Wednesday 17 April 2013

Punya Utang, Masih Wajib Zakat?


WWW.ERAMUSLIM.COM

Kamis, 27/08/2009 09:09 WIB
Assalamualaikum, Ustadz...
Alhamdulillah, saat ini saya sudah dapat nyicil rumah... Untuk dalam jangka waktu beberapa tahun ini saya memiliki utang untuk cicilan rumah. Jika dijumlahkan, penghasilan saya setelah dikurangi utang cicilan, besarnya di bawah nisab. Jika tanpa dikurangi utang, penghasilan saya masih di atas nisab. Apakah saya masih wajib Zakat? Hal ini harus saya ketahui agar ada kepastian niat saya saat mengeluarkan harta, apakah untuk zakat (jika masih wajib zakat) atau cukup diniatkan sadaqah saja (jika tidak wajib zakat).
Terima kasih Ustadz,,,
Jazakallah...
Abdullah aatn

JAWABAN

Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Abdullah aatn yang luar biasa. Mudah-mudahan Allah meluruskan niat kita dalam berzakat karena Allah Swt. Amin
Betul bapak Abdullah segala sesuatu perbuatan/tindakan (termasuk berzakat) syah atau tidaknya tergantung niatnya, sebagaimana sabda Rasul; “Sesungguhnya sahnya sesuatu tergantung niatnya” (HR. Muslim). Seperti halnya saat kita sholat subuh atau zuhur yang membedakan adalah niatnya subuh 2 rokaat, zuhur 4 rakaat.
Apakah zakat penghasilan dari brutto (penghasilan kotor, tidak dikurangi utang) atau netto (pendapatan bersih, dikurangi utang)?
Firman Allah SWT:
..dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian (QS. Adz Dzariyat:19), Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS. Al Baqarah 267)
Nabi SAW bersabda yang artinya:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu” (HR. Bukhori )
Menurut DR. Yusuf Qardhawi mengenai zakat pendapatan adalah: “sisa gaji dan pendapatan setahun, wajib zakat bila mencapai nisab uang, sedang kan gaji dan upah setahun yang tidak mencapai nisab uang, tidak wajib zakat.” Al-Qardhawi dalam kitab Fiqhuz Zakat, menyebutkan “dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam penentuan penghitungannya. Apakah zakat itu berdasarkan pemasukan kotor (brutto) atau berdasarkan pemasukan bersih setelah dipotong dengan pengeluaran pokok (netto).
Beliau sendiri menerima kedua pendapat itu dengan membedakan bila seseorang punya pendapatan lumayan besar, sebaiknya mengeluarkan zakat berdasarkan pendapatan kotor. Sedangkan bila seseorang memang termasuk kecil pemasukannya dan banyak tanggungan wajibnya, maka dia mengeluarkan zakat berdasarkan penghasilan bersihnya saja.

Cara yang pertama (bruto), begitu menerima penghasilan/gaji (setelah potong pajak) pemilik harta/muzakki tersebut segera menentukan zakatnya tanpa menguranginya dengan kebutuhan pokok minimum. Istilah bruto disini kaitannya dengan kebutuhan pokok hidup sedangkan kalau dari segi pajak dikategorikan Netto, karena pajak merupakan kewajiban warga Negara terhadap negara. Cara yang kedua (Netto), pemilik harta/muzakki terlebih dahulu mengurangi penghasilan yang mereka terima dengan kebutuhan pokok minimum pemilik harta tersebut.
Beliau menjelaskan perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor (brutto) secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok (pendapatan bersih, dikurangi utang). Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.
Dengan demikian dapat ditegaskan pendapat yang terpilih tentang kewajiban zakat atas gaji, upah, dan sejenisnya, hanya diambil dari pendapatan bersih (netto). Sebab, lebih adil setelah dipotong dengan kebutuhan pokok (pendapatan bersih, dikurangi utang). Pengambilan dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup terendah seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang.
Bahkan Al-Qardhawi membedakan antara zakat uang/harta, dan zakat pendapatan/profesi, adalah sbb:
 Zakat uang dikeluarkan setelah dipotong
ü oleh kebutuhan pokok, menjadi harta sisa atau harta kelebihan. Zakatnya 2.5%, haul 1 thn.
 Zakat pendapatan dikeluarkan setelah dipotong oleh biaya-biaya
ü untuk melakukan pekerjaan tersebut seperti hutang-hutang, biaya transport, dan yang sejenis, menjadi pendapatan bersih take home pay, bukan merupakan harta sisa atau kelebihan. Zakatnya 10% atau 5% tiap menerima gaji.
Pertanyaan berikutnya jika tanpa dikurangi utang, penghasilan masih di atas nisab. Apakah masih wajib Zakat (jika masih wajib zakat) atau cukup diniatkan sadaqah saja (jika tidak wajib zakat)?
"Bila engkau memiliki 20 dinar emas dan sudah mencapai satu tahun maka zakatnya setengah dinar (2,5%)". HR Ahmad.
Al-Qardhawi menjelaskan "20 dinar (nisab zakat emas)" ditemukan dalam museum yang menyimpan dinar sejak zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan--merupakan dinar pertama yang diciptakan dan disebarluaskan umat Islam bahwa bobot satu dinar itu sama dengan 4,25 gram. Jika 20 dinar beratnya sama dengan 85 gram
Berdasarkan hal itu maka sisa gaji dan pendapatan setahun wajib zakat bila mencapai nisab uang emas 85 gram emas, sedangkan gaji dan upah setahun yang tidak mencapai nisab uang, tidak wajib zakat sangat dianjurkan untuk sedekah atau berinfak sebab hidup kita akan lebih berkah dan bermanfaat.
Al-hasil, apabila seseorang dengan hasil profesinya  hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya dan pas-pasan, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat cukup bersedekah saja. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan (kredit rumah), sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA

No comments:

Post a Comment