www.eramuslim.com
Saudaraku,
Islam merupakan ajaran yang sangat memperhatikan fitrah manusia. Islam di satu
sisi mendorong penganutnya untuk berlomba dalam menggapai derajat ideal seorang
muttaqin namun pada sisi lain tidak mengabaikan sisi manusiawi dirinya.
Tidak ada sistem kerahiban di dalam Islam dimana seseorang dituntut
untuk hanya beribadah kepada Allah sepanjang waktu sehingga bilamana ia lapar,
haus atau mempunyai kebutuhan manusiawi lainnya maka ia diharuskan untuk
mengabaikannya alias dilarang untuk mempedulikannya apalagi memenuhinya.
Bahkan
di dalam sebuah ayat Al-Qur’an Allah memberitahu kita akan hadirnya aneka syahawaat
(hasrat duniawi) di dalam diri manusia. Dan hendaknya aneka syahawaat
tersebut disikapi secara benar, bukan diabaikan atau dinafikan.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ
وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ
مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ
وَالْحَرْثِ
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
”Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan
di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran ayat 14)
Pada
ayat di atas jelas Allah katakan bahwa segenap jenis hasrat duniawi tersebut
merupakan kesenangan hidup di dunia bagi manusia. Namun di
dalam ayat itu pula Allah mengingatkan orang-orang beriman agar selalu
menyadari bahwa di sisi Allah ada tempat kembali yang lebih baik, yakni surga
di akhirat kelak. Surga merupakan kenikmatan hakiki dan abadi yang Allah
janjikan dan sediakan hanya bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa
kepadaNya.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ
عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
”Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133)
Seorang
yang beriman sangat dikondisikan oleh ajaran Islam untuk memiliki semangat berkompetisi dalam mengejar keberuntungan di akhirat.
Namun itu tidak berarti bahwa ia samasekali tidak diperkenankan menikmati
kesenangan duniawi. Hanya saja ia selalu perlu mengingat bahwa kesenangan dunia
tidak seberapa dibandingkan dengan kesenangan di akhirat. Sehingga dalam sebuah
hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan betapa
hinanya dunia ini. Betapa tidak bergunanya kebanyakan aktifitas manusia di
dunia ini, kecuali beberapa jenis tertentu:
أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا
ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya dunia ini
terkutuk. Terkutuk apa-apa yang ada di dalamnya, kecuali mengingat Allah dan
apa-apa yang menyertainya serta penyebar ilmu dan penuntut ilmu.” (HR Tirmidzy)
Apa-apa
yang dikecualikan oleh Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di dalam
hadits di atas merupakan kegiatan di dunia yang sungguh sangat luas cakupannya.
Terutama ketika Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebut mengingat
Allah dan apa-apa yang menyertainya. Sungguh, apa-apa yang menyertai
mengingat Allah sangatlah luas cakupannya. Ia bisa mencakup urusan bisnis,
bersosialisasi, berkeluarga, bermasyarakat, berda’wah dan berjihad di jalan
Allah.
Bahkan
dalam hadits lainnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam malah menyebutkan
apa saja perkara yang termasuk ke dalam bentuk lain daripada dzikrullah
(mengingat Allah). Dan uniknya, salah satunya ialah bercengkerama dengan keluarga. Subhanallah...!
Suatu kegiatan yang barangkali kebanyakan orang (terutama para bapak yang
bermental workaholic) menganggapnya sebagai menyia-nyiakan waktu saja.
كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
فَهُوَ لَهُوٌ أَوْ سَهْوٌ إِلا
أَرْبَعَ خِصَالٍ
مَشْيُ الرَّجُلِ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ وَتَأْدِيبُهُ فَرَسَهُ
ومُلاعَبَةُ أَهْلِهِ وَتَعَلُّمُ السِّبَاحَةِ
“Segala sesuatu yang bukan
dzikrullah maka ia termasuk perkara melalaikan atau melenakan, kecuali
seorang yang latihan memanah, latihan berkuda, bercengkerama dengan keluarganya
dan belajar berenang” (HR Thabrani)
Apa-apa
yang seringkali dikira kebanyakan orang sebagai perbuatan menghabiskan waktu,
ternyata di dalam ajaran Islam dikategorikan sebagai ibadah penghambaan kepada
Allah. Coba renungkan, bukankah dengan bercengkerama bersama keluarga, berarti
seorang ayah atau suami telah berupaya membangun soliditas di dalam
ruang lingkup elemen masyarakat yang paling kecil? Berarti ia telah menyumbang
sebuah kebaikan bagi masyarakat yaitu keharmonisan dan
ketenteraman yang tentunya didambakan oleh setiap anggota masyarakat beradab. Namun tentunya hal ini harus
dilakukan dengan menjaga rambu-rambunya. Di antaranya ialah tidak dilakukan
berlebihan sehingga melalaikan seseorang akan tugas utamanya beribadah kepada
Allah dan menegakkan kalimat Allah di muka bumi. Lalu ia harus memastikan bahwa
ia terlibat dalam bercengkerama dengan keluarga miliknya bukan dengan
keluarga apalagi istri milik orang lain...!
Dalam
hadits di bawah ini Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam malah
menyampaikan suatu pesan yang bahkan sempat membuat para sahabat dari kalangan
yang kurang mampu menjadi terkejut dan keheranan. Coba perhatikan hadits
berikut ini:
أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَارَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ
كَمَا
نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ
بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ
مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ
تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً
وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً
وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ
لَهُ فِيهَا أَجْرٌ
قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا
وِزْرٌ
فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
“Sesungguhnya di antara sahabat
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam ada yang berkata: ”Ya
Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan
sholat sebagaimana kami mengerjakan sholat, dan mereka berpuasa sebagaimana
kami berpuasa. Dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi shollallahu
’alaih wa sallam bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan bagimu sesuatu
untuk bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap
takbir adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah
sedekah, menyuruh seseorang kepada ma’ruf adalah sedekah, melarangnya dari
perkara mungkar adalah sedekah dan bersetubuhnya seseorang di antara kamu
dengan istrinya adalah sedekah.” Mereka bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah jika
salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya ia mendapat pahala?”
Rasulullah menjawab: ”Tidakkah kamu tahu, apabila seseorang menyalurkan
syahwatnya pada yang haram, dia berdosa? Demikian pula apabila disalurkannya
kepada yang halal, dia mendapat pahala.” (HR Muslim)
Saudaraku, jelas sekali dari keterangan hadits di atas
bagaimana Islam sangat mengakui, memahami bahkan menghargai orang yang
memiliki kebutuhan fitri-manusiawi. Ia tidak saja diizinkan untuk melampiaskan
hasrat syahwat kelaminnya kepada pasangan syar’inya (suami atau
isterinya), namun lebih jauh lagi ia dijamin bakal memperoleh ganjaran alias
pahala di sisi Allah karena melakukannya sesuai aturan Allah.
Ya
Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang pandai mensyukuri nikmat Iman dan
Islam yang telah Engkau anugerahkan kepada kami. Wafatkanlah kami dalam keadaan
senantiasa berserah diri kepadaMu. Karuniakanlah kepada kami hidup bahagia dan
abadi di surgaMu kelak bersama para Nabi, orang-orang jujur, para syuhada,
orang-orang sholeh lainnya dan tentunya bersama anak-istri-orangtua-saudara
kami semuanya. Amin ya Rabb.-
No comments:
Post a Comment