Kamis, 22 Mar 07 11:10 WIB
Kirim Pertanyaan | Kirim teman
Assalamualaikum. Wr. Wb
Ust. Saya mau tanya nih,
Zaman sekarang
banyak sekali orang yang ingin disebut haji, baik yang sudah haji atau yang
belum menunaikan haji. Apakah yang seperti itu temasuk ria??
Terima kasih Ust.
Wassalamualaikum
wr. Wb
Warga Depok
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Gelar haji bisa
saja menjadi riya' bagi yang niatnya memang riya'. Bahkan bukan hanya gelar haji
saja, gelar apapun bisa dijadikan media untuk melakukan riya'. Seperti gelar
kesarjanaan, gelar keningratan, gelar kepahlawanan dan gelar-gelar lainnya.
Namun batasannya
memang agak sulit untuk ditetapkan. Sebab riya' merupakan aktifitas hati.
Sehingga standarisasinya bisa berbeda untuk tiap orang.
Kalau kembali
kepada hukum syariah, yang diharamkan adalah gelar-gelar yang mengandung
ejekan, baik orang yang diberi gelar itu suka atau tidak suka. Sebagaimana
firman Allah SWT:
Jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah yang
buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.(QS. Al-Hujurat: 11)
Titik tekan
larangan ini ada pada gelar yang menjadi bahan ejekan. Seperti mengejek
seseorang dengan panggilan nama hewan, di mana di balik gelar nama hewan itu
tercermin ejekan. Sedangkan gelar dengan nama hewan yang mencerminkan pujian,
hukumnya boleh.
Seperti kita
memberi gelar kepada seorang ahli pidato dengan sebutan macan podium. Gelar ini
meski menggunakan nama hewan, tetapi kesan yang didapat adalah kehebatan
sesorang di dalam berpidato atau berorasi. Nilanya positif dan hukumnya boleh.
Kaitannya dengan
gelar haji, pada hakikatnya gelar haji itu bukan gelar yang mengandung ejekan.
Sehingga tidak ada yang salah dengan gelar itu bila memang sudah menjadi
kelaziman di suatu tempat. Namun gelar haji memang bukan hal yang secara syar'i
ditetapkan, melainkan gelar yang muncul di suatu zaman tertentu dan di suatu
kelompok masyarakat tertentu. Gelar seperti ini secara hukum tidak terlarang.
Sedangkan dari
sisi riya' atau atau tidak, semua terpulang kepada niat dari orang yang memakai
gelar itu. Kalau dia sengaja menggunakannya agar dipuji orang lain, atau biar
kelihatan sebagai orang yang beriman dan bertaqwa, sementara hakikatnya justru
berlawanan, maka pemakaian gelar ini bertentangan dengan akhlaq Islam.
Dan kasus seperti
ini sudah banyak terjadi. Sebutannya pak haji tapi kerjaannya sungguh
memalukan, entah memeras rakyat, atau melakukan banyak maksiat terang-terangan
di muka umat atau hal-hal yang kurang terpuji lainnya. Maka gelar haji itu
bukan masuk bab riya' melainkan bab penipuan kepada publik.
Tetapi ada
kalannya gelar haji itu punya nilai positif dan bermanfaat serta tidak masuk
kategori riya' yang dimaksud. Salah satu contoh kasusnya adalah pergi hajinya
seorang kepala suku di suku pedalaman, yang nilai-nilai keIslamannya masih
menjadi banyak pertanyaan banyak pihak karena banyak bercampur dengan khurafat.
Ketika kepala
suku ini diajak pergi haji, terbukalah atasnya wawasan Islam dengan lebih luas
dan lebih baik. Fikrah yang menyimpang selama ini menjadi semakin lurus. Maka
sepulang dari pergi haji, gelar haji pun dilekatkan pada namanya. Dan rakyatnya
akan semakin mendapatkan pencerahan dari kepala suku yang kini sudah bergelar
haji. Bahkan akan merangsang mereka untuk pergi haji dan mendekatkan diri
dengan nilai-nilai Islam. Tentu saja, tujuan pergi haji itu salah satunya untuk
membuka wawasan yang lebih luas tentang nilai-nilai agama Islam.
Jadi tidak
selamanya gelar haji itu mengandung makna negatif semacam riya' dan sebagainya.
Tetapi boleh jadi juga mengandung nilai-nilai positif seperti nilai dakwah dan
pelurusan fikrah. Adalah kurang bijaksana bila kita langsung menggeneralisir
setiap masalah dengan satu sikap. Semua perlu didudukkan perkaranya secara
baik-baik.
Lagi pula sebagai
muslim, kita diwajibkan Allah SWT untuk selalu berhusnudzdzan kepada sesama
muslim. Sebab boleh jadi seseorang bergelar haji bukan karena kehendaknya,
tetapi karena kehendak masyarakat.
Seorang ustadz
muda yang banyak ilmunya namun masih kurang dikenal atau malah kurang
diperhitungkan oleh umatnya, tidak mengapa bila kita cantumkan gelar haji di
depan namanya, bila memang sudah pernah pergi haji. Sebab di kalangan
masyarakat tertentu, ustadz yang sudah pernah pergi haji akan berbeda
penerimaannya dengan yang belum pernah pergi haji. Apa boleh buat, memang
demikian cetak biru yang terlanjur berakar di tengah masyarakat.
Tentunya gelar
haji ini sama sekali tidak berguna untuk dipakai di dalam kelompok masyarakat
yang lain.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment