondisi sosial itu memerlukan perubahan total dalam unsur-unsur dan hubungan-hubungannya. Kebiasaan internasional memerlukan adanya perjanjian-perjanjian bersama. Islam sama sekali tidak pernah menganjurkan perbudakan. Dalam Al-Qur’an tidak terdapat sebuah ayat pun yang meminta agar sistem perbudakan itu dijadikan suatu kebiasaan internasional. Jadi harus ada waktu untuk memperbaiki sistem internasional yang ada itu, untuk memperbaiki sistem internasional secara menyeluruh.

Islam telah memilih untuk menghilangkan sumber tempat berasalnya perbudakan itu, sehingga pada akhirnya sistem itu akan hancur dengan sendirinya, tanpa harus mengalami kegoncangan kemasyarakatan yang tidak mungkin dikendalikan lagi. Islam mulai dengan mengeringkan sumber-sumber dan mata air seluruh perbudakan, selain dari tawanan perang yang dilakukan sesuai dengan hukumnya. Sebabnya adalah karena di saat itu masyarakat-masyarakat yang anti Islam menjadikan budak terhadap tawanan-tawanan kaum Muslimin, sesuai dengan kebiasaan internasional yang berlaku di saat itu. Di waktu itu Islam tidak mempunyai kemampuan untuk memaksa masyarakat-masyarakat itu bertindak menyalahi kebiasaan internasional. Jadi kalau sekiranya Islam membatalkan sistem perbudakan, tentulah hal ini hanya akan terbatas pada tawanan-tawanan perang orang yang bukan Islam yang ditawan oleh pasukan Islam. Sedangkan para tawanan yang berasal dari kaum Muslimin akan tetap mengalami nasib buruk karena perbudakan yang tetap berlaku di pihak sana. Keadaan ini akan menjadikan bahwa orang-orang yang bukan Islam merasa lebih bersemangat untuk menawan kaum Muslimin. Untuk keadaan sistem kemasyarakatan yang ada di waktu itu. Al-Qur’an tidak pernah mengeluarkan teks untuk memperbudak tawanan perang. Al-Qur’an hanya berkata:

“Kamu boleh membebaskan tawanan perang atau meminta uang tebusan sampai peperangan selesai.” (QS. Muhammad [47]: 4)

“Demikian pula Al-Qur’an tidak menjelaskan agar tawanan perang itu jangan diperbudak. Dengan demikian maka suatu negara yang Islam diberi kebebasan untuk mengambil sikap terhadap tawanan perang yang jatuh ke tangannya, sesuai dengan kepentingannya, dan perlakuan musuh-musuhnya terhadapnya. Ia boleh menebus tawanan perang kalau disetujui kedua belah pihak. Boleh pula dipertukarkan, dan boleh pula dijadikan budak terhadap pihak yang memperbudak kaum Muslimin. Dengan begitu maka tidak akan terjadi bahwa tawanan perang dan pihak kaum Muslimin saja yang menjadi budak sedangkan tawanan perang dan pihak musuh menjadi orang-orang merdeka bebas. Hal ini berlangsung terus sampai dapat kesempatan bahwa masalah ini dapat diatur dengan persetujuan bersama.

Maka dengan mengeringkan sumber perbudakan seluruhnya, selain dari sumber yang berasal dari peperangan ini yang sebetulnya Islam tidak ikut menentukannya, maka dengan demikian jumlah budak akan berkurang. Jumlah budak yang telah sedikit inipun diusahakan Islam untuk memerdekakannya hanya dengan kalau para budak itu telah menjadi anggota umat Islam, dan memutuskan hubungannya dengan orang-orang kafir yang memerangi Islam. Dalam Islam terdapat hak budak untuk memperoleh bagian yang jelas dalam upeti perang (jizyah), yang dibayarkan untuk uang tebusan baginya yang dapat dipergunakannya untuk membeli kemerdekaannya dari tuannya. Dan mulai dari saat itu, budak itu kembali memperoleh kebebasan bekerjanya, kebebasan berusaha dan memiliki harta benda. Upah yang diperolehnya dari pekerjaannya menjadi hak miliknya. Ia boleh berkerja selain dari mengerjakan kepentingan tuannya, agar ia memperoleh uang untuk menebus kemerdekaannya. Lalu ia mendapat bagian dari perbendaharaan negara, yaitu dari zakat. Di samping semuanya itu, kaum Muslimin berkewajiban untuk membantu budak itu dengan harta agar ia dapat memperoleh kemerdekaannya kembali. Hal ini di samping hukuman beberapa perbuatan dosa yang harus ditebus dengan memerdekakan budak, seperti membunuh orang secara tidak sengaja, perbuatan melakukan zhihar terhadap isteri dan lain-lain sebagainya. Dan dengan demikian maka perbudakan itu dapat hilang secara alami dengan berlakunya waktu, karena ia mempunyai akar yang dalam struktur kemasyarakatan dan adat kebiasaan internasional.” (Fi Zilal al-Qur’an, jilid II hal. 59-60)
*
Ia adalah revolusi dalam menentang berhala “laki-laki”. Memang berhala laki-laki dan kesewenang-wenangannya terhadap wanita. Revolusi yang menetapkan bahwa wanita juga mempunyai hak-hak kemanusiaannya dalam bentuk hukum yang tidak dapat dihapuskan dan dibalikkan. Ketika beberapa rapat dan pertemuan diadakan di Roma untuk membicarakan apakah wanita itu mempunyai jiwa atau tidak, maka Al-Quran yang mulia berkata:

“Maka Tuhan mereka memperkenankan do‘a mereka, ‘Aku tidak akan menyia-nyiakan amal perbuatan salah seorang yang berbuat di antara kamu, baik laki-laki atau pun wanita, karena semua kamu adalah sama-sama anggota masyarakat’.” (QS. Ali Imran [3] : 195)

“Laki-laki memperoleh sebagian dari harta benda yang ditinggalkan kedua orang ibu bapa dan kaum kerabat. Wanita memperoleh sebagian dari harta benda yang ditinggalkan kedua orang ibu-bapa dan kaum kerabat.” (QS. an-Nisa’ [4] : 7)

“Laki-laki memperoleh bagian dari apa yang mereka usahakan. Wanita memperoleh bagian dari apa yang mereka usahakan.” (QS. an-Nisa’ [4] : 32)

Dengan demikian Al-Qur’an telah menetapkan hak wanita dalam kehidupan rohani dan dalam kehidupan material, dalam bentuk yang sama dengan laki-laki, tanpa ragu-ragu dan tanpa perbedaan pendapat.
Rasulullah SAW pernah berkata:

“Janda tidak boleh dinikahkan sebelum bermusyawarah dengannya. Gadis tidak boleh dinikahkan sebelum memperoleh izinnya. Izinnya adalah diamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian Islam telah menetapkan kebebasannya dalam kehidupan pribadinya, kebebasannya dalam mencari teman hidupnya.

Muhammad SAW sepanjang hidupnya telah menghancurkan berhala-berhala: Segala macam berhala, baik di dunia hati nurani maupun di dunia alam nyata. Dalam sejarahnya yang panjang itu, umat manusia belum pernah mengenal seorang laki-laki lain, selain dari Muhammad SAW, yang pernah menghancurkan berhala-berhala sebanyak yang dihancurkan laki-laki ini, dan hal itu dilaksanakannya dalam jangka waktu yang amat pendek, pendek sekali.

Dirasah Islamiyah
Pendobrak Berhala
Sayyid Quthb
www.eramuslim.com

Tuesday 22 July 2014

Ramadhan dan Lailatul Qadar Tak Bermakna bagi yang Terpesona Kehidupan Dunia

hartono_ahmad_jaiz 

Oleh Hartono Ahmad Jaiz
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berkenan memberikan berbagai keni’matan bahkan hidayah kepada kita.

Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, mari kita senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, menjalani perintah-perintah Allah sekuat kemampuan kita, dan menjauhi larangan-laranganNya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, dalam kesempatan yang mulia ini akan kami kemukakan tentang makna penggemblengan selama Ramadhan dan adanya lailatul qadar agar kita jangan sampai terpesona kepada kehidupan dunia. Tetapi agar mementingkan kehidupan akherat, karena akherat itu lebih baik dan lebih kekal.

Allah Ta’ala memperingatkan:
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى(131).
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS Thoha: 131).

Untuk menghindari pandangan hidup yang cenderung mengutamakan kehidupan dunia, ramadhan ini diberi aneka karunia yang jurusannya adalah akherat, agar manusia ini mementingkan akherat. Dalam hadits disebutkan, Dibuka pintu surga, ditutup pintu neraka, dan diikatlah syetan-syetan, dan ada malam lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan
.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ 
حُرِمَ ». (أحمد و النسائي قال الشيخ الألباني : ( صحيح ) انظر حديث رقم : 55 في صحيح الجامع )

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu adalah Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya (malam lailatul qadar itu)  maka dia tidak memperoleh apa-apa’ (tercegah dari mendapatkan kebaikan yang banyak).”  (HR. Ahmad dan An-Nasa’I dishahihkan Al-Albani).

Untuk meraih kebaikan yang banyak pada malam lailatul qadar maka perlu diisi dengan ibadah.
Cara mengisi lailatul qadar menurut Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid disarankan sebagai berikut:

Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha.

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencanngkan kainnya menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya[Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174]

Lafal شَدَّ مِئْزَرَهُ  beliau mengencanngkan kainnya artinya Menjauhi wanita (yaitu istri-istrinya) karena ibadah.
Juga dari Aisyah, (dia berkata) :

قَالَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya[Hadits Riwayat Muslim 1174]

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah. Untuk bersungguh-sungguh dalam ibadah, perlu pula mengikuti contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kalau tidak, maka akan jatuh kepada menyelsihinya. Di antara pelaksanaan mencari lailatul qadar, ada kekeliruan di kalangan Ummat Islam, di antaranya:
  1. Mencari dan menyelidiki keberadaannya dan tersibukkan dengan mengintai tanda-tanda lailatul qadar, sehingga lalai beribadah ataupun berbuat taat pada malam itu.
  2. sibuk mengatur acara, menyampaikan ceramah.
  3.  
  4. Diantara kekeliruan mereka juga, yaitu mengkhususkan sebagian ibadah pada malam itu seperti shalat khusus lailatul qadar. Demikian menurut Syaikh Masyhur bin Hasan Salman dalamBeberapa Kekeliruan Kaum Muslimin Seputar Lailatul Qadar .﴿ من أخطاء الناس حول ليلة القدر ﴾
Ada keutamaan yang sangat tinggi, yakni malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Sehingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih sungguh-sungguh beribadah pada malam-malam puluhan terakhir Ramadhan, sampai menjauhi isteri-isterinya. Kemudian Ummat Islam sebagian mengikutinya dengan benar, tetapi kadang ada yang keliru dengan mengadakan acara-acara ibadah khusus yang tidak dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam.

Di balik itu semua, sebenarnya Ramadhan dan lailatul qadar yang berisi khabar-khabar gembira itu adalah bagai madrasah yang mendidik Ummat Islam agar menapaki jurusan akherat dan tidak terlena pada tipuan dunia. Adanya khabar gembira tentang pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, syetan-syetan di belenggu, dan ada satu malam Ramadhan yang lebih baik daripada 1000 bulan; itu semua adalah jurusan akherat. Agar Ummat Islam ini takut siksa adzab neraka, dan mengharap surganya Allah Ta’ala. Tidak terlena pada mengutamakan kehidupan dunia.

Allah Ta’ala telah memperingatkan agar Ummat Islam tidak tergiur oleh enaknya orang-orang kafir dalam menikmati dunia:

  وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى(131).
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS Thoha: 131).

Bahkan setiap Jum’at Ummat Islam diingatkan agar tidak mementingkan jurusan dunia belaka, sehingga Imam Shalat Jum’at disunnahkan membaca Surat Al-A’la dan Al-Ghasyiyah. Agar dalam menjalani hidup ini bukan hanya untuk mengejar makanan, memenuhi syahwat, dan meningkatkan gengsi. Kehidupan akherat itu lebih baik dan kekal. Alloh swt telah memperingatkan dengan tegas:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا(16)

Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى(17)
Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS Al-A’la: 4).
Peringatan dari Alloh swt ini disunnahkan untuk dibaca oleh imam shalat Jum’at, maka setiap Jum’at senantiasa kita dengar imam membaca surat Al-a’la ini. Karena memang ada haditsnya:

عَنْ نُعْمَان بنِ بَشِيرٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَرَأَ فِى الْعِيدَيْنِ ب (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ ) وَإِنْ وَافَقَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قَرَأَهُمَا جَمِيعاً.

Dari Nu’man bin Basyir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat dua ‘Ied (hari raya) membaca (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ ) sabbihisma rabbikal a’la dan hal ataaka hadiitsul ghoosyiyah. Dan jika bertepatan dengan hari Jum’at maka beliau membaca kedua-duanya semua. (Hadits Riwayat Ahmad).

Dalam praktek sekarang, biasanya imam shalat Jum’at juga membaca dua surat itu (Al-A’la dan Al-Ghasyiyah). Ayat-ayat itu menegaskan tentang pedihnya adzab di akherat akibat kufur dan mementingkan kehidupan dunia, sebaliknya betapa ni’matnya surga di akherat bagi yang beriman dengan beramal shalih, sholat, zakat, mensucikan jiwanya, mengingat Alloh dan sebagainya. Namun karena dari awal tujuan kebanyakan manusia sejak disekolahkannya anak-anak kita itu untuk nantinya biar mampu cari makan dan punya gengsi, maka pandangan hidup rata-rata masyarakat ini hanya tertuju pada materi, kesenangan sesaat di dunia ini. Hingga apa-apa hanya diukur dengan materi. Ukuran yang dipakai di masyarakat bukan ukuran dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tetapi ukuran materi. Semuanya diukur dengan banyak atau sedikitnya harta. Hingga yang disebut sukses oleh masyarakat jauh berbeda dengan sukses menurut Al-Qur’an.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah. Khabar-khabar gembira ramadhan dan praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah menjuruskan ke akherat. Agar pandangan ummat ini bahwa kesuksesan yang sejati itu adalah kesuksesan akherat. Bukan dunia. Karena ukuran kesuksesan tampaknya justru manusia ini mengikuti Qarun atau bahkan Fir’aun.

Sukses menurut masyarakat, tidak jauh dari seputar: banyak harta, punya jabatan, anak-anaknya bertitel, menantunya juga kaya, bertitel, punya jabatan dan sebagainya. Semuanya serba bendawi.
Itu mirip dengan sukses menurut Qorun dan orang-orang yang sependapat dengannya:

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ(79)

Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. (Al-Qashash: 79).

Pandangan Qorun dan sebangsanya itu sangat tercela:

وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ(80)فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِينَ(81)وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِالْأَمْسِ يَقُولُونَ وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلَا أَنْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ(82) تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ(83)مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى الَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ إِلَّا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(84)إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْءَانَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ(85)

80. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Alloh adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar”.

81. Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Alloh. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).

82. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: “Aduhai, benarlah Alloh melapangkan rezki bagi siapa yang dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Alloh tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar dia Telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Alloh)”. (QS Al-Qashash: 80, 81, 82).

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, tidak jauh dari Qarun, Sukses menurut Fir’aun adalah sukses dalam menghalalkan segala cara demi melanggengkan kekuasaannya; salah satu wujudnya adalah mengerahkan dukun sihir, maka siapa yang menang dalam main sihir itulah yang dianggap sukses. Itu dibantah oleh Alloh swt. Alloh Ta’ala mengisahkan dalam Al-Qur’an, ungkapan Fir’aun:

فَأَجْمِعُوا كَيْدَكُمْ ثُمَّ ائْتُوا صَفًّا وَقَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنِ اسْتَعْلَى(64)

Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kamu sekalian, kemudian datanglah dengan berbaris, dan sesungguhnya beruntunglah orang yang menang pada hari ini. (QS Thaha: 64).

Tafsir As-Sa’di menjelaskan perkataan Fir’aun bahwa siapa yang beruntung pada hari ini dan lulus serta mengalahkan orang lain (dengan sihir itu) maka benar-benar orang yang beruntung lagi jaya, maka hari ini adalah hari yang menentukan untuk memiliki hari-hari sesudahnya. (Tafsir As-sa’di juz 1 halaman 508).
Demikianlah, sukses menurut Fir’aun adalah kalau mampu mengalahkan pihak lawan dengan sihir yang dihimpunnya. Dan itu menentukan hari-hari selanjutnya. Dia hanya memikir kekuasaan di dunia ini, agar dapat mengalahkan lawannya pakai cara apapun. Tidak memikir  akherat, apalagi memikir dosa dari cara-cara yang dia tempuh dalam meraih kesuksesan yang ditujunya. Padahal sudah ada peringatan dari Allah Ta’ala:

إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ رَبَّهُ مُجْرِمًا فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَى (74) [طه/74]

74. Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa (mujriman), maka Sesungguhnya baginya neraka jahannam. ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup[932]. (QS Thaha: 74)

[932] maksud tidak mati ialah dia selalu merasakan azab dan maksud tidak hidup ialah hidup yang dapat dipergunakannya untuk bertaubat.
{ مُجْرِمًا } أي: مشركا، يعني: مات على الشرك (تفسير البغوي – (ج 5 / ص 286)

Lafal  مُجْرِمًاmujriman dalam tafsir Al-Baghawi dijelaskan, mati dalam keadaan musyrik. (Tafsir Al-Baghawi 5/286).

Selanjutnya, Sukses menurut Alloh subhanahu wa ta’ala adalah sebagai berikut:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ(2)وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ(3)وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ(4)وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(5)إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(6)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ(7)وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ(8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ(9)أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ(10)الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(11)

1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya,
3. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
4. Dan orang-orang yang menunaikan zakat,
5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki [budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir); maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu [Maksudnya: zina, homoseksual, dan sebagainya], maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
9. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
10. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,
11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.

Sukses atau keberuntungan menurut Allah Ta’ala dalam ayat-ayat itu adalah perbuatan-perbuatan orang mu’min yang sangat menjaga aturan-aturan Allah Ta’ala dan menghindari larangan-laranganNya, ikhlas untuk Allah, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga akhirnya meraih surga untuk selama-lamanya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, adanya khabar gembira bahwa dalam Ramadhan  pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, ada malam qadar yang nilainya lebih dari seribu bulan, dan syetan-syetan pun dibelenggu; itu semua agar manusia mengambil jurusan akherat, yaitu mengambil elajarn bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai mencontohi dengan menjauhi isteri-isterinya untuk lebih sungguh-sungguh dalam ibadah itu agar pandangan hidup ini tertuju untuk sukses di akherat. Hingga menjadi orang yang sukses di akherat. Karena surga di akherat itu jauh lebih baik dan lebih kekal. Juga agar takut siksa neraka di akherat. Karena siksanya itu sangat pedih.

Ketika Ummat Islam ini telah dididik dalam madrasah khusus Ramadhan yang jurusannya adalah akherat, maka bagi yang sukses dalam pendidikan itu akan menjadi orang-orang yang pandangan hidupnya adalah untuk akherat, hingga takut kepada maqam Tuhannya dan menahan hawa nafsunya, hingga balasannya adalah surga.

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى  [النازعات/40، 41]

40. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,

41. maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). (QS An-Nazi’at/ 79: 40, 41).
Sebaliknya, bagi yang tetap melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia maka diancam neraka:
فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآَثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى  [النازعات/37-39]

37. Adapun orang yang melampaui batas,
38. dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,
39. maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (QS An-Nazi’at/ 79: 37-39).

Semoga Ramadhan dengan malam lailatul qadar yang telah Allah sediakan untuk Ummat Islam ini benar-benar merupakan madrasah yang menjuruskan pandangan hidup kita kepada akherat, bukan lebih mengutamakan kehidupan dunia. Sehingga menjadi orang yang sukses sebagaimana dijanjikan oleh Allah Ta’ala, bukan sukses model Fir’aun atau Qarun yang hanya mementingkan kekuasaan di dunia atau harta di dunia belaka dengan menghalalkan segala cara.

Contoh-contoh sudah nyata, dan kita tinggal memilihnya. Dan yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jurusan akherat, hingga di puluhan akhir Ramadhan beliau lebih gigih mendekatkan diri kepada Allah, sampai tidak mendekati isteri-isterinya, demi meraih yang lebih baik dan lebih berharga yakni kehidupan di akherat kelak.

Semoga kita dapat menyelesaikan Ramadhan dengan mengubah pandangan hidup kita menjadi benar, lebih mengutamakan akherat daripada kehidupan dunia. Bukan sebaliknya. Amin ya Rabbal ‘alamien.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ .

Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
*Judul semula: Digembleng Selama Ramadhan dan Lailatul Qadar agar Jangan Terpesona pada Dunia
www.eramuslim.com

Membidik Malam Lailatul Qadar, Inilah Tanda Tandanya

Malam Lailatul Qadar, keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Qur-an Al Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkat ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menacapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berlomba-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah. Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur-aniyah dan hadits-hadits Nabawiyah yang shahih menjelaskan tentang malam tersebut.

1. Keutamaan malam Lailatul Qadar
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman:

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, Pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Rabb mereka (untuk membawa) segala urusan, Selamatlah malam itu hingga terbit fajar.” (Al Qadar : 1-5)

Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah:
“Sesungguhnya Kami menurunkan pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Ad Dukhan : 3 – 6)

2. Waktu turunnya Lailatul Qadar
Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Iraqi telah mengaran suatu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bi Dzikri Lailatul Qadar, membawakan perkataan para ulama dalam masalah ini)

Imam Syafi’i berkata, “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau, ‘Apakah kami mencarinya di malam ini?’ Beliau menjawab, ‘Carilah di malam tersebut.’”

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda:
“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” (Bukhari (4/225) dan Muslim (1169))

Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka janganlah sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR. Bukhari (4/221) dan Muslim (1165))

“Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh nari terakhir.”

Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para shahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam keluar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdabat, beliau bersabda:

“Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya, mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain, tujuh, sembilan dan lima).” (HR. Bukhari (4/232))

Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa amalan Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan dimalam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits keuda adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum. Dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.

Kesimpulannya, jika seorang muslim mencari malam Lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.

3. Bagaimana mencari malam Lailatul Qadar
Sesungguhnya malam yang diberkahi ini barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan pengharapan pahala-Nya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari (4/217) dan Muslim (759))

Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa dia bertanya, “Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab”

“Ucapkanlah, Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan Mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.(Allahumma Innaka ‘Affuwun Tuhibul ‘Afwa Fa’fu anna)” (HR. Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850) dari ‘Aisyah, sanadnya shahih)

Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada istrimu dan keluargamu utu ktu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari (4/233) dan Muslim (1174))

Juga dari ‘Aisyah, dia berkata:
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.” (Muslim (1174))

4. Tanda-tanda malam Lailatul Qadar
Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan-Nya- sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.

Dari ‘Ubai Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (Muslim (762))

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau bersabda:
“Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah.” (Muslim (1170 /Perkataan, syiqi jafnah, syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al Qadhi ‘Iyadh berkata, “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.”)
Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah- merahan.” (Thayalisi (394), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan)
www.eramuslim.com

Friday 4 July 2014

Keutamaan Sahur


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: KH Didin Hafidhuddin

Sebagaimana telah sama-sama kita ketahui, salah satu adab dan akhlak berpuasa adalah melaksanakan sahur.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas, Rasulullah SAW bersabda : "Sahurlah kamu sekalian, karena sahur itu mengandung keberkahan."

Keberkahan yang dimaksud, di samping menyebabkan kekuatan dalam puasa, menguatkan motivasi dalam melaksanakan ibadah puasa, juga mengandung pahala karena mengikuti Sunnah Rasulullah SAW.
      
Sesungguhnya sahur itu memiliki tiga makna yang berkaitan satu dengan yang lainnya dan ketiga-tiganya mengandung kebaikan dan keberkahan. 

Pertama, sahur dalam pengertian makan dan makanan yang disajikan waktu sahur karena akan melaksanakan ibadah puasa pada esok harinya, sebagaimana dikemukakan dalam hadits tersebut di atas.

Juga hadits riwayat Imam Nasai dari Miqdam bin Ma'di Kariba, Rasulullah saw bersabda: "Hendaknya kalian makan sahur, karena sesunguhnya hal ini adalah hidangan yang penuh dengan keberkahan."

Kedua, sahur dalam pengertian waktu yang sangat berharga dan bernilai tinggi dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya.
Waktu mustajab terhadap setiap doa dan permohonan serta istighfar yang diucapkan dengan lisan yang keluar dari sanubari yang dalam, penuh dengan penghayatan.

Waktu sahur adalah waktu turunnya rahmat, cinta, kasih sayang, dan ampunan dari Allah SWT. Langit pun terbuka, tidak ada hijab atau penghalang antara hamba yang berdoa dan merintih dengan Allah SWT, Dzat yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Mendengar.

Bahkan juga pada waktu sahur sangat dianjurkan melaksanakan shalat tahajjud, mengikuti sunnah Rasul dan mengikuti tradisi salafus salih.

Ketiga, sahur dalam pengertian amal baik yang dilakukan pada waktu tersebut, seperti doa dan istighfar. Kedua amalan ini sangat baik dilakukan pada waktu sahur tersebut, bahkan dijadikan salah satu ciri utama orang yang akan meraih kesuksesan dan kebahagiaan yang hakiki, dunia dan akhirat.

Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam QS Ali Imran 17: "(Orang yang akan mendapat nikmat surga) adalah orang orang yang shabar, orang yang benar/jujur, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sahur"
      
Mari kita pergunakan waktu sahur yang sangat agung dan mulia  ini, di samping untuk makan sahur, berdoa berdzikir dan istighfar juga untuk melaksanakan shalat tahajjud dan ibadah-ibadah lainnya. Semoga keberkahan dari Allah SWT terlimpah dan tercurah pada kita semua. Wallahu 'Alam bi Ash shawab
www.republika.co.id