Selasa, 22 Mei 07
16:05 WIB
Kirim teman
Assalammua'laikum
Wr Wb
Segala puji bagi
ALLAH SWT dan Semoga kesejahteraan selalu dilimpahkan bagi Muhammad Rasulullah
Sallahu Alaihi Wassalam. Begitu pula kesehatan & kesejahteraan senantiasa
dilimpahkanNYA kepada Ustadz, keluarga dan kita semua, muslimin & muslimat.
Berdasarkan QS
14. 33 dan QS 36. 40, ada sebagian orang menterjemahkan dan menafsirkan bahwa
Matahari beredar di orbitnya dan mengitari bumi. Dan bumi tidak beredar, hanya berputar
pada sumbunya. Intinya Bumi sebagai pusat edar dari tata-surya (planet) kita.
Padahal,
sepanjang pengetahuan saya bahwa Matahari-lah yang menjadi Pusat edar, dan
bumi, bulan serta planet lainnya beredar diorbitnya dan mengedari Matahari.
Mohon penjelasan
hal tersebut di atas, dan terimakasih.
Wassalammua'laikum
Wr Wb.
Syarif
Hidayatsyahid_383 at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Setiap ulama
tentu berhak untuk mengeluarkan pendapat dan fatwanya. Juga berhak untuk
diikuti fatwa dan pendapatnya itu oleh umat Islam.
Namun tidak ada
satu pun manusia yang dijamin oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW selalu pasti
benar dalam segala halnya. Bahkan para shahabat yang mulia dan dijamin masuk
surga sekalipun, terkadang tidak saling sependapat dalam banyak masalah antara
sesama mereka. Perbedaan pandangan di kalangan shahabat nabi SAW menunjukkan
bahwa seseorang bisa saja punya pendapat yang berbeda dengan saudaranya, tanpa
harus terjadi permusuhan atau saling ejek di antara mereka.
Para ulama sejak
masa salaf dahulu, banyak yang berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang
benar dalam ijtihad dan di antaranya ada yang salah. Bahkan Imam As-Syafi'i
rahimahullah pernah mengoreksi pendapat-pendapatnya yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sehingga ada dua qaul dalam mazhabnya, yaitu qaul qadim ketika beliau tinggal
di Iraq dan qaul jadid ketika beliau tinggal di Mesir.
Bahkan para ulama
di level mujtahid mutlak sekalipun tidak pernah mewajibkan manusia untuk hanya
berguru kepada dirinya sendiri saja. Bagi mereka, bila ada orang yang ingin
berpendapat sebagaimana pendapat dirinya, boleh saja. Tapi bila menolak dan
mengambil pendapat ulama lain, mereka ikhlas dan sama sekali tidak sakit hati.
Bila di masa
sekarang ini ada pendapat dan pandangan dari ulama tertentu yang barangkali
tidak kita sejalan, tanpa mengurangi rasa hormat kepada beliau, boleh saja hal
itu ditolak dan tidak berdosa. Asalkan ada pembanding dari pendapat ulama
lainnya yang dirasa lebih kuat hujjahnya.
Matahari Mengelilingi
Bumi?
Benar bahwa salah
satu di antara ulama yang berpendapat bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi
adalah Syeikh Al-Utsaimin. Keluasan ilmu beliau dan kedalamannya dalam masalah
agama, tentu tidak perlu diragukan lagi. Namun bukan berarti beliau harus
selalu benar dalam semua pendapatnya.
Apalagi yang
beliau sampaikan bukan terkait dengan masalah umurdiniyyah, melainkan tsaqafah
umum terkait dengan sebuah fenomena alam yang di dalam Al-Quran disampaikan
lewat isyarat. Bukan lewat pernyataan yang bersifat eksplisit. Artinya,
kesalahan dalam memahami hal-hal seperti ini tidak berpengaruh pada masalah
aqidah dan syariah, namun lebih kepada informasi tentang fenomena alam dan ilmu
pengetahuan.
Kalau kita teliti
lebih dalam, sebenarnya di dalam Al-Quran tidak pernah ada ayat yang bunyinya
secara tegas menyebutkan bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi.
Penekanannya di sini pada kalimat: mengelilingi bumi. Kalau ayat yang
menunjukkan bahwa matahari bergerak dan digerakkan oleh Allah SWT, memang
banyak bertaburan di banyak tempat dalam Al-Quran. Akan tetapi tidak ada
satupun yang menyebutkan dengan mengelilingi bumi.
Yang ada hanya
pernyataan bahwa matahari itu bergerak, beredar, terbit, terbenam, condong,
pergi, datang dan sejenisnya. Semua pernyataan itu tentu tidak boleh kita
tolak. Namun sekali lagi, Al-Quran tidak pernah menyebutkan bahwa matahari
MENGELILINGI bumi. Tidak ada ayat yang bunyinya: asyamsu taduru haulal ardhi.
Walhasil, secara
zahir nash tidak ada pernyataan di dalam Al-Quran bahwa matahari mengelilingi
bumi.
Kalau pun
matahari disebutkan telah bergerak dalam arti terbit, terbenam, condong dan
sebagainya, tidak ada seorang muslim pun yang menolaknya. Karena zhahir nash
memang mengatakan demikian. Perhatikan ayat-ayat berikut ini:
Dan Dia telah
menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar; dan telah
menundukkan bagimu malam dan siang.(QS. Ibrahim: 33)
Tidaklah mungkin
bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan
masing-masing beredar pada garis edarnya.(QS. Yasin: 40)
Ilmu pengetahuan
sekarang ini tidak menafikan bahwa matahari beredar dan tidak diam. Sampai di
sini tidak ada perbedaan antara ayat dengan ilmu pengetahuan. Tetapi ayat ini
tidak menyebutkan apapun tentang matahari bergerak mengelilingi bumi. Ayat ini
hanya menyebutkan bahwa matahari hanya bergerak saja pada garis edarnya tanpa
menyebutkan bahwa garis edarnya mengelilingi bumi.
Namun semua yang
terkait dengan informasi matahari itu sangat dikaitkan dengan pandangan
subjektif manusia. Di mana Allah SWT memang berfirman untuk umat manusia. Maka
boleh saja disebutkan bahwa matahari itu terbit, tentunya dari sudut pandang
manusia. Padahal sesungguhnya, matahari tidak pernah pergi menghilang dari
wujudnya, dia hanya menghilang dari pandangan mata kita saja.
Untuk lebih
jelasnya, silahkan perhatikan ayat berikut ini:
Hingga apabila
dia telah sampai ke tempat ter benam matahari, dia melihat matahari terbenam di
dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.
Kami berkata, "Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat
kebaikan terhadap mereka." (QS Al-Kafhi: 86)
Kalau kita lihat
zhahir nash ayat ini, jelas sekali disebutkan bahwa ada tempat terbenamnya
matahari, di mana matahari bukan hanya terbenam, tapi disebutkan tempatnya
masuk ke dalam bumi, yaitu di laut yang berlumpur hitam. Tetapi apakah matahari
turun ke bumi dan masuk ke dalam laut? Tentu tidak bukan. Ini hanya pandangan
subjektif seseorang yang melihat seolah-olah matahari masuk ke dalam laut.
Padahal hakikatnya matahari berjarak 8 menit perjalanan cahaya dari bumi.
Di dalam dalil
lainnya yang juga shahih, disebutkan hal yang lebih aneh lagi. Yaitu matahari
pergi ke 'Arsy.
Nabi SAW berkata
kepada Abu Dzar ketika matahari terbenam. “Apakah engkau tahu ke mana dia
pergi?” Abu Dzar menjawab, “Allah dan rasulnya lebih mengetahui.” Nabi berkata,
“Sesungguhnya dia pergi bersujud di bawah Arsy dan meminta izin lalu diizinkan.
Dan dia meminta izin dan tidak diizinkan. Kemudian dikatakan, kembalilah ke
tempat kamu muncul dan terbenamlah dari arah baratnya.”
Kalau memang
hakikatnya matahari pergi pulang ke arsy tiap hari, dalam logika kita manusia
di muka bumi, tentu harus ada masa dalam 24 jam bumi tidak mendapat sinar
matahari dan juga alam semesta. Namun separuh manusia yang melata di muka bumi
ini selalu dalam keadaan melihat matahari. Matahari tidak pernah tenggelam dari
pandangan seluruh manusia di bumi.
Matahari hanya
kelihatan terbit buat segelintir orang yang kebetulan berada pada posisi
matahari terbit. Demikian juga matahari hanya terbenam dalam pandangan manusia
yang kebetulan berada di belahan bumi yang sebentar lagi membelakangi matahari.
Dan semua itu terjadi bergantian. Tapi sesungguhnya matahari tidak pernah absen
dari kita. Yang terjadi sesungguhnya, manusia lah yang absen dari matahari
dengan membelakanginya.
Dan karena
Al-Quran bukan kitab astronomi, bahkan punya unsur sastra yang tinggi, maka
sah-sah saja semua ungkapan yang seolah-olah menggambarkan bahwa matahari
melakukan semua gerakan itu. Tanpa harus terjebak untuk menjelaskannya secara
astronomi.
Seperti ungkapan
indah Al-Quran tentang malam dan siang yang saling berkejaran, apakah kita mau
artikan bahwa malam dan siang itu seperti dua anak kecil main kejar-kejaran
atau main petak umpet? Tentu tidak, bukan? Ungkapan berkejaran itu adalah gaya
bahasa yang indah, tapi jangan dipahami terlalu teknis dan sederhana.
Bahkan di dalam
Al-Quran bertabur ayat yang punya gaya ungkapan bahasa yang indah, kadang sampai
terasa aneh. Misalnya, uban yang tumbuh di kepala nabi Zakaria, disebutkan
dengan ungkapan khas yaitu uban berkobar di kepala. Berkobar itu kan
sesungguhnya sifat dari api. Tetapi apakah benar kepala nabi Zakaria itu
terbakar? Tentu tidak, bukan?
Ia berkata,
"Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah berkobar
dengan uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo'a kepada Engkau, ya
Tuhanku." (QS Maryam: 4)
Kebenaran Ilmu
Pengetahuan
Namun lepas dari
perbedaan pendapat dalam memahami nash Quran, kita pun harus tahu bahwa
kebenaran dalam ilmu pengetahuan pun tidak pernah mutlak. Setiap kali selalu
saja ada teori yang tumbang dengan teori baru. Setiap saat selalu saja muncul
penemuan dan kebenaran baru, untuk sampai saatnya akan tumbang digantikan
dengan yang baru.
Apa yang kita
yakini sebagai kebenaran empiris tentang ilmu astornomi, sangat kita yakini
suatu hari akan tumbang dengan fakta terbaru.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment