Kamis, 22 Mar 07 04:00 WIB
Kirim Pertanyaan | Kirim teman
Assalamualaikum wr. Wb.
Pak ustadz yang saya hormati, setiap manusia meninggal dunia
di kala umat kalau hendak menyebut namanya, sering kita dengar dimasyarakat
menyertai kata almarhum/almarhumah. Memang pada hakikatnya manusia itu tidak mati melainkan pindah kehidupan.
Pertanyaan:
1. Darimana dasar
penyebutan kata tersebut, pernah dianjurkan rasulullah saw tidak?Dan bagaimana
kalau kita tidak menyebutkan kata tersebut?Apa hukumnya?
2. Kenapa setiap
kita menyebut nama rasulullah saw tidak pernah menyebutnya almarhum?
Mohon
penjelasannya pak ustad.
Wassalam.
Rizalmenjalo at
eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Penggunaan
istilah almarhum bukan merupakan ketetapan dari Rasulullah SAW. Tetapi
merupakan sebuah kebiasaan yang juga tidak terlarang.
Secara bahasa,
almarhum adalah bentuk isim maf'ul dari kata rahima yarhamu. Rahima artinya
memberi kasih sayang, atau menyayangi. Kata almarhum berartiorang yang
disayangi. Disayang Allah maksudnya mungkin.Karena Allah sayang kepadanya, maka
Allah SWT memanggilnya 'pulang' ke rahmatullah.
Kalau kita
perhatikan, sebenarnya penggunaan istilah 'almarhum' ini agak unik. Selain
hanya bersifat lokal, juga jarang digunakan di masa lalu, atau untuk orang yang
hidup di masa lalu yang panjang.
Setidaknya, tidak
semua orang yang sudah meninggal dunia dipanggil dengan sebutan ini. Umumya
hanya orang-orang yang pernah hidup bersama kita yang kita panggil dengan
sebutan itu. Misalnya, kami dahulu punya orang tua yangkini sudahwafat, maka
ketika menyebut namanya, kami biasa menggunakan istilah almarhum sebelum
menyebut namanya.
Namun ada jutaan
orang lain yang telah wafat, tetapi kita tidak pernah mengenalnya semasa
hidupnya, kecuali lewat buku sejarah, maka biasanya kita tidak menambahkan
panggilan almarhum di depan namanya. Kita tidak pernah menyebut 'almarhum
Pangeran Diponegoro', atau 'almarhum Tengku Umar', atau 'almarhumah Tjoet Nja'
Dhien'. Sebab mereka tidak pernah hidup bersama kita. Ada jarak waktu yang jauh
memisahkan kita.
Kita juga tidak
pernah menyebut 'almarhum imam Bukhari, atau 'almarhum imam Muslim', atau
'almarhum imam Syafi'i'. Sebagaimana kita juga tidak lazim memanggil dengan
sebutan 'almarhum Abu Bakar', atau 'almarhum Umar', atau 'almarhum Ustman' atau
'almarhum Ali'.
Bukannya
terlarang, namun hanya tidak lazim. Terdengar 'not usual' di telinga. Maka
tidak pernah ada yang menyebut nama nabi Muhammad SAW dengan sebutan almarhum
di depan nama beliau. 'Almarhum nabi Muhammad'(?), ah sebuah sebutan yang
'aneh' terdengar di telinga.
Mungkin
sebagaimana panggilan 'pak haji' yang hanya lazim untuk masa dan komunitas
tertentu saja. Apakah anda pernah dengan nama Haji Muhammad SAW? Pasti belum
pernah, bukan? Walaupun beliau SAW sudah pernah pergi haji, bahkan beliau
adalah orang yang mengajarkan tata cara manasik haji pertama kali. Di mana
semua orang harus mengikuti tata cara berhaji dari beliau.
Sebutan 'pak
haji' mungkin hanya ada di negeri kita saja, atau setidaknya, di negeri jiran
Malaysia. Di negeri Arab sendiri, panggilan 'pak haji' cukup membuat dahi orang
yang disebut namanya berkerut 10 lipatan. Aneh bin ajaib alias tidak lazim.
Sebagaimana tidaklazimnya panggilan 'almarhum Nabi Muhammad SAW'.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment