Jum'at, 21 Juni 2013
GALAU adalah
istilah yang populer di kalangan anak muda sekarang. Bila disebut
istilah ini, kebanyakan mereka tersenyum simpul dan segera mengerti apa
maksudnya. Namun biasanya “galau” mengalami penyempitan makna sebatas
keresahan akibat kacaunya hubungan asmara, atau kegelisahan pikiran
akibat hal-hal yang berkaitan dengan cinta. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), “galau” artinya sibuk beramai-ramai; ramai sekali;
kacau tidak keruan (pikiran).
Sebenarnya, galau atau resah adalah
kondisi pikiran yang bisa menimpa setiap orang, tidak pandang usia.
Persoalan yang memicunya juga tidak terbatas pada urusan cinta, namun
bisa mencakup segala hal seperti kesehatan, pekerjaan, keluarga, teman,
harta, pendidikan, dsb. Perwujudannya pun bisa sangat beragam, seperti
berwajah muram, tatapan mata yang sayu, badan kurus dan lemah, mengurung
diri, eksplosif dan emosional, bahkan tertimpa penyakit-penyakit fisik
dan psikis yang kronis.
Ketika sedang galau, yang menarik dicermati adalah apa tindakan
seseorang untuk meredakannya? Sebagian orang ada yang memilih tidur
seharian sehingga melalaikan banyak kewajiban dan tanggung jawab, baik
terhadap Allah, diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Ada lagi yang
bermain game selama berjam-jam, menonton beberapa film secara berantai,
pergi ke gunung atau pantai, surfing di internet, menekuni hobbi, dsb.
Di beberapa kota besar, berkembang pula metode terapi melalui Meditasi
dan Yoga.
Sebagai Muslim, pertanyaannya adalah: apa yang diajarkan oleh Islam untuk mengurangi, meredakan, dan melenyapkan keresahan hati?
Hudzaifah bin al-Yaman, seorang Sahabat Nabi, menceritakan bahwa dulu
bila Rasulullah dihadang oleh persoalan yang sangat berat atau dibuat
sedih oleh sesuatu hal, beliau pasti mengerjakan shalat, yakni shalat
sunnah. (Riwayat Abu Dawud. Hadits hasan).
Begitulah, sebab dengan doa dan kekhusyuan di dalamnya maka hati menjadi tenang dan lebih mudah menemukan jalan keluar.
Terkait riwayat diatas, Syaikh ‘Abdurrauf Al-Munawi berkata dalam
Faidhul Qadir, “Sebab shalat adalah penolong untuk mengusir semua
keresahan akibat datangnya musibah, berkat pertolongan Allah Sang Maha
Pencipta. Dengan musibah itu sebenarnya Allah ingin mendorong seseorang
agar menghadap dan mendekatkan diri kepada-Nya. Barangsiapa yang
menghadap kepada Pelindungnya maka Dia akan membentenginya dan Dia
sendiri yang akan turun menangani urusannya. Sebab, orang itu telah
berpaling dari semua selain-Nya. Demikianlah tindakan setiap pembesar
kepada siapa saja yang secara total menghadapkan diri kepadanya.”
Pernah dikisahkan pula bahwa ada seseorang dari suku Khuza’ah yang
merasa sangat kelelahan, lalu berkata, “Aduh, andai saja aku bisa
shalat, sehingga aku bisa beristirahat.” Ucapannya ini dikritik orang
banyak, namun dia menjawabnya dengan berkata, “Aku mendengar Rasulullah
bersabda: ‘Hai Bilal, (serukan) iqamah untuk shalat! Istirahatkanlah
kami dengannya!’” – yakni, dengan shalat. (Riwayat Abu Dawud, Ahmad, dan
al-Baihaqi dalam al-Kubra. Hadits shahih).
Jadi, inilah obat kegalauan hati yang dicontohkan oleh Nabi, yang juga selaras dengan firman Allah:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ketahuilah, dengan mengingat Allah (dzikrullah) maka hati menjadi tenang.”
(QS. ar-Ra’d: 28). Sebagaimana dimaklumi, shalat sendiri dipenuhi
dengan dzikir dan doa, atau merupakan dzikir dan doa yang paling utama.
Tentu saja, contoh beliau jauh lebih baik. Shalat yang dilakukan
dengan khusyu’ bukan hanya menenangkan hati, namun juga berpahala. Ada
banyak sekali ganjaran dan keutamaan shalat yang sudah akrab kita
dengar. Pilihan beliau juga memperlihatkan perbedaan mencolok dengan
sebagian dari kita di zaman sekarang, dimana jika sedang menghadapi
masalah pelik justru berharap agar “diistirahatkan dari shalat”, alias
libur darinya! Astaghfirullah.
Sebagai Muslim, sangatlah tidak pantas – bahkan berbahaya – untuk
meredakan kegelisahan hati dengan mempraktikkan metode-metode yang
berasal dari sistem kepercayaan dan budaya di luar Islam, semisal
Meditasi dan Yoga.
Menurut World Book Encyclopedia 2005 Deluxe Edition, Yoga
bisa mengandung dua pengertian, yaitu aliran pemikiran dalam agama
Hindu, atau sistem latihan mental dan fisik yang dikembangkan oleh
aliran tersebut.
Aliran ini banyak merujuk kepada Upanishad, yaitu bagian terakhir
dari rangkaian Weda. Para penganutnya (disebut Yogi atau Yogin)
menggunakan Yoga untuk mencapai pembebasan jiwa dari penjara tubuh dan
pikiran. Dalam latihannya, Yogi akan dibimbing melalui delapan
tingkatan, dimana tingkat ketujuh adalah dhyana (meditasi) dan yang
kedelapan adalah samadhi. Tingkat terakhir dan tertinggi ini dicapai
ketika seseorang telah merasakan jiwa yang murni, bebas, dan kosong (realize that their soul is pure and free, and empty of all content).
Padahal, menurut Islam, semestinya hati manusia tidak boleh dibiarkan
kosong, akan tetapi harus selalu diisi dengan kesadaran dan dzikir.
Sebab, jika ia kosong, yang akan masuk adalah bisikan setan. Di saat
bersamaan, meditasi dan semedi merupakan bagian dari Delapan Jalan
Kebenaran atau Roda Dharma dalam Buddhisme. Alhasil, metode ini sangat
rawan dan berbahaya (dari sisi akidah), karena penuh dengan syubhat dan
ajaran dari sistem kepercayaan di luar Islam.
Jadi, jika kita merasa galau, kembalilah kepada cara dan metode Islam
untuk meredakannya. Shalat hanya salah satunya. Masih ada banyak
pilihan lainnya. Jangan mengekor budaya dan sistem kepercayaan lain.
Bisa jadi, bukannya menjadi tenang, tetapi tanpa disadari justru
tersesat ke dalam kegelapan tak bertepi. Na’udzu billah. Wallahu
a’lam.*/Alimin Mukhtar
Red: Cholis Akbar
www.hidayatullah.com
Kewajiban berdakwah ada pada setiap muslim dan salah satu pahala yang terus menerus mengalir adalah ilmu yang bermanfaat. Indahnya saling amar ma'ruf nahi munkar. Indahnya memiliki Cinta dan Kasih karena Allah SWT. Indahnya kerinduan pada Rosullullah. Indahnya berfikir positif dan berprasangka baik. Indahnya zakat, infaq dan sodakoh bagi kemakmuran umat Islam dan akherat.Indahnya Islam sebagai agama tauhid pembawa rahmat sekalian alam.
No comments:
Post a Comment