Senin, 16 Mei 2011
Di antara nikmat yang tidak terhitung bagi kita semua adalah ni’matul wujud atau
nikmat kehidupan. Bahwa kita dijadikan salah satu makhluk-Nya yang
dimuliakan yang hidup di alam raya ini. Kehidupan ini memberikan kepada
kita hak-hak yang luar biasa banyaknya setelah Allah swt memberikan
eksistensi/keberadaan diri kita dalam kehidupan.
Karunia kedua, ni’matul insan, fakta bahwa kita adalah
manusia yang ditetapkan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan,
keunggulan dalam struktur jasmani dan ruhani dibanding makhluk-makhluk
lainnya.
Karunia ketiga, ni’matul ‘aql atau karunia akal. Allah swt
memberi kepada kita kemampuan membaca dan menulis, kemampuan untuk
menjelaskan, kekuatan untuk memahami ayat-ayat-Nya yang tersurat dan
tersirat, diantara ayat-ayat-Nya yang tidak tertulis adalah fenomena di
alam raya ini.
Lebih dari pada itu, ada karunia yang jauh lebih besar. Yakni, ni’matul hidayah ilal Islam (karunia petunjuk menjadi seorang Muslim). Inilah nikmat yang paling mulia dan paling berharga.
Dan ini tidak Allah berikan kepada semua manusia, melainkan hanya kepada kita.
"Sesungguhnya kenikmatan beragama hanya Aku berikan kepada hamba yang Aku pilih dari hamba-hamba-KU yang shalih." (al Hadits).
Karena itu nikmat ini haruslah kita syukuri. Inilah jalan
satu-satunya yang Allah berikan kepada kita agar kita mendapat
kebaikan/kemuliaan di dunia dan di akhirat.
“Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, pasti akan Aku tambah. Tapi jika
kamu mengingkari nikmat-Ku, ketahuilah bahwa adzab-Ku pasti pedih .” (QS. Ibrahim (14) : 7)
Mensyukuri nikmat hidayah Islam itu dengan beberapa cara.
Pertama, syukuri nikmat ini dengan menumbuhkan perasaan bahwa kita bangga dan mulia dengan beragama Islam. Kita
harus merasa bangga, percaya diri bahwa kita adalah orang Islam.
Katakan kepada semua orang dengan penuh kebanggaan, ”Saya adalah orang
Islam. Saya adalah umat tauhid. Saya adalah umat al-Qur’an. Saya adalah
umat Muhammad saw.”
Dahulu para sahabat sangat bangga menjadi Muslim. Mereka
mengatakan, ”Ayahku adalah Islam. Tiada lagi selain Islam. Apabila orang
bangga dengan suku, bangsa, kelompok, marga, perkumpulan, paham mereka,
tapi aku bangga nasabku adalah Islam.
Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya,
”Keturunan siapa Kamu ?” Salman yang membanggakan keislamannya, tidak
mengatakan dirinya keturunan Persia, tapi ia mengatakan dengan lantang,
”Saya putera Islam.” inilah sebabnya Rasulullah saw mendeklarasikan
bahwa, ”Salman adalah bagian dari keluarga kami, bagian dari keluarga
Muhammad saw.”
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ
شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ
فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
"Katakanlah, Hai Ahli kitab marilah kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu bahwa tidak
kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
suatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka
katakanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada
Allah)." (QS. Ali Imran (3) : 64).
Maka tatkala ia merasakan keingkaran dari mereka (Bani Israil)
berkatalah dia, Siapakah yang menjadi penolong-penolongku untuk
(menegakkan agama) Allah? para hawariyyin (sahabat-sahabat
setia) menjawab: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. "Kami beriman
kepada Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang menyerahkan diri." (QS. Ali Imran (3) : 52).
Kita harus bangga bahwa kita adalah Muslim. Karena faktanya bahwa
Islam itu diturunkan sebagai misi di mana Muhammad saw sebagai Rasulnya,
juga diturunkan ke muka bumi dengan tujuan menyebarkan kasih sayang.
Karena itu kita haruslah bangga, karena kitalah yang
dinanti-nanti/dirindukan oleh umat manusia. Kita rahmat bagi alam
semesta ini. Kita bagaikan air yang dirindukan oleh orang yang haus
dahaga. Kita adalah makanan yang sedang dimimpikan oleh orang yang
lapar. Kita adalah thabib yang ditunggu-tunggu para pasien.
Fakta lain, kita harus bangga menjadi Muslim, adalah bahwa kita
mempunyai kitab suci. Al-Qur’an sendiri telah menjamin bahwa kitab ini
tidak mungkin ternodai. Tidak satu huruf atau titik pun yang akan
merubah kesucian al-Qur’an yang sudah pasti di pelihara oleh Allah.
Karena itu kebenaran al-Qur’an akan tetap abadi. Al-Qur’an yang ada di
Indonesia adalah al-Qur’an yang ada dan dibaca oleh saudara-saudara kita
di muka bumi lain. Al-Qur’an yang dicetak di Indonesia, Arab Saudi,
Mesir adalah al-Qur’an yang dicetak di seluruh dunia. Oleh karena itu,
kita mempunyai alasan yang sangat kuat bahwa kitalah pihak yang paling
berhak menyampaikan kebenaran dari Allah kepada seluruh umat manusia.
Menjadi rahmat
Kita adalah rahmat untuk seluruh umat manusia. Rahmat bagi yang jauh
dan dekat. Rahmat dalam keadaan damai dan keadaan perang. Rahmat untuk
Muslimin dan Muslimat. Rahmat untuk manusia dan binatang. Rahmat untuk
Muslim dan non-Muslim. Rahmat untuk lingkungan sosial kita. Al-Quran
sendiri yang terdiri dari 114 surat, semuanya diawali dengan
bismillahirrahmanirrahim kecuali surat at Taubah. Ini menunjukkan bahwa
sifat yang menonjol, dan melekat pada diri Allah SWT adalah Ar Rahman
dan Ar Rahim. Rahmat-Nya agung, Rahmat-Nya selalu mengalir, membasahi
seluruh alam. Panutan kita Rasulullah saw dalam peri hidupnya memiliki
sikap kasih sayang.
Demikianlah Allah swt memuliakan kita dengan
Al-Qur’an dan Rasul-Nya.
Cobalah perhatikan, pernah dalam suatu pertempuran Rasulullah saw
menyaksikan ada seorang perempuan yang ikut terbunuh. Lalu beliau
mengatakan kepada para sahabatnya, ”Tidak mungkin perempuan ini ikut
berperang sehingga ia tidak layak di bunuh.” Demikian rahmat Islam dalam
peperangan. Rasulullah saw melarang umatnya untuk membunuh perempuan,
anak-anak, orang tua, para pendeta, merusak tempat ibadah, memotong
pohon. Perang adalah perkara yang sangat dibenci dalam Islam meskipun
perang itu sebagai kenyataan yang dipaksakan dalam kehidupan. Itulah
sebabnya Islam menjelaskan bahwa kita adalah rahmat untuk manusia
sekalipun kita berperang.
Tidak ada manusia yang mencintai perang. Tidak ada manusia yang
senang dengan pertumpahan darah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw
ada kesempatan untuk membunuh lawan-lawannya dalam peristiwa Fathu Makkah (pembebasan
kota Makkah), tapi itu tidak pernah dilakukan oleh beliau. Ketika
seluruh orang Quraisy berkumpul di sekeliling masjidil Haram sebagai
pihak yang kalah, Rasulullah saw bertanya kepada mereka, ”Apa yang
kalian duga yang akan saya lakukan kepada kalian?” orang-orang Quraisy
itu tertunduk dengan mengatakan, ”Kami menduga engkau pasti akan
melakukan sesuatu yang baik bagi kami karena engkau adalah saudara kami
yang mulia (akhun karim),” Kemudian Rasulullah saw mengatakan kepada mereka, ”idzhabu faantum thulaqa’. laa yatsriba ‘alaikumul yaum. (Hari ini tidak ada dendam. Hari ini kalian bebas semuanya. Pergilah semuanya, kalian bebas.
Lihatlah bagaimana Rasulullah memperlihatkan kasih sayang, ketulusan
dan kecintaannya. Bandingkan dengan karikatur yang digambarkan oleh
orang-orang Denmark tentang Rasulullah dengan kartun yang menggambarkan
Rasulullah dikelilingi perempuan sambil menghunus pedang. Itu sangat
berlawanan (kontradiktif) dengan kemuliaan dan kasih sayang Rasulullah
saw. Karena ternyata fakta sejarah menunjukkan Rasulullah saw justru
mampu memunculkan rasa kasih sayang hingga dalam situasi beliau mampu
melakukan apa saja terhadap musuh-musuhnya.
Bila kewajiban kita adalah mensyukuri nikmat Islam, maka kita harus bangga dengan Islam, dan itu artinya kita harus istiqamah dan
konsisten serta konsekwen dengan ajaran Islam. Tidak cukup dengan
kata-kata bahwa kita adalah Muslim, tapi kita harus mengamalkan apa yang
diajarkan oleh Islam. Islam harus mewarnai kehidupan kita, dalam cara
berpikir, bersikap, merasa, dan dalam seluruh gaya hidup kita semuanya.
Islam sebagai pengarah tunggal dalam segala aspek kehidupan kita. Aspek
ideologi, politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan pertahanan keamanan.
Jika kehidupan ini tidak ditemani oleh Islam akan membuat pemburunya kecewa dan akan terjadi penyesalan sepanjang hayat.
Marilah kita jadikan Islam sebagai darah daging kita dan jati diri
kita. Di sinilah rahasia kemuliaan, kejayaan dan kemenangan kita secara
mikro dan makro. Tunjukkan keislaman kita dengan bentuk apa saja;
kepribadian, perilaku, pekerjaan dan hubungan. Di mana saja dan kapan
saja. Sebab, jika orang Islam tak bangga dengan Islam-nya, di situlah
salah satu indikasi awal kemunduran Islam terjadi. Wallahu a’lam.
Shalih Hasyim. Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah
Red: Cholis Akbar
Kewajiban berdakwah ada pada setiap muslim dan salah satu pahala yang terus menerus mengalir adalah ilmu yang bermanfaat. Indahnya saling amar ma'ruf nahi munkar. Indahnya memiliki Cinta dan Kasih karena Allah SWT. Indahnya kerinduan pada Rosullullah. Indahnya berfikir positif dan berprasangka baik. Indahnya zakat, infaq dan sodakoh bagi kemakmuran umat Islam dan akherat.Indahnya Islam sebagai agama tauhid pembawa rahmat sekalian alam.
No comments:
Post a Comment