WWW.ERAMUSLIM.COM
Kamis, 27/08/2009 09:09 WIB
Assalamualaikum, Ustadz...
Alhamdulillah, saat ini saya sudah dapat
nyicil rumah... Untuk dalam jangka waktu beberapa tahun ini saya memiliki utang
untuk cicilan rumah. Jika dijumlahkan, penghasilan saya setelah dikurangi utang
cicilan, besarnya di bawah nisab. Jika
tanpa dikurangi utang, penghasilan saya masih di atas nisab. Apakah saya masih
wajib Zakat? Hal ini harus saya ketahui agar ada kepastian niat saya saat
mengeluarkan harta, apakah untuk zakat (jika masih wajib zakat) atau cukup
diniatkan sadaqah saja (jika tidak wajib zakat).
Terima kasih Ustadz,,,
Jazakallah...
Abdullah aatn
JAWABAN
Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Abdullah aatn
yang luar biasa. Mudah-mudahan Allah meluruskan niat kita dalam berzakat karena
Allah Swt. Amin
Betul bapak Abdullah segala sesuatu
perbuatan/tindakan (termasuk berzakat) syah atau tidaknya tergantung niatnya,
sebagaimana sabda Rasul; “Sesungguhnya
sahnya sesuatu tergantung niatnya” (HR. Muslim). Seperti halnya
saat kita sholat subuh atau zuhur yang membedakan adalah niatnya subuh 2
rokaat, zuhur 4 rakaat.
Apakah zakat penghasilan dari brutto (penghasilan
kotor, tidak dikurangi utang) atau netto
(pendapatan bersih, dikurangi utang)?
Firman Allah SWT:
..dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian (QS. Adz Dzariyat:19), Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS. Al Baqarah 267)
..dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian (QS. Adz Dzariyat:19), Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS. Al Baqarah 267)
Nabi SAW bersabda yang artinya:
“Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu” (HR. Bukhori )
“Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu” (HR. Bukhori )
Menurut DR. Yusuf Qardhawi mengenai zakat
pendapatan adalah: “sisa gaji dan pendapatan setahun, wajib zakat bila mencapai
nisab uang, sedang kan gaji dan upah setahun yang tidak mencapai nisab uang,
tidak wajib zakat.” Al-Qardhawi dalam kitab Fiqhuz Zakat, menyebutkan “dalam hal
ini para ulama berbeda pendapat dalam penentuan penghitungannya. Apakah zakat
itu berdasarkan pemasukan kotor (brutto)
atau berdasarkan pemasukan bersih setelah dipotong dengan pengeluaran pokok (netto).
Beliau sendiri menerima kedua pendapat itu
dengan membedakan bila seseorang punya pendapatan lumayan besar, sebaiknya
mengeluarkan zakat berdasarkan pendapatan kotor. Sedangkan bila seseorang
memang termasuk kecil pemasukannya dan banyak tanggungan wajibnya, maka dia
mengeluarkan zakat berdasarkan penghasilan bersihnya saja.
Cara yang pertama (bruto), begitu menerima penghasilan/gaji (setelah potong pajak) pemilik harta/muzakki tersebut segera menentukan zakatnya tanpa menguranginya dengan kebutuhan pokok minimum. Istilah bruto disini kaitannya dengan kebutuhan pokok hidup sedangkan kalau dari segi pajak dikategorikan Netto, karena pajak merupakan kewajiban warga Negara terhadap negara. Cara yang kedua (Netto), pemilik harta/muzakki terlebih dahulu mengurangi penghasilan yang mereka terima dengan kebutuhan pokok minimum pemilik harta tersebut.
Beliau menjelaskan perhitungan zakat
profesi dibedakan menurut dua cara:
1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor (brutto) secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok (pendapatan bersih, dikurangi utang). Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.
1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor (brutto) secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok (pendapatan bersih, dikurangi utang). Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.
Dengan demikian dapat ditegaskan pendapat
yang terpilih tentang kewajiban zakat atas gaji, upah, dan sejenisnya, hanya
diambil dari pendapatan bersih (netto). Sebab, lebih adil setelah dipotong
dengan kebutuhan pokok (pendapatan bersih, dikurangi utang). Pengambilan
dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila
ada dan biaya hidup terendah seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa
dikeluarkan karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok
seseorang.
Bahkan Al-Qardhawi membedakan antara zakat
uang/harta, dan zakat pendapatan/profesi, adalah sbb:
Zakat uang dikeluarkan setelah dipotongü oleh kebutuhan pokok, menjadi harta sisa atau harta kelebihan. Zakatnya 2.5%, haul 1 thn.
Zakat pendapatan dikeluarkan setelah dipotong oleh biaya-biayaü untuk melakukan pekerjaan tersebut seperti hutang-hutang, biaya transport, dan yang sejenis, menjadi pendapatan bersih take home pay, bukan merupakan harta sisa atau kelebihan. Zakatnya 10% atau 5% tiap menerima gaji.
Zakat uang dikeluarkan setelah dipotongü oleh kebutuhan pokok, menjadi harta sisa atau harta kelebihan. Zakatnya 2.5%, haul 1 thn.
Zakat pendapatan dikeluarkan setelah dipotong oleh biaya-biayaü untuk melakukan pekerjaan tersebut seperti hutang-hutang, biaya transport, dan yang sejenis, menjadi pendapatan bersih take home pay, bukan merupakan harta sisa atau kelebihan. Zakatnya 10% atau 5% tiap menerima gaji.
Pertanyaan berikutnya jika tanpa dikurangi
utang, penghasilan masih di atas nisab. Apakah masih wajib Zakat (jika masih
wajib zakat) atau cukup diniatkan sadaqah saja (jika tidak wajib zakat)?
"Bila
engkau memiliki 20 dinar emas dan sudah mencapai satu tahun maka zakatnya
setengah dinar (2,5%)". HR Ahmad.
Al-Qardhawi menjelaskan "20 dinar
(nisab zakat emas)" ditemukan dalam museum yang menyimpan dinar sejak
zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan--merupakan dinar pertama yang diciptakan
dan disebarluaskan umat Islam bahwa bobot satu dinar itu sama dengan 4,25 gram.
Jika 20 dinar beratnya sama dengan 85 gram
Berdasarkan hal itu maka sisa gaji dan
pendapatan setahun wajib zakat bila mencapai nisab uang emas 85 gram emas,
sedangkan gaji dan upah setahun yang tidak mencapai nisab uang, tidak wajib
zakat sangat dianjurkan untuk sedekah atau berinfak sebab hidup kita akan lebih
berkah dan bermanfaat.
Al-hasil, apabila seseorang dengan hasil profesinya hanya
sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya dan pas-pasan, atau lebih sedikit
maka baginya tidak wajib zakat cukup bersedekah saja. Kebutuhan hidup yang
dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan (kredit rumah), sandang, pangan
dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA
No comments:
Post a Comment