Selasa, 16 Oktober 2012
oleh: Shalih Hasyim
SIAPA tidak kenal Salman al Farisi? Sosok sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam yang
fenomenal ini pernah mengajukan ide cemerlang kepada Nabi pada saat
terjadi perang Khandak. Sulit dibayangkan, bagaimana nasib kaum
Muslimin, seandainya Salman tidak mengemukakan gagasannya membendung
serangan musuh yang terdiri dari kaum Quraisy, Musyrikin dan Yahudi.
Bisa jadi, mereka akan kocar-kacir sebagaimana yang terjadi pada perang
Uhud.
Namun tengoklah, di penghujung ‘masa pensiunanya’. Suatu hari ia
kembali ke kampung halamannya. Ketika masih beragama Majudi, Salman
disegani di negerinya karena menjadi tangan kanan ayahnya menjaga nyala
api keramat. Dalam kepercayaan Majusi, jika nyala itu berhenti sekejap
saja, bakal mengundang kemurkaan dewa.
Tak berapa lama tiba di kampungnya, Salman dikunjungi dua orang
sahabatnya ketika dia masih menganut agama Majusi (penyembah api).
Lantaran harumnya nama Salman, aromanya tercium hingga ke kampungnya.
Lalu bertanyalah dua karibnya tadi, “Benarkah Anda sabahat Rasulullah?”
Apa jawab Salman? Dengan enteng di berkata, ”Saya tidak tahu!”
Senior dan yunior
Dalam setiap masyarakat di manapun, terdiri dari orangtua, pemuda dan
anak-anak. Ada senior atau perintis dan ada pula yunior atau pelanjut.
Semual level itu diperlukan untuk membangun harmoni kehidupan. Setiap
individu di dalamnya, memiliki keunikan tersendiri. Maka setiap
individu harus ditempatkan pada jabatan yang sesuai, sebagai lahan
aktualisasi diri secara profesional. Masing-masing level memiliki
kelebihan dan sekaligus kekurangan. Wajar, sebab manusia adalah tempat
salah dan lupa. Di samping memiliki nalar, juga naluri.
Untuk menciptakan suasana yang sejuk, masing-masing individu dituntut
untuk tahu diri, berani berkorban, dan bukan memperbanyak tuntutan.
Itulah sebabnya dalam Islam hubungan antara yang muda dan yang tua telah
diatur dengan begitu indah. Ada managemen keseimbangn di sana, yakni
hormat (tauqir) dan kasih sayang (rahmah).
Rasulullah bersabda, ”Tidak termasuk golongan kami yang tidak menghormati generasi tua dan tidak menyayangi yang kecil.”
Dalam hal ini pihak orangtua lebih dahulu disebutkan, karena sebagai
pendahulu mereka lebih berjasa. Merekalah yang pertama babat alas, atau
menjadi pengawal amal.
Satu ungkapan Arab berbunyi: Al Afdhalu lil mubtadi walau ahsanal muqtadi (keutamaan itu bagi perintis, sekalipun pelanjut itu lebih baik). Pun dalam ungkapan lain disebutkan: Al Bidayatu ahsanu min kulli syaiin (perintis itu lebih baik dari setiap aspek, karena telah memulai separo perjalanan lebih).
Komunikasi
Komunikasi menjadi hal yang sangat penting untuk menjembatani
pemikiran dan pengalaman antar dua generasi ini. Diperlukan seni dalam
proses peralihan dan pewarisan nilai dan amal. Bagaimana agar sang
senior tidak menjadi orang tua yang ingin mempertahankan status quo. Bahkan perjuangan yang telah dilakukan dapat menjadi contoh bagi generasi mendatang.
Yakni, berorientasi pada amal, bukan jabatan. Para senior harus
terlebih dahulu menjadi tentara aqidah. Bukan tentara jabatan, wanita,
harta dan kepentingan.
Jadilah senior yang independen. Tambah usia tambah berbudi, makin tua
makin mengabdi. Bukan sebaliknya makin tua makin sombong, dan cengeng.
Rasulullah bersabda, ”Pemuda yang terbaik adalah yang arif seperti orangtua, dan orangtua yang terjelek adalah berkarakter seperti pemuda.”
Orangtua harus menjadi marja’ (rujukan) dalam membangun orientasi kehidupan, ilmu, iman dan amal.
Hal yang selayaknya terus dipertajam untuk meluruskan niat.
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِي
”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah. Tuhan semesta alam,” (QS: Al An’am 162).
Dalam keterangan lain Allah berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاء النَّاسِ
”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu batalkan sodaqah kamu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti orang lain.” (QS: Al Baqarah: 264).
Yang Muda yang Menyadari
Bak gayung bersambut, para penerus dan pelanjut estafet kepemimpinan
juga dituntut menyadari bahwa sekiranya pendahulu tidak menanam pohon
kelapa, mustahil hari ini mereka bisa meminum air kelapa.
Kita telah menikmati hasil jerih payah para salafus shalih. Merekalah
yang lebih dahulu beramal, berjuang, dengan harta, nyawa tanpa
berfikir besok makan apa dan menempati jabatan apa. Sepatutnya yang
yunior selalu berdo’a untuk yang senior sebagai bentuk penghormatan
kepada para pendahulunya. Lebih-lebih jika prestasi yunior tidak lebih
baik dari amal senior.
Rasulullah mengajarkan adab do’a untuk menghormati mereka yang direkam dalam firman-Nya:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan
kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS: Al Hasyr: 10)
Jadi, definisi , maka orangtua macam begini bagai bayi tua. Umur semakin bertambah, tetapi sifat dan perilakunya kanak-kanak.
Sebaliknya, orangtua yang kaya ilmu dan iman semakin menarik, dan menjadi bahan referensi.
Di sinilah pentingnya terwujud suasana pergaulan yang mencerahkan dan
menyejukkan. Masing-masing level yang ada harus saling komunikasi
(silaturrahim). Dari silaturrahim akan saling kenal (ta’aruf), dari ta’aruf akan menjadi silatush shadr (saling berlapang dada), dari silatush shadr akan menjadi shilatul qalbi (saling menjalin ikatan hati), dari shilatul qalbi akan berujung kepada shilaatul amal (saling bekerja sama mengangkat amal shalih).
Dengan silturrahim, kita akan memahami dan mengetahui sisi kelemahan
dan kelebihan. Dalam semangat ini, kelemahan akan dapat dibenahi,
kecuali dia sombong. Karena kesombongan adalah perbuatan menolak
kebenaran dan meremehkan orang lain. Penyakit ini lahir ketika ia merasa
paling taat, paling berjasa, paling berperan dan seterusnya. Padahal,
amal shalih yang berujung kepada kebanggaan itu lebih jahat dibandingkan
dengan perbuatan keji yang berujung kepada penyesalan.
Yahya bin Muadz memberikan peringatan keras, “Hendaknya kalian
menghindari diri dari ujub. Karena ujub itu membinasakan pemiliknya dan
akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar. Maka seorang
yang tertidur di malam hari kemudian bangun dalam keadaan menyesal, itu
lebih baik daripada orang yang bangun di malam hari, tapi pada pagi
harinya ia merasa ujub."
Rasulullah bersabda, ”Orang yang menyesal akan menunggu rahmat,
sedangkan orang yang ujub menunggu kemurkaan Allah,” (Riwayat Bukhari
dan Ahmad).
Ibnul Haaj berkata dalam Al Madkhal, “Siapa yang merasa bangga
sedikit saja, niscaya ia tidak berharga sama sekali di hadapan Allah.”
Ada seorang yang bertanya kepada Aisyah. ”Kapan seseorang itu
dikatakan berbuat buruk?” Ia menjawab, ”Yaitu ketika ia menyangka
(yaz’amu) bahwa ia telah berbuat baik.“
Inilah kelemahan yang bisa menjadi sandungan kebangkitan Islam dan
pertolongan Allah. Amal kita biasa-biasa saja, tetapi minta dihargai
dengan harga yang selangit. Sedangkan pendahulu kita kaya amal, namun
merasa belum berbuat apa-apa.
Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini agar bisa beramal, dan berilah
petunjuk agar bisa menjaga kualitas, mutu dan bobot amal. Dan jauhkanlah
kedengkian dalam diri kami terhadap para pendahulu kami, para mujahid
dahwah yang mukhlis. Amin.*
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah
Red: Cholis Akbar
www.hidayatullah.com
Kewajiban berdakwah ada pada setiap muslim dan salah satu pahala yang terus menerus mengalir adalah ilmu yang bermanfaat. Indahnya saling amar ma'ruf nahi munkar. Indahnya memiliki Cinta dan Kasih karena Allah SWT. Indahnya kerinduan pada Rosullullah. Indahnya berfikir positif dan berprasangka baik. Indahnya zakat, infaq dan sodakoh bagi kemakmuran umat Islam dan akherat.Indahnya Islam sebagai agama tauhid pembawa rahmat sekalian alam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment