Senin,
4 Peb 08 07:43 WIB
Assalamu'alaikum
Wr. Wb.
Ustadz yang saya hormati. Saya prihatin
dengan kondisi umat Islam indonesia.. selain banyaknya umat Islam yang masih
berada dalam kesulitan (ekonomi lemah, pendidikan rendah ditambah dengan
lemahnya keimanan).
Di sisi lain, sebagian umat Islam yang
mengaku penyeru kepada dinullah malah
saling berseteru satu sama lainnya, saling hujat, saling fitnah dan selalu
berseberangan satu dengan lainnya disebabkan oleh masalah-masalah khilafiah dan
bagaimana suatu kelompok memilih jalan perjuangannya untuk menegakkan Islam.
Tidak jarang satu kelompok mengkafirkan
kelompok lain, memfonis sebagai ahli bid'ah dan khurafat. yang lebih memalukan
lagi pertentangan mereka dipublikasikan di wahana umum (internet ) yang
notabene siapapun bisa mengakses (termasuk para anti Islam)
Mohon maaf kalau saya harus menyebutkan
nama. Sebagai contoh, saudara kita yang mengaku sebagai kelompok salafiy.
Apabila kita lihat situs-situsnya, sebagian berisi penghujatan terhadap
kelompok/jama'ah lain (semisal Ikhwanul muslimin dan jama'ah tabligh).
Sepertinya energi mereka habis mereka gunakan untuk mencari-cari kesalahan dan
kelemahan jama'ah-jama'ah lain alih-alih mendidik umat Islam yang masih jauh
dari aqidah yang lurus.
Apakah dakwah yang seperti itu (baca:
metode kelompok salafiy) sesuai dengan prinsip dinul Islam yang mempunyai
filosofi rahmatan
lil'alamin?
Adakah usaha dari para pimpinan
jama'ah-jama'ah itu untuk mencari titik temu dalam memperjuangkan tegaknya
Islam yang kita cintai ini?
Arfan
arfanm94@yahoo.co.id
arfanm94@yahoo.co.id
Jawaban
Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya dan sejujunya, tidak semua orang yang mengklaim dirinya sebagai penganut manhaj salaf atau menamanakan kelompok mereka sebagai salafi melakukan hal yang kurang baik itu.
Sebenarnya dan sejujunya, tidak semua orang yang mengklaim dirinya sebagai penganut manhaj salaf atau menamanakan kelompok mereka sebagai salafi melakukan hal yang kurang baik itu.
Kami mengenal banyak tokoh mereka, bahkan
dahulu pernah satu bangku kuliah. Sebagian dari mereka malah menjadi dosen kami
sendiri. Kami menghormati mereka sebagaimana mereka juga bersikap sangat
hormat.
Kesan yang kami tangkap dari para ikhwah salafiyyin ini justru simpatik, ramah dan akrab. Meski mereka tetap
tampil dengan 'assesoris' khas mreka, yakni menaikkan celana di atas lutut,
jenggotnya panjang sampai perut, baju kemeja dikeluarkan, anti nasyid, dan
segala ciri khas atribut penganut salafi, tetapi mereka tetap manusia, yang
bisa juga bercanda, tertawa bahkan nyaris tidak ada garis batas.
Toh kami dan teman-teman salafi, semuanya
saat itu sedang menuntut ilmu, dan kami pun mempelajari khilafiyah fiqhiyah
dari kitab-kitab fiqih. Kami yakin para ikhwah aktifis salafi yang pernah duduk
di LIPIA saat itu kalau baca tulisan ini, pasti akan mengenang masa manis
terindah saat itu.
Mata kuliah Fiqih adalah mata kuliah yang
semuanya berisi masalah khilafiyah. Kami harus menghafal sekian banyak pendapat
dari para ulama berikut dengan dalilnya. Demikian juga dengan kuliah Ushul
Fiqih yang sangat menekankan logika dan kaidah.
Sikap Sebagian Kalangan
Maka kalau ada kesan bahwa sikap teman-teman salafi itu kurang
simpatik, suka mencela atau suka mengejek, kami katakan bahwa itu sama sekali
tidak mewakili semua salafi.
Banyak ustadz salafi yang sangat berhati-hati dan menjauhkan
diri dari sikap-sikap yang agak kurang mengena di hati. Mereka berdakwah
mengajak orang ke jalan Allah, dengan niat yang ikhlas dan bersih dari
kepentingan pribadi.
Memang kami tidak bisa menafikan bahwa ada sikap-sikap yang anda
sebutkan itu. Situs dan media lainnya jelas menggambarkan hal itu. Ini tidak
bisa ditampik, karenya nyatanya memang ada.
Tetapi kami yakin bahwa para ikhwah salafiyyin yang shalih,
santun, berbudi dan ramah tentu jauh lebih banyak. Mereka tetap memandang
banyak hal sebagai bid'ah, syirik dan sebagainya. Namun cara mereka dalam
menyampaikan jauh lebih santun, tidak main cela, asal caci apalagi sampai
menghalalkan darah.
Faksi-faksi Dalam Salafiyyin
Dan perlu juga kita ketahui bersama, di tengah kalangan
salafiyyin sendiri tetap muncul berbagai kelompok, yang mana satu sama lain pun
sering kali tidak sepakat. Ketidak-sepakatan ini kadang melahirkan pemandangan
yang memalukan, karena mereka jadi bertengkar.
Bahkan para tokoh ulama yang sering dijadikan rujukan oleh kalangan
ini, seringkali kita dapati berbeda pendapat.
Kalau kita pernah membaca ada situs salafi yang menghujat suatu
kelompok seperti yang anda ceritakan, ketahuilah bahwa nyatanya terhadap sesama
salafi sendiri pun juga tidak sepi dari saling hujat. Bahkan kadang lebih serem
dari yang kita baca.
Rupanya pertentangan di tengah kelompok yang sama-sama menamakan
diri sebagai salafi itu juga seru. Saling caci, saling maki, bahkan sampai
taraf mubahalah satu
dengan yang lain.
Yang satu menuduh temannya sebagai salafi palsu, lalu membongkar
semua 'aib temannya itu di media atau situs mereka, sehingga orang sedunia
membacanya. Maka temannya yang dibegitukan tidak terima, lalu balas orang yang
menuduhnya dan dikatakan sebagai salafi gadungan. Besoknya muncul tulisan di
media untuk membongkar kedok lawannya. Dan begitulah yang sering kita lihat. Weleh-weleh.
Etika Berdakwah
Lucunya, semua mengaku sedang berdakwah, mengajak orang ke jalan
Allah, menyebarkan syariat Muhammad SAW. Dan semua mengklaim bahwa kelompoknya
saja yang paling benar. Kelompok lainnya dianggap salafi palsu, salafi
gadungan, dan harus dibongkar kedoknya.
Kenapa kita tidak melakukan silaturrahim, tukar pikiran, brainstorming dan membangun dialog dengan
dilapisi rasa sayang dan kemesraan?
Sebenarnya tidak harus ada perang opini di media sampai harus
melakukan caci maki. Karena toh kita bisa melakukan apa yang pernah dilakukan
oleh para ulama salaf dahulu, di mana mereka tetap saling bertenggang rasa
meski tidak sependapat.
Sedih rasanya kalau membaca kejadian demi kejadian di tengah
umat Islam. Semoga ke depan mereka bisa akur dan saling menyayangi.
Akar Masalah Penyebab Sikap
Kurang Terpuji
Kalau kita kaji lebih dalam, barangkali ada beberapa hal yang
boleh dibilang ikut melatar-belakangi sikap-sikap itu, antara lain:
1. Kesalahan Paradigma Dakwah
Harus secara jujur kita akui bahwa masih seringkali kita -siapa
pun juga- punya paradigma keliru terhadap dakwah. Rasanya kalau sudah bisa
mentahdzir, memperingatkan, atau mengutuk perbuatan orang yang dianggap salah,
berarti dakwah sudah selesai.
Kalau sudah berhasil mencaci maki habis di media internet,
rekaman ceramah atau lewat buku dan majalah, berarti urusan sudah selesai.
Sedangkan bagaimana reaksi dan penerimaan mereka yang
diingatkan, tidak ada urusan. Biar yang ditahdzir itu merasa terhina sekalian,
dan itu memang disengaja, sebab hinaan justru itu dianggap sebagai hukuman atas
kesahalannya. Astaghfirullah
Inilah bentuk paradigma yang salah kaprah. Kalau sampai seorang
pimpinan kelompok punya pikiran seperti ini, memang masalahnya tidak akan
selesai.
2. Rancunya Konsep Mabadi'
dan Furu'iyah
Kesalahan kedua adalah tercampur baurnya konsep masalah pokok
dengan masalah cabang. Kita sering lihat apa yang dijadikan bahan pertengkaran
hanya urusan sepele, tidak jelas ujung pangkalnya. Bahkan para ulama besar pun
masih berbeda pendapat.
Tapi perbedaan pendapat itulah kemudian yang dijadikan 'amunisi'
untuk menyerang saudaranya. Dan dianggapnya bahwa pendapat yang dibelanya itu
adalah kebenaran hakiki. Siapa pun yang tidak setuju dengan pendapat dirinya,
maka harus jadi musuhnya.
Kita memang harus tegas kepada kelompok yang jelas-jelas
menyimpang dari aqidah, misalnya kalangan Ahmadiyah yang bernabi kepada Mirza
Ghulam. Atau kepada kalangan Liberalis yang menyatakan semua agama sama dan
benar serta diterima Allah.
Tapi kalau urusan jenggot, isbal, baju kemeja dikeluarkan,
minyak wangi, lebih dekat ke urusan furu'iyah, sejak dulu sampai sekarang tidak
pernah selesai masalahnya.
3. Kepentingan Pribadi
Dari sekian banyak kasus yang kami ketahui tentang perseteruan
antar faksi dan kelompok, yang sangat kami sayangkan justru banyak yang
dilatar-belakangi urusan pribadi. Ada yang urusan duit, ada juga yang terkait
dengan masalah ketersinggungan personal, ada juga yang masalah sengketa
keluarga.
Pokoknya, urusan pribadi sering kali ikut juga memperkeruh
suasana. Namun tidak etis rasanya kalau contoh kasusnya dibedah di sini. Nanti
malah akan jadi MGM. Apa itu MGM? 'Media Ghibah Nasional'.
Dan kasus-kasus model begini tidak lantas hanya dimiliki oleh
satu kelompok saja. Coba kita lihat, nyaris hampir di semua kelompok dakwah,
baik yang formal atau yang tidak formal, ternyata tidak juga sepi dari kasus
dengan latar belakang seperti ini.
4. Faktor Gengsi
Ini penyakit manusia. Seorang bintang di atas panggung biasanya
butuh tepuk tangan. Semakin ditepuki semakin bergayalah dia. Semakin bisa
menghujat rekannya, maka semakin berkibarlah dia.
Betapa banyak perseteruan itu kadang sudah lepas dari akar
permasalahannya. Yang tersisa tinggal masalah dendam dan gengsi.
Tapi sekali lagi kami katakan ini justru sangat manusiawi.
Rupanya tokoh besar pun juga punya titik-titik kelemahan, salah satunya adalah
susahnya melawan gengsi.
Tentu masih banyak analisis yang bisa dibedah, insya Allah
kapan-kapan kita akan bicarakan lebih panjang, tanpa harus menunjuk hidung,
tanpa menyebut nama, tanpa harus ada yang dijatuhkan atau merasa dijatuhkan.
Karena penyakit itu adalah penyakit kita bersama, bukan monopoli kalangan
tertentu. Semua akan jadi pelajaran penting bagi kita dalam menata umat ini ke
depan.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment