Wednesday 10 April 2013

Memperkosa Isteri Sendiri


Senin, 29 Jan 07 08:29 WIB


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sebelumnya saya mohon maaf kepada ustadz tentang pertanyaan saya ini. Tapi mudah-mudahan bukan menjadi hal yang tabu, karena menyangkut kejadian nyata yang harus di cek dengan hukum Islam.

Begini ustadz, saya punya teman yang sudah lama tidak bertemu, ketika bertemu kami saling menceritakan tentang keadaan masing-masing. Teman saya bercerita bahwa dia sudah menikah empat bulan yang lalu, tapi tidak bahagia. Katanya yang menjadi masalah ialah isterinya yang tidak cinta kepada teman saya itu, pernikahan terjadi pun bukan atas dasar cinta/kasih sayang, tetapi karena faktor orang tua dan yang lainnya.

Sikap isterinya itu cuek, tidak mau didekati atau disentuh, jarang bicara dan selalu menjauh. Bahkan tidur pun tidak mau seranjang, apalagi berhubungan suami isteri.

Yang menjadi sakit hati teman saya ialah sikap isterinya apabila menjelang malam/tidur, isterinya suka memakai pakaian yang tebal dan celana yang berlapis-lapis. Akhirnya pada suatu hari teman saya kehilangan kesabarannya untuk menggauli isterinya dengan cara paksa seperti memperkosa.

Yang saya tanyakan ialah, bagaimana hukumnya seorang isteri yang tidak taat suami/tidak mau diajak hubungan suami isteri. Dan yang kedua bagaimana hukumnya menurut Islam tentang memperkosa isteri sendiri, apakah boleh karena sudah hak, atau malahmendzholimi isteri karena memaksa berhubungan dengan cara kasar.

Itu saja yang saya tanyakan, mohon maaf... Semoga ustadz berkenan memberikan panjelasan atas pertanyaan saya ini.

Terimakasih...

Wassalamu'alaikum. Wr. Wb

Iwa Sumpena, S.Pdiwa_edu at eramuslim.com
Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Secara sederhana bisa dijawab bahwa masih lebih jahat memperkosa isteri orang lain dari pada isteri sendiri. Sebab memperkosa isteri orang hukumnya zina dan kejahatan sekaligus. Sedangkan memperkosa isteri sendiri, meski zhalim tetapi tidak ada kaitannya dengan dosa zina. Sebab isteri itu halal disetubuhi. Bahkan salah satu dari tujuan pernikahan adalah untuk menyalurkan hasrat seksual manusiawi secara halal.

Maka istilah pemerkosaan kepada isteri sendiri adalah sebuah kesalahan. Sebab tidak ada pemerkosaan pada isteri sendiri, karena isteri itu halal disetubuhi.

Kalau pun ada yang tidak beres atau bersift pemaksaan, maka istilahnya bukan pemerkosaan.

Kita memang seringkali menemukan kasus seperti ini, yaitu seorang isteri tidak suka pada suaminya, sampai tidak mau melayaninya secara lahir batin. Tentu kami tidak mungkin begitu saja menyalahkan isteri secara sepihak, juga tidak mungkin menyalahkan suami secara sepihak. Sebab boleh jadi masing-masing pihak punya faktor kesalahan, namun merasa dirinya benar.

Jalan ke luarnya tentu dialog antara keduanya. Tentu harus dicari suasananya yang romantis, santai, tidak emosional dan elegan. Urusan rumah tangga seperti ini memang aneh bin ajaib, karena melibatkan faktor rasa, emosi dan suasana hati. Jauh sekali dari logika dan akal.

Terkadang kalau dialog macet dan menemukan jalan buntu, dibutuhkan pihak ketiga yang shalih dan bertaqwa untuk melincinkan jalan diplomasi. Hal ini sangat dimungkinkan dan harus disegerakan, sebelum segala sesuatunya terlambat.

Sebab selama masa konflik seperti ini, kedua belah pihak akan memanen begitu banyak dosa dan maksiat. Mulai dari isteri menolak ajakan suami yang akan kena laknat malaikat sejak malam hingga subuh, hingga dosa menyebarkan aib pasangan kepada orang lain.

Seorang isteri kalau sudah sampai kepada stigma tidak mau disetubuhi suaminya, maka azab besar sudah menjelang, baik di dunia apalagi akhirat. Mengapa demikian?

Karena akan terjadi efek domino. Misalnya, suami jadi tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya, lalu mungkin saja akan jatuh ke lembah perzinaan, atau kawin lagi diam-diam, atau membangun hubungan TTM (teman tapi mesra) dan seterusnya. Ini yang kami bilang mendatangkan azab lebih besar.

Lebih jauh lagi, isteri pun demikian, sangat mungkin dia akan curhat kepada orang lain, atau mencari pelampiasan kepada orang lain, ujung-ujungnya zina juga.

Maka yang paling murah, efisien, cerdas dan ringan adalah mengatur ulang stigma tersebut. Carilah akar-akar masalah mengapa seorang isteri sampai punya stigma sejauh itu. Kesalahan mungkin bukan pada isteri seorang, tetapi boleh jadi justru datang dari suami 100%. Artinya, faktor penyebab isteri tidak mau melayani suami karena sikap suami yang kurang berkenan di hari isteri.

Kalau faktor penyebabnya sudah ditemukan, maka mulailah perbaikan-perbaikannya. Jangan gunakan emosi tapi akal sehat. Sebab emosi teman setan sedangkan akal sehat adalah anugerah Allah SWT yang sangat besar nilainya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

No comments:

Post a Comment