Senin, 29 Jan 07 08:29 WIB
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Sebelumnya saya mohon maaf kepada ustadz tentang pertanyaan
saya ini. Tapi mudah-mudahan bukan menjadi hal yang tabu, karena menyangkut
kejadian nyata yang harus di cek dengan hukum Islam.
Begini ustadz, saya punya teman yang sudah lama tidak
bertemu, ketika bertemu kami saling menceritakan tentang keadaan masing-masing.
Teman saya bercerita bahwa dia sudah menikah empat bulan yang lalu, tapi tidak
bahagia. Katanya yang menjadi masalah ialah isterinya yang tidak cinta kepada
teman saya itu, pernikahan terjadi pun bukan atas dasar cinta/kasih sayang,
tetapi karena faktor orang tua dan yang lainnya.
Sikap isterinya itu cuek, tidak mau didekati atau disentuh,
jarang bicara dan selalu menjauh. Bahkan tidur pun tidak mau seranjang, apalagi
berhubungan suami isteri.
Yang menjadi sakit hati teman saya ialah sikap isterinya
apabila menjelang malam/tidur, isterinya suka memakai pakaian yang tebal dan
celana yang berlapis-lapis. Akhirnya pada suatu hari teman saya kehilangan
kesabarannya untuk menggauli isterinya dengan cara paksa seperti memperkosa.
Yang saya tanyakan ialah, bagaimana hukumnya seorang isteri
yang tidak taat suami/tidak mau diajak hubungan suami isteri. Dan yang kedua bagaimana
hukumnya menurut Islam tentang memperkosa isteri sendiri, apakah boleh karena
sudah hak, atau malahmendzholimi isteri karena memaksa berhubungan dengan cara
kasar.
Itu saja yang saya tanyakan, mohon maaf... Semoga ustadz
berkenan memberikan panjelasan atas pertanyaan saya ini.
Terimakasih...
Wassalamu'alaikum. Wr. Wb
Iwa Sumpena, S.Pdiwa_edu at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Secara sederhana bisa dijawab bahwa masih lebih jahat
memperkosa isteri orang lain dari pada isteri sendiri. Sebab memperkosa isteri
orang hukumnya zina dan kejahatan sekaligus. Sedangkan memperkosa isteri
sendiri, meski zhalim tetapi tidak ada kaitannya dengan dosa zina. Sebab isteri
itu halal disetubuhi. Bahkan salah satu dari tujuan pernikahan adalah untuk
menyalurkan hasrat seksual manusiawi secara halal.
Maka istilah pemerkosaan kepada isteri sendiri adalah sebuah
kesalahan. Sebab tidak ada pemerkosaan pada isteri sendiri, karena isteri itu
halal disetubuhi.
Kalau pun ada yang tidak beres atau bersift pemaksaan, maka
istilahnya bukan pemerkosaan.
Kita memang seringkali menemukan kasus seperti ini, yaitu
seorang isteri tidak suka pada suaminya, sampai tidak mau melayaninya secara
lahir batin. Tentu kami tidak mungkin begitu saja menyalahkan isteri secara
sepihak, juga tidak mungkin menyalahkan suami secara sepihak. Sebab boleh jadi
masing-masing pihak punya faktor kesalahan, namun merasa dirinya benar.
Jalan ke luarnya tentu dialog antara keduanya. Tentu harus
dicari suasananya yang romantis, santai, tidak emosional dan elegan. Urusan
rumah tangga seperti ini memang aneh bin ajaib, karena melibatkan faktor rasa,
emosi dan suasana hati. Jauh sekali dari logika dan akal.
Terkadang kalau dialog macet dan menemukan jalan buntu,
dibutuhkan pihak ketiga yang shalih dan bertaqwa untuk melincinkan jalan
diplomasi. Hal ini sangat dimungkinkan dan harus disegerakan, sebelum segala
sesuatunya terlambat.
Sebab selama masa konflik seperti ini, kedua belah pihak
akan memanen begitu banyak dosa dan maksiat. Mulai dari isteri menolak ajakan
suami yang akan kena laknat malaikat sejak malam hingga subuh, hingga dosa
menyebarkan aib pasangan kepada orang lain.
Seorang isteri kalau sudah sampai kepada stigma tidak mau
disetubuhi suaminya, maka azab besar sudah menjelang, baik di dunia apalagi
akhirat. Mengapa demikian?
Karena akan terjadi efek domino. Misalnya, suami jadi tidak
bisa menyalurkan hasrat seksualnya, lalu mungkin saja akan jatuh ke lembah
perzinaan, atau kawin lagi diam-diam, atau membangun hubungan TTM (teman tapi
mesra) dan seterusnya. Ini yang kami bilang mendatangkan azab lebih besar.
Lebih jauh lagi, isteri pun demikian, sangat mungkin dia
akan curhat kepada orang lain, atau mencari pelampiasan kepada orang lain,
ujung-ujungnya zina juga.
Maka yang paling murah, efisien, cerdas dan ringan adalah
mengatur ulang stigma tersebut. Carilah akar-akar masalah mengapa seorang
isteri sampai punya stigma sejauh itu. Kesalahan mungkin bukan pada isteri
seorang, tetapi boleh jadi justru datang dari suami 100%. Artinya, faktor
penyebab isteri tidak mau melayani suami karena sikap suami yang kurang
berkenan di hari isteri.
Kalau faktor penyebabnya sudah ditemukan, maka mulailah
perbaikan-perbaikannya. Jangan gunakan emosi tapi akal sehat. Sebab emosi teman
setan sedangkan akal sehat adalah anugerah Allah SWT yang sangat besar
nilainya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment