Selasa, 5 Jun 07
07:50 WIB
Kirim teman
Assalamu 'alaikum
pak ustad,
Bagaimana
hukumnya jika menikahi perempuan janda hamil, salah satu permasalahannya yaitu:
1. Janda itu
hamil dan belum lewat masa iddahnya
2. Belum jelas
apakah yang menghamilinya hanya seorang atau lebih. Makasih.
Wassalam
Aa
Satriaaa_satria at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Seorang wanita
yang menjadi janda, haram untuk dinikahi kecuali bila telah selesai masa
'iddahnya. Apalagi di dalam perutnya masih ada janin yang belum dilahirkan dan
tidak jelas siapa bapaknya. Maka hukumnya lebih haram lagi.
Seorang janda
yang sedang hamil, haram dinikahi kecuali telah melahirkan. Hal ini didasarkan
pada firman Allah SAW:
Perempuan-perempuan
yang hamil masa iddah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan (QS. At-Thalaq
4)
Adapun masalah
tidak jelas siapa yang menghamilinya, urusannya dengan masalah nasab anak itu
nantinya. Tetapi jelas atau tidak jelas siapa yang menghamilinya, wanita itu
jelas-jelas sedang hamil. Dan kehamilannya itu mengharamkan dirinya dari
menikah, kecuali setelah selesai persalinannya.
Masa 'Iddah
'Iddah adalah
masa di mana seorang wanita yang diceraikan suaminya menunggu atau ditinggalkan
meninggal. Pada masa itu ia tidak diperbolehkan menikah atau menawarkan diri
kepada laki-laki lain untuk menikahinya.
‘Iddah ini juga
sudah dikenal pada masa jahiliyah. Setelah datangnya Islam, ‘iddah tetap diakui
sebagai salah satu dari ajaran syari‘at karena banyak mengandung manfaat.
Hikmah
Disyari‘atkannya ‘Iddah
Memberikan
kesempatan kepada suami isteri untuk kembali kepada ke hidupan rumah tangga,
apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
Untuk mengetahui
adanya kehamilan atau tidak pada isteri yang dicerai kan. Untuk selanjutnya
memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa
ayah dan bayi tersebut.
Agar isteri yang
diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang dialami keluarga suaminya
danjuga anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini jika ‘iddah
tersebut di karenakan oleh kematian suami.
Macam-Macam
‘Iddah
a. ‘Iddah bagi
isteri yang dithalak dan sedang menjalani masa haid.
Masa ‘iddah yang
harus dijalani adalah tiga kali masa haid. Hal ini didasarkan pada firman Allah
Subhanahu wa Ta ‘ala di dalam surat Al-Baqarah ayat 228.
b. ‘Iddah bagi
isteri yang dithalak dan sudah tidak menjalani masa haid lagi (monopause)
Masanya juga tiga
bu! An. Hal ini sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla:
“Wanita-wanita
yang tidak haid lagi (monopause) di antara wanita-wanita kalian jika kalian
ragu-ragu (tentang masa ‘iddahnya), maka ‘iddah mereka adaiah tiga bulan.
Begitupula wanita-wanita yang tidak haid.” (QS. At-Thalaq: 4)
Demikian juga
dengan ‘iddahnya isteri yang masih kecil yang belum menjalani masa haid.
c. ‘Iddah isteri
yang ditinggal mati suaminya
Lamanyaempat
bulan 10 hari, jika ia tidak sedang hamil. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
“Orang-orang yang
meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah
para isteri itu) menangguhkan diri (ber ‘iddah) selama empat bulan sepuluh
hari.“(Al-Baqarah: 234)
d. ‘Iddah wanita
yang sedang menjalani istihadhah
Apabila mempunyai
hari-hari di mana ia biasa menjalani masa haid, maka ia harus memperhatikan
kebiasaan masa haid dan masa sucinya tersebut. Jika ia telah menjalani tiga
kali masa haid, maka selesailah sudah masa ‘iddahnya.
e. ‘Iddah isteri
yang sedang menjalani masa haid, lalu terhenti karena sebab yang diketahui
maupun tidak.
Jika berhentinya
darah haid itu diketahui oleh adanya penyebab tertentu, seperti karena proses
penyusuan atau sakit, maka ia harus menunggu kembalinya masa haid tersebut dan
menjalani masa ‘iddahnya sesuai dengan haidnya meskipun memerlukan waktu yang
lebih lama.
Sebalik nya jika
disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui, maka ia harus menjalani ‘iddahnya
selama satu tahun. Yaitu, sembilan bulan untuk menjalani masa hamil- nya dan
tiga bulan untuk menjalani masa ‘iddahnya.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment