Selasa, 7 Agu 07
11:25 WIB
Kirim teman
Assalamu'alakum
ustadz...
Saya bingung
melihat permusuhan antara kaum sunni dengan syi'ah. Sebenarnya apa perbedaan
Islam sunni dengan Islam syi'ah? Apakah salah satu dari aliran tersebut sesat?
Apakah Islam di
indonesia seperti salah satu aliran tersebut? Menurut ustadz manakah yang
paling benar dari kedua aliran tersebut.
Atas jawabannya
terima kasih banyak...
Wassalamualaikum..
Putra
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Barangkali
ungkapan yang paling moderat dalam masalah konflik sunni syiah adalah masalah
salah paham saja awalnya. Ada kelompok dari kalangan umat Islam yang punya
pandangan politik yang berbeda pada awalnya. Dan perbedaan ini sesungguhnya
masalah yang manusiawi sekali dan mustahil dihindarkan.
Namun masalahnya
berkembang menjadi serius ketika perbedaan itu berkembang ke wilayah aqidah dan
syariah. Lalu masing-masing pihak saling mengkafirkan dan menuduh saudaranya
sesat bahkan murtad. Inilah yang sebenarnya dikhawatirkan sejak dahulu.
Memang benar
bahwa ada sebagian dari akidah syiah yang sudah tidak bisa ditolelir lagi,
bukan hanya oleh kalangan ahli sunnah, tetapi oleh sesama penganut syiah pun
dianggap sudah sesat. Dan kita harus tegas dalam hal ini, kalau memang sesat
kita katakan sesat.
Misalnya mereka
yang tidak percaya kepada Al-Quran mushaf Utsmani, dan menggunakan mushaf yang
konon susunan yang 100% berbeda. Kalau memang ada yang begitu, tentu kelompok
ini sudah keluar dari agama Islam secara muttafaqun 'alihi.
Atau misalnya ada
yang mengkafirkan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, maka jelaslah sikap ini tidak
pernah bisa dibenarkan. Apalagi kelompok sempalan syiah yang menyatakan
malaikat Jibril salah menurunkan wahyu, seharusnya kepada Ali bin Abi Thalib
dan bukan kepada Muhammad SAW. Astaghfirullahal-'adzhim. Tentu sempalan yang
sudah sampai keluar batas ini sudah tidak bisa ditolelir lagi secara aqidah.
Tetapi kita tetap
tidak bisa menggenalisir bahwa semua lapisan umat Islam yang ada aroma syiahnya
pasti sesat, kafir atau murtad. Rasanya sikap itu kurang bijaksana. Mengapa?
Sebab di berbagai
belahan dunia Islam, katakanlah seperti di Iraq sana, ada banyak komunitas yang
secara tradisional menjadi penganut syiah secara keturunan. Kakek moyang yang
melahirkan keturunan itu bukan orang jahat yang beniat busuk kepada agama
Islam. Mereka menjadi syiah karena keturunan dan tidak tahu menahu tentang
urusan koflik syiah dan sunnah.
Lalu apakah kita
akan memvonis mereka sebagai non muslim, hanya karena mereka tanpa sengaja
lahir dari keluarga syiah? Rasanya tidak begitu sikap kita.
Yang barangkali
perlu diwaspadai adalah orang-orang jahat betulan yang berusaha menghancurkan
agama Islam dari dalam dan menjadi pemeluk syiah sesat. Mereka inilah yang
menggulirkan ajaran sesat di dalam syiah sehingga akhirnya muncul ajaran yang
aneh-aneh seperti di atas.
Oleh karena itu
kita harus tegas tapi tidak boleh asal tebas. Ada kalangan syiah yang memang
sesat dan tidak berhak lagi menyandang status muslim. Tetapi kita juga harus
dewasa, bahwa ada kalangan yang dianggap berbau syiah atau kesyiah-syiahan,
tetapi sesungguhnya masih bisa ditolelir kekeliruannya.
Mengapa kita
perlu bijak dalam masalah ini?
Karena kita tahu
bahwa musuh-musuh Islam bergembira ria melihat umat Islam di Irak
berbunuh-bunuhan, hanya karena urusan syiah dan sunnah. Jangan sampai isu
negatif perbedaan syiah sunnah terbawa-bawa ke negeri kita juga. Sudah terlalu
banyak pe-er umat Islam, maka sebaiknya kita jangan memancing di air keruh.
Jangan sampai kita memancing yang tidak dapat ikannya tapi airnya jadi keruh.
Sudah tidak dapat ikan, kotor pula.
Karena itu dialog
antara sesama tokoh dari kalangan syiah dan sunnah ada baiknya untuk dirintis.
Tentu untuk sama-sama menuju kepada kerukunan, bukan untuk cari gara-gara.
Rasanya masih banyak ruang persamaan di antara keduanya, ketimbang kisi-kisi
perbedaannya.
Semoga Allah SWT
memberikan kelapangan di dalam hati kita untuk menata hati ini menjadi
hamba-hamba-Nya yang shalih dan melakukan ishlah. Amien
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment