Senin, 27 Jumadil Akhir 1435 H / 28 April 2014
www.eramuslim.com
Menurut keyakinan umat Kristen, Yesus adalah sosok anak Tuhan yang juga
sekaligus menjadi Tuhan bagi umat manusia dan semesta alam, yang telah
dilahirkan oleh seorang perempuan bernama Maria (Maryam atau Mary), namun pada
akhirnya akan harus terkorbankan nyawa-Nya di atas salib demi menebus dosa-dosa
umat manusia, sebagai bentuk kasih-Nya kepada mereka. Ketuhanan Yesus tersebut
diresmikan beberapa abad setelah peristiwa penyaliban itu terjadi, yang
mengesahkan pribadi-Nya sebagai salah satu dari tiga pribadi Tuhan dalam sebuah
konsep yang disebut Tritunggal atau Trinitas. Dan setiap umat Kristen
diharuskan untuk mampu menyatukan tiga pribadi Tuhan tersebut, yaitu Yesus, Ruh
Kudus dan Allah Bapa, ke dalam satu wujud Tuhan Yang Maha Esa, yang mana di
situlah bentuk pengakuan mereka terhadap kebenaran konsep Tritunggal atau
Trinitas tersebut.
Adapun menurut keyakinan kami umat Islam, Yesus adalah makhluq pilihan yang
telah dilahirkan oleh Maryam putri Imran dengan cara khusus dan ajaib yang
telah dikehendaki oleh Allah SWT, yang diutus kepada Bani Israel untuk
meluruskan penyimpangan yang telah terjadi dalam ajaran Taurat, yang tidak
pernah disalib meskipun hanya sebentar, ataupun hingga teraniaya dan terbunuh
secara menyedihkan, melainkan justru diwafatkan dan diangkat dengan cara
terhormat di sisi Allah SWT. Dan menurut kami umat Islam, Tuhan adalah Maha
Suci dari melahirkan ataupun dilahirkan, terlebih jika harus dilahirkan oleh
makhluq-Nya sendiri, ataupun hingga dibunuh oleh sebagian makhluq-Nya. Dan
Tuhan juga adalah Dzat Pengampun yang bisa mengampuni hamba-hamba-Nya dengan
cara yang lebih layak, tanpa harus merubah sepertiga dari diri-Nya untuk
menjadi makhluq yang justru memiliki kelemahan dan kekurangan. Maha Suci Tuhan
dari segala bentuk kelemahan dan kekurangan. Dan Maha Suci Tuhan dari segala
bentuk penganiayaan fisik oleh makhluq-Nya sendiri, karena sesungguhnya Tuhan
adalah Dzat Maha Luas yang jauh melampaui alam fisik yang nyatanya memiliki
kelemahan dan keterbatasan.
Dan selain itu, menurut kami, meski manusia belum sampai menuduh Tuhan telah
teraniaya secara fisik hingga terbunuh oleh makhluq-Nya sendiri, dan hanya baru
menganggap-Nya telah mengambil seorang anak sekalipun, Tuhan sudah begitu
sangat keras memberikan peringatan dan ancaman kepada manusia, di mana Dia
menjelaskan bahwa menuduh-Nya telah memiliki seorang anak telah hampir
mengakibatkan langit pecah, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh. Tuhan yang
telah menciptakan dan mengutus Yesus AS berfirman di dalam al-Qur’an yang
artinya berikut ini:
“Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil
(mempunyai) seorang anak’; Sesungguhnya kalian telah mendatangkan suatu perkara
yang sangat mungkar; Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi
terbelah, dan gunung-gunung runtuh; karena mereka mendakwa Allah Yang Maha
Pemurah telah mempunyai seorang anak; Dan tidak pantas bagi Tuhan Yang Maha
Pemurah untuk mengambil (mempunyai) seorang anak; Tidak ada seorang pun di
langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai
seorang hamba (belaka).” (Maryam: 88-93)
Dalam keyakinan kami umat Islam, Yesus AS adalah sosok yang harus juga kami
hormati sebagaimana kami menghormati Rasulullah Muhammad SAW dan juga para rasul
lainnya. Kami umat Islam tidak membeda-bedakan di antara mereka, hingga
misalnya kami harus mengagungkan Rasulullah Muhammad SAW sampai menganggap
beliau sebagai anak Tuhan yang bisa disembah dan bisa menjadi tempat memohon
dan berdoa. Semua para nabi dan rasul Allah SWT, bagi kami, hanyalah para
makhluq yang sama seperti umat mereka, hanya saja mereka diberi kelebihan
berupa mukjizat sesuai dengan keadaan zaman masing-masing, serta telah
memperoleh jaminan keamanan dan keselamatan di akhirat kelak. Dan meskipun
sebagian para rasul tersebut dianugerahi keutamaan di atas sebagian yang
lainnya, namun itu tidak sampai menjadikan kami mengimani sebagian mereka
sambil mengingkari sebagian yang lain. Kami umat Islam beriman kepada setiap
orang dari para rasul tersebut. Dan kami meyakini bahwa mereka semua memiliki
aqidah dan kepatuhan yang sama, tanpa perbedaan sedikitpun, yaitu sama-sama
beriman kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya serta mematuhi-Nya dalam segala
perkara, dan bukan mematuhi ‘tuhan-tuhan’ selain-Nya.
Dan persamaan dalam aqidah dan kepatuhan itulah yang menjadikan para rasul
tersebut sebagai orang-orang yang sama-sama beragama Islam atau Muslim.
Sehingga, pada dasarnya, meskipun para rasul sebelum Rasulullah Muhammad SAW
tersebut telah membawa syari’atnya masing-masing dengan ketentuannya yang
tersendiri, namun inti dari semua syari’at tersebut adalah sama, yaitu Islam,
Islam dalam arti beriman kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya serta tunduk dan
mematuhi segala perintah dan aturan-Nya. Dan hanya bentuk aturan Allah SWT yang
bersifat teknis sajalah yang tampaknya menjadi letak perbedaan di antara
syari’at-syari’at mereka tersebut; seperti misalnya perbedaan antara syari’at
Yesus AS dengan syari’at Muhammad SAW dalam perkara shalat, di mana dalam syari’at
Yesus AS kita tentu tidak mendapati perintah shalat dengan diharuskan membaca
surat
al-Faatihah di dalamnya, karena memang al-Qur’an sendiri pun
juga belum diturunkan ketika itu. Dan di sinilah kita mendapati keterangan
bahwa shalat yang dipraktikkan dalam syari’at Yesus AS ternyata berbeda dengan
shalat yang dipraktikkan dalam syari’at Muhammad SAW, begitu juga mungkin dalam
syari’at para nabi dan rasul lainnya, di mana akan terdapat sisi persamaan dan
perbedaan dalam teknis shalat mereka masing-masing. Dan itulah salah satu letak
perbedaan di antara para rasul, meskipun mereka semua sama-sama beragama Islam
pada hakikatnya. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya:
“Dan berjihadlah kalian di jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama
orang tua kalian, Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang
Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan supaya kalian semua menjadi
saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kalian pada tali Allah.
Dia adalah Pelindung kalian, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik
Penolong.” (
Al-Hajj: 78)
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): ‘Wahai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi
kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan
memeluk agama Islam’.” (
Al-Baqarah:
132)
“(Yusuf berdoa:) Ya Tuhanku,
sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan
telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir (penerjemahan) mimpi. (Ya Tuhan)
Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah
aku dalam keadaan Muslim dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang shalih.” (Yusuf: 101)
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): ‘Kami beriman kepada Allah dan apa
yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim,
Ismail, Ishaq,
Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa
dan Isa (Yesus) serta apa yang diberikan
kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun di antara mereka dan kami (juga) adalah orang-orang Muslim (yang
tunduk patuh) kepada-Nya’.” (
Al-Baqarah: 136)
Dari beberapa terjemahan ayat tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus
AS yang telah dianggap oleh umat Kristen sebagai anak Tuhan pada hakikatnya
adalah seorang Muslim, sebagaimana Islamnya Nabi Ibrahim AS, Ismail AS, Ishaq
AS, Ya’qub AS, Yusuf AS, Musa AS, dan yang lainnya, dengan Islam yang lebih
bermakna aqidah dan kepatuhan terhadap aturan Allah SWT, dan bukan Islam yang
bermakna syari’at untuk umat manusia akhir zaman. Dalam beberapa perkara yang
bersifat teknis beserta sifat-sifatnya, seperti tata cara shalat, ketentuan
zakat, perkara halal dan haram, dan yang lainnya, keislaman para rasul tersebut
mungkin memiliki perbedaan, namun dalam perkara yang bersifat keyakinan dan
ketaatan, keislaman mereka tidak memiliki perbedaan sedikitpun. Dan hanya Allah
SWT sajalah yang lebih tahu tentang hakikatnya. Dan untuk lebih memperjelas hal
tersebut, berikut adalah terjemahan ayat-ayat al-Qur’an yang terkait lainnya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah agama Islam.”
(
Aali ‘Imraan: 19)
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang merugi.” (
Aali ‘Imraan: 85)
Dari dua terjemahan ayat al-Qur’an tersebut, kalaulah benar Yesus AS dan
para rasul lainnya sebelum Rasulullah Muhammad SAW bukanlah orang-orang Muslim,
tentu Allah SWT juga tidak akan menerima amal kebaikan apapun dari mereka,
karena memang yang akan diterima dan diakui oleh Allah SWT hanyalah yang
mengikuti agama Islam saja, sebagaimana telah disebutkan dalam dua ayat
tersebut.
Oleh karena itu, pada hakikatnya, ketika ummat Yesus AS saat itu memang
telah mematuhi beliau dengan kepatuhan yang benar, dengan mengimani tauhid atau
mengesakan Allah SWT dan mentaati perintah serta menjauhi larangan yang telah
disampaikan oleh beliau dari Allah SWT, maka sesungguhnya mereka pun akan bisa
juga disebut sebagai orang-orang Muslim, meskipun secara syari’at pada
zamannya, mereka disebut sebagai umat Nasrani. Mereka adalah umat Islam secara
aqidah dan kepatuhan, namun Nasrani secara syari’at atau aturan teknis sesuai
zamannya ketika itu. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an yang artinya:
“Maka tatkala Isa (Yesus) mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel),
berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk
(menegakkan agama) Allah?” Para pengikut setia (al-Hawaariyyuun) menjawab:
“Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan
saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim
(yang patuh dan berserah diri).” (
Aali ‘Imraan: 52)
“Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa (Yesus) yang
setia (al-Hawaariyyuun): ‘Berimanlah kalian kepada-Ku dan kepada rasul-Ku’.
Mereka berkata: ‘Kami telah beriman dan saksikanlah bahwa sesungguhnya
kami adalah orang-orang Muslim (yang tunduk dan patuh)’.”
(
Al-Maaidah: 111)
Dari dua terjemahan ayat tersebut, kita akan dapat menyimpulkan bahwa jika
para pengikut Yesus AS saja adalah orang-orang Muslim, maka tentu Yesus AS
sendiri pun juga adalah seorang Muslim, bahkan pastinya keislaman Yesus AS akan
justru lebih baik daripada keislaman orang-orang yang mengikutinya itu sendiri,
karena tentu yang sebenarnya mereka ikuti dari Yesus AS adalah keislaman beliau
tersebut, yaitu keislaman yang berarti kelurusan aqidah dan kepatuhan yang
bulat terhadap kehendak syari’at Allah SWT.
Maka dari itu, jika saja umat Nasrani atau umat Kristen di zaman sekarang
ini juga bersedia untuk mematuhi Yesus AS dengan kepatuhan yang benar, maka
mereka pun akan pasti dan harus menjadi ummat Islam, baik Islam secara
keyakinan maupun secara aturan teknisnya untuk zaman sekarang ini, karena Yesus
AS sendiri pun juga telah mengisyaratkan tentang akan diutusnya seorang nabi
yang harus dipatuhi setelah beliau yang bernama Ahmad atau Muhammad SAW. Hanya
saja, sayangnya ayat-ayat Injil yang menerangkan tentang isyarat kenabian
tersebut tampaknya telah dihilangkan atau dihapus. Dan memang kita tidak
mendapati bukti yang cukup kuat dan jelas untuk menerangkan tentang penghapusan
ayat-ayat tersebut dari Kitab Injil, melainkan hanya berdasarkan keterangan
dari ayat al-Qur’an saja, sebagaimana yang artinya berikut ini:
“Dan (ingatlah) ketika Isa (Yesus) Putra Maryam berkata: ‘Hai Bani
Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan kitab
(yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira
dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad
(Muhammad).’ Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka
dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini adalah sihir yang
nyata’.” (
Ash-Shaff: 6)
Namun meskipun demikian, di dalam Kitab Injil sendiri pun juga ternyata kita
dapati ayat-ayat tentang isyarat kenabian yang semacam itu, yang dalam hal ini,
kita mendapati beberapa ayat yang menerangkan bahwa ternyata sosok Nabi Musa AS
juga pernah mengabarkan tentang akan diutusnya seorang nabi setelah beliau yang
juga harus dipatuhi oleh umatnya. Dan inilah yang setidaknya bisa menjadi
semacam bukti dalam Injil itu sendiri, bukti bahwa ayat-ayat Injil tentang
kedatangan Nabi Muhammad SAW di akhir zaman bisa jadi memang telah sengaja
dihapus dan dibuang. Bisa jadi Yesus AS memang telah mengisyaratkan tentang
kenabian akhir zaman tersebut dalam Kitab Injil, namun saat ini isyarat
tersebut sudah tidak kita dapati lagi, karena memang ayat-ayat Injil sendiri
juga telah bercampur aduk dengan rekayasa tangan manusia.
Dan bahkan, lebih dari itu, ternyata ketika kita memperhatikan secara lebih
seksama ayat-ayat Injil tentang isyarat kenabian setelah Nabi Musa AS tersebut,
tampaknya ayat-ayat tersebut juga sekaligus menjadi bukti atas kenabian Yesus
AS, bukti bahwa Yesus AS bukanlah Tuhan, melainkan hanya seorang nabi atau
rasul sebagaimana Nabi Musa AS. Dan berikut inilah ayat-ayat Injil yang telah
dimaksud tersebut:
“(Kemudian Musa berkata:) Bangsa-bangsa
yang akan kamu duduki itu mendengarkan peramal atau petenung. Namun, kamu tidak
diizinkan oleh TUHAN, Allahmu untuk melakukan hal itu.” (Ulangan 18:14)
“TUHAN, Allahmu, akan membangkitkan seorang nabi
kepadamu dari antara umatmu, dan ia akan
menjadi sepertiku. Kamu harus mendengarkan dia.”(Ulangan
18:15)
“Hal ini seperti yang kamu minta kepada TUHAN, Allahmu, di gunung Horeb
pada waktu kamu berkumpul, dengan berkata, ‘Jangan biarkan kami mendengar suara
TUHAN, Allah kami lagi! Jangan biarkan kami melihat api besar itu atau kami
akan mati!’” (Ulangan 18:16)
“TUHAN berkata kepadaku, ‘Mereka mengatakan hal yang baik’.”
(Ulangan 18:17)
“Aku akan membangkitkan baginya seorang nabi sepertimu dari
tengah-tengahmu sendiri. Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulut-Nya,
dan ia akan berkata kepada mereka seperti yang
Kuperintahkan kepadanya.” (Ulangan 18:18)
Sebelumnya, mungkin perlu untuk kita ketahui bahwa ayat-ayat Injil di atas
sebenarnya adalah versi terpilih dari beberapa versi yang ada dalam bahasa
Indonesia. Karena memang, tampaknya umat Kristen sendiri pun juga tidak terlalu
mempermasalahkan antara mana Kitab Injil yang asli dan mana yang hanya
terjemahan dari Kitab Injil itu sendiri; berbeda dengan umat Islam yang
membedakan antara mana yang al-Qur’an dan mana yang hanya terjemahan dari
al-Qur’an. Ketika umat Islam mempergunakan terjemahan al-Qur’an, mereka tidak
terlalu mempermasalahkan gaya bahasa terjemahan yang ada, selama tidak
menyimpang dari makna utamanya, karena memang terjemahan al-Qur’an bukanlah
al-Qur’an itu sendiri, yang mana tidak boleh dirubah kata-kata dan kalimat
dalam ayat-ayatnya. Namun di sini, kita tidak begitu tahu apakah ayat-ayat
Injil di atas adalah memang bagian murni dari Injil itu sendiri ataukah sekedar
terjemahan darinya, sehingga kita juga akan tidak terlalu mempermasalahkan hal
tersebut, melainkan akan menganggapnya sama saja seperti Injil yang asli.
Dan dari beberapa ayat Injil tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa sosok
nabi atau utusan yang disinggung dalam perkataan Nabi Musa AS tersebut adalah
Yesus, meskipun namanya tidak disebutkan secara langsung. Dan itu dapat kita
ketahui secara jelas dalam ayat kutipan yang terakhir, yaitu kitab Ulangan
18:18, di mana dari ayat tersebut kita memahami bahwa Tuhan akan membangkitkan
atau mengutus seorang nabi seperti Nabi Musa AS dari tengah-tengah Bani Israel,
yang kemudian akan Dia beri firman atau wahyu-Nya, sebagaimana wahyu-Nya kepada
Nabi Musa AS, untuk disampaikan kepada Bani Israel itu sendiri. Ini berarti
bahwa sosok nabi tersebut adalah nabi dari Bani Israel yang akan diberi sebuah
kitab wahyu seperti Kitab Taurat, yang tentu ciri-ciri tersebut hanya akan
cocok dan sesuai dengan Yesus, yang mana juga berasal dari Bani Israel dan juga
memiliki kitab wahyu berupa Injil.
Dan bukti lain bahwa sosok nabi dalam ayat tersebut adalah Yesus adalah gaya
tulisan untuk kata ganti dalam kata “
mulut-Nya”,
yang mana huruf pertamanya menggunakan huruf kapital ‘N’, seakan ingin
menjelaskan bahwa sosok nabi tersebut adalah memang Tuhan Yesus yang harus
dibedakan dalam penulisan kata gantinya, sebagaimana ketika kata ganti untuk
Yesus memang selalu ditulis demikian dalam ayat-ayat lainnya. Namun anehnya,
ternyata dalam dua kata ganti yang berikutnya tidak diberlakukan kaidah tulisan
semacam itu, tanpa kita tahu persis apa alasannya, yaitu dalam kalimat “
dan
ia akan berkata kepada mereka seperti yang
Kuperintahkan kepadanya”, yang mana huruf
pertama dari kedua kata ganti untuk Yesus tersebut tidak menggunakan huruf
kapital
. Dan bahkan,dalam beberapa versi lainnya, kita justru tidak
mendapati sama sekali kata ganti untuk sosok nabi tersebut dalam kata “
mulutnya”
yang melibatkan penggunaan huruf kapital.
Dan bahkan juga lebih dari itu, ada juga versi lain dari ayat tersebut yang
justru berbeda sama sekali gaya bahasanya sehingga penggambaran maknanya pun
juga menjadi berbeda, yang mana tidak menyebutkan “
Aku akan menaruh
firman-Ku dalam mulut-Nya”, melainkan
menggunakan ungkapan yang lain, yaitu “
Aku akan mengatakan kepadanya
apa yang harus dikatakannya”. Artinya, di sini
telah terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dan kurang wajar yang sekaligus
menjadi bukti atas wujud keragu-raguan di antara para penulis Injil itu
sendiri. Mungkin, jika saja perubahan gaya bahasa dari kalimat tersebut
tidaklah sebegitu jauh berbeda, misalnya ungkapan “
menaruh firman-Ku”
dirubah menjadi “
meletakkan wahyu-Ku”, atau yang semacamnya, kita
tentu tidak akan terlalu mempermasalahkan hal tersebut; begitu juga misalnya
jika umat Kristen membedakan antara mana yang Injil asli dan mana yang hanya
terjemahan Injil, agar siapapun dapat langsung merujuk kepada Injil yang asli
tersebut sebagai referensi utamanya, sehingga siapapun akan bisa memastikan
ketepatan setiap terjemahan ayat melalui referensi utama tersebut. Namun memang
demikianlah kenyataan sulit yang kita dapati tentang fenomena Injil.
Dan selain itu, dari ayat tersebut pun juga kita mendapatkan sebuah
permasalahan, yaitu jika memang sosok nabi yang akan diutus seperti Nabi Musa
AS tersebut adalah seorang Tuhan, maka semestinya Nabi Musa AS sendiri pun juga
harus dianggap sebagai Tuhan seperti dirinya, karena dalam ayat itu sendiri
juga telah dijelaskan bahwa mereka berdua memang memiliki persamaan, yaitu
sama-sama nabi, sama-sama berasal dari Bani Israel, dan sama-sama menerima
wahyu dari Tuhan. Namun kalaupun memang sosok nabi yang disebutkan dalam ayat
tersebut bukanlah Yesus, lalu siapakah sosok nabi tersebut, dan firman Tuhan
yang seperti apakah yang telah ditaruh di mulutnya? Dan jika memang sosok nabi
tersebut adalah Yesus, lalu mengapa ummat Kristen menuhankan Yesus yang
hanyalah seorang nabi belaka? Dan jika Yesus yang hanya seorang nabi saja
dianggap sebagai Tuhan, maka mengapa hanya Nabi Yesus saja yang dituhankan?
Bukankah umat Kristen juga tahu bahwa di sana juga terdapat banyak para nabi,
yang juga bisa dianggap Tuhan?
Dan di sinilah kita mendapati kerancuan dalam ajaran agama Kristen, yang
mana di dalamnya terdapat penuhanan yang begitu dipaksakan atas seorang nabi,
namun tidak dipaksakan atas nabi-nabi lainnya. Ayat-ayat Injil yang telah
disebutkan itu pada dasarnya telah cukup untuk menjadi bukti atas kenabian
Yesus AS, yang juga sekaligus menggugurkan ketuhanan beliau, namun kita juga
tidak tahu persis mengapa ummat Kristen masih cenderung menolak bukti kebenaran
tersebut. Maka semoga Allah SWT segera membukakan jalan hidayah kepada ummat
Kristen yang bersungguh-sungguh dalam mencari kebenaran, karena hanya Dialah
yang mampu memberikan petunjuk kebenaran tersebut.
Lebih jauh tentang hal kenabian dalam agama Kristen, di dalam Injil sendiri
juga telah dijelaskan bahwa para nabi yang telah ditunjuk oleh Tuhan pada
dasarnya juga memiliki aqidah yang sama dengan ummat Islam, di mana mereka juga
meyakini bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah SWT, dan bahwa Dialah Dzat
Pencipta yang bersifat Tunggal dan tiada duanya, yang karena aqidah itulah
mereka menjadi tunduk dan patuh terhadap aturan Allah SWT hingga menggolongkan
diri mereka sebagai orang-orang Muslim. Dan berikut inilah beberapa ayat Injil
yang memperjelas kesamaan antara aqidah para nabi ummat Kristen tersebut dengan
aqidah ummat Islam:
- Aqidah Nabi Musa
“Kepadamu telah dinyatakan agar kamu mengetahui bahwa TUHAN itulah Allah.
Tidak ada allah selain Dia.” (Ulangan 4:35)
“Dengarlah, hai orang Israel. TUHAN adalah Allah kita. TUHAN adalah
satu.” (Ulangan 6:4)
“Sekarang lihatlah bahwa Aku, dan hanya Akulah Allah! Tidak ada Allah
yang lain! Aku yang mematikan dan yang menghidupkan orang. Aku dapat melukai
orang, dan dapat menyembuhkannya. Tidak ada orang yang dapat menyelamatkan
orang lain dari kuasa-Ku!” (Ulangan 32:39)
- Aqidah Nabi Daud
“Ya Tuhan ALLAH, Engkau sangat agung. Tidak ada yang seperti Engkau. Dan
tidak ada allah selain Engkau menurut yang telah kami dengar dengan telinga
kami.” (2 Samuel 7:22)
“Tidak ada yang seperti Engkau di antara para allah, ya Tuhan, dan tidak
ada perbuatan seperti yang telah Kaulakukan.” (Mazmur 86:8)
- Aqidah Nabi Salomo (Sulaiman AS)
“dan berkata, ‘Ya TUHAN, Allah Israel, tidak ada allah yang serupa
dengan Engkau baik di langit maupun di bumi. Engkau menepati janji-Mu, dan
menunjukkan kasih setia kepada para hamba-Mu yang setia kepada-Mu dengan
segenap hati’.” (1 Raja-raja 8:23)
- Aqidah Nabi Yesaya
“
TUHAN berkata, ‘Kalian adalah saksi-Ku dan hamba yang Kupilih. Aku
memilih kamu supaya kamu akan menolong orang-orang percaya Aku. Aku memilih
kamu sehingga kamu akan mengerti bahwa “Akulah Ia” Akulah Allah yang sejati.
Tidak ada Allah sebelum Aku, dan tidak akan ada Allah sesudah Aku’.”
(Yesaya 43: 10)
“TUHAN adalah Raja Israel. Dia Yang Mahakuasa adalah Dia yang akan
membebaskan Israel. Dan TUHAN berkata, “Akulah satu-satunya Allah. Tidak ada
allah lain. Akulah Yang Awal dan Yang Terakhir.” (Yesaya 44:6)
“Akulah TUHAN, satu-satunya Allah. Tidak ada Allah kecuali Aku. Aku
memasang pakaian padamu, tetapi engkau masih belum mengenal Aku. Aku melakukan
ini sehingga setiap orang akan tahu, Akulah satu-satunya Allah. Dari timur ke
barat orang-orang akan tahu bahwa Akulah TUHAN dan tidak ada Allah yang lain.”
(Yesaya 45:5-6)
“Ingatlah yang terjadi dahulu. Ingatlah, Akulah Allah dan tidak ada
Allah yang lain. Tidak ada yang lain seperti Aku.” (Yesaya 46:9)
- Aqidah Nabi Yesus (Isa AS)
“
Yesus menjawab, ‘Hukum yang paling utama adalah: ‘Dengarkanlah, hai
orang-orang Israel! Tuhan Allah kita adalah satu-satunya Tuhan’.”
(Markus 12:29)
“
Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari kehendak-Ku sendiri. Seperti yang
Aku dengar, Aku menghakimi dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti
kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.”
(Yohanes 5:30)
“
Inilah hidup yang kekal itu, yaitu mereka mengenal Engkau, satu-satunya
Allah yang benar, dan mengenal Kristus Yesus yang telah Engkau
utus.” (Yohanes 17:3)
Maka dari beberapa bukti dan kenyataan yang telah disampaikan tentang tidak
berdasarnya konsep Tritunggal tersebut, bahwa ia adalah konsep yang terlalu
dipaksakan dan diada-adakan tanpa dalil yang tegas dari ayat-ayat Injil itu
sendiri, selain juga ia justru merendahkan Dzat Pencipta yang seharusnya
diagungkan, kiranya umat Kristen dapat mempertimbangkan tawaran kebenaran
tauhid dari agama Islam. Tawaran tersebut niscaya akan mampu mengakhiri segala
keresahan yang timbul akibat memikirkan sebuah konsep yang jika boleh disebut
adalah konsep ‘Tuhan Maha Tiga’ atau ‘Tuhan Maha Sepertiga’ yang mana telah
begitu jelas bertentangan dengan ayat-ayat monotheisme atau tauhid di dalam
Injil itu sendiri, yang mana justru mengajarkan konsep ‘Tuhan Maha Esa’. Maha Suci
Tuhan dari memiliki sekutu di dalam Dzat-Nya.
Dan jika sekiranya umat Kristen bersedia menerima ajaran tauhid dalam Islam,
maka penerimaan itu pun juga tidak akan sampai menjauhkan mereka dari sosok
Yesus, melainkan akan justru menjadikan mereka lebih dekat dan lebih
menghormatinya dengan cara yang lebih disukai oleh Yesus itu sendiri,
sebagaimana ummat Islam menghormati junjungan mereka, Rasulullah Muhammad SAW,
bahkan termasuk Yesus itu sendiri serta para nabi dan para rasul lainnya. Dan
ketika umat Kristen telah mengimani tauhid dengan benar, maka mereka pun akan
pasti menghormati para nabi dan rasul tersebut dengan penghormatan yang benar
dan lebih layak, sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan Allah Yang Maha Esa.
Sesungguhnya, Allah adalah Dzat Pencipta yang selamanya akan bersifat Esa
atau Tunggal. Tiada satu makhluq pun yang dapat diserupakan dengan-Nya ataupun
hingga bergabung menjadi satu dengan-Nya. Maha Suci Allah dari keyakinan yang
demikian itu. Jika Allah sendiri tidak pernah membutuhkan kelahiran seorang
anak untuk membantu-Nya dalam mengurus dan mengatur jutaan bintang dan
planet-planet, bahkan galaksi-galaksi yang tersebar di angkasa raya, maka
semestinya Dia juga tak akan sampai perlu untuk melahirkan seorang anak hanya
untuk sekedar mengurus urusan manusia di planet bumi ini yang nyatanya juga
hanya berukuran jutaan bahkan milyaran kali lipat lebih kecil dibandingkan apa
yang tersebar di alam raya tersebut. Maha Suci Allah dari memiliki seorang
anak, dan Maha Suci Dzat-Nya yang tidak pernah membutuhkan sekutu dalam
kekuasaan-Nya. Allah memang telah berkehendak untuk menciptakan segala bentuk
sebab dan perantara, namun tiada satu sebab atau satu perantara pun yang akan
pernah menjadi bagian dari diri-Nya. Dia bahkan adalah Dzat yang terlalu suci
untuk dapat dijangkau oleh alam fikiran manusia secara seutuhnya. Maha Suci
Allah SWT dengan segala kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi itulebih besar daripada
penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (
Al-Mu’min/Ghaafir:
57)
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam; yang
kepunyaan-Nya sajalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak,
dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”
(
Al-Furqaan: 2)
Demikianlah. Dan sesungguhnya, tiada seorang pun dari umat Islam yang tahu
persis apakah usahanya akan diterima oleh Allah SWT ataukah sebaliknya, karena
memang umat Islam hanyalah ditugaskan untuk berusaha sesuai kemampuan.
Pencatatan usaha adalah tugas para malaikat, dan bukan tugas manusia, sedangkan
wewenang menerima hanyalah milik Allah SWT. Jadi, yang sebenarnya akan dapat
menyelamatkan umat Islam bukanlah ketaatan mereka ataupun usaha mereka sendiri,
dan bukan pula usaha orang lain, melainkan Allah SWT semata dengan rahmat-Nya,
melalui cara dan rencana-Nya sendiri. Maka mungkin akan lebih tentram bagi
ummat Islam jika mereka tetap hidup sebagai manusia biasa, yang akan memang
bias salah dan akan juga bisa benar, tanpa perlu terbebani oleh tuntutan untuk
selalu benar, selama yang diperbuat bukan dimaksudkan untuk menyebabkan
kerusakan, karena memang yang selalu benar hanyalah Allah SWT. Dan kalaupun
memang ternyata ada yang salah dari usaha atau perbuatan mereka, maka semoga
Allah SWT segera memperbaiki dan mengampuni. Niscaya dengan demikian, mereka
pun akan bisa hidup tentram karena tidak terlalu menggantungkan keselamatan
mereka kepada diri mereka sendiri.
Dan sebaiknyalah ummat Islam tetap bersyukur dan berbahagia dengan cara
masing-masing, tanpa perlu saling memaksakan karakter ataupun kehendak satu
sama lain, selama masing-masing tidak sampai menyimpang dari aturan Islam,
karena memang masing-masing dari mereka akan pasti memiliki kelemahan dan
kekurangan serta kecenderungan yang berbeda. Dan
insyaa’Allaah, dengan
saling melengkapi dan memaklumi kelemahan serta kekurangan sesame tersebut,
sambil menghindari banyak prasangka, serta menjauhi sikap membanding-bandingkan
nasib, dan juga turut berbahagia dengan kebahagiaan sesama, niscaya kedamaian
dan persaudaraan di antara mereka akan dapat tetap terjaga. Dan sesungguhnya
hanya Allah SWT sajalah yang lebih berkuasa atas diri manusia, melebihi diri
manusia itu sendiri. Hanya Dialah yang dapat melindungi kita semua dari segala
bentuk keburukan. Dan hanya dari dan milik-Nya sajalah segala kebenaran,
hidayah dan taufiq.
Wallaahu a’lam.
www.eramuslim.com