Kamis,
10 Apr 08 15:06 WIB
Assalamualaikum
wr. wb.
Pak Ustaz, dalam Islam kita kenal 4 mazhab.
Kenapa cuma 4 yang selama ini kita kenal? Bukankah masih banyak para ulama lain
yang mungkin juga pantas untuk punya mazhab sendiri. Imam Ghozali dengan Ihya
Ulumuddin-nya (sebuah maha karya masa itu) beliau tidak dikenal memiliki
mazhab. Dan beliau hidup pada zaman apa?
Jazakumullah kh. ktsr.
M.dn
Jawaban
Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Secara bahasa arti mazhab adalah tempat
untuk pergi. Berasal dari kata zahaba - yazhabu - zihaaban (ذهب - يذهب - ذهابا). Mahzab adalah isim makan dan isim
zaman dari akar kata tersebut.
Sedangkan secara istilah, mazhab adalah
sebuah metodologi ilmiyah dalam mengambil kesimpulan hukum dari kitabullah
(Al-Quran) dan Sunnah Nabawiyah. Mazhab yang kita maksudnya di sini adalah
mazhab fiqih.
Mazhab Tidak Hanya Empat Saja
Sesungguhnya mazhab fiqih itu bukan hanya
ada 4 saja, tetapi masih ada banyak lagi yang lainnya. Bahkan jumlahnya bisa
mencapai puluhan. Namun yang terkenal hingga sekarang ini memang hanya 4 saja.
Padahal kita juga mengenal mazhab selain
yang 4 seperti:
·
Mahab
Al-Ibadhiyah yang didirikan oleh Jabir bin
Zaid (w 93 H).
·
Mahab
Az-Zaidiyah yang didirikan oleh Zaid bin Ali Zainal Abidin (w 122H),
·
Mzhab
Azh-Zahiriyah yang didirikan oleh Daud bion Ali Azh-Zhahiri (202 - 270 H)
·
dan mazhab-mazhab lainnya.
Sedangkan yang kita kenal 4 mazhab sekarang ini adalah karena
keempatnya merupakan mazhab yang telah terbukti sepanjang zaman bisa tetap
bertahan, padahal usianya sudah lebih dari 1.000 tahun.
Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
adalah empat dari sekian puluh mazhab yang pernah berkembang di masa kejayaan
fiqih dan mampu bertahan hingga sekarang ini.
Di dalamnya terdapat ratusan tokohulama ahliyang meneruskan dan
melanggengkan mazhab gurunya. Dan masing-masing memiliki pengikut yang
jumlahnya paling besar, serta mampu bertahan dalam waktu yang sangat lama.
Para ulama
mazhab itu kemudian menulis kitab yang tebal-tebal dalam jumlah yang sangat
banyak, kemudiandiajarkan kepada banyak umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Kitab-kitab itu sampai hari ini masih dipelajari di berbagai
perguruan tinggi Islam, seperti di Al-Azhar Mesir, Jami'ah Islamiyah Madinah,
Jami'ah Al-Imam Muhammad Ibnu Suud Riyadh, Jamiah Ummul Qura Makkah an di
berbagai belahan dunia Islam lainnya. Bahkan di Al-Azhar dibuka fakultas
Syariah dengan jurusan dari masing-masing mazhab yang empat itu.
Sementara puluhan mazhab lainnyamungkin terlalu sedikit
pengikutnya, atau tidak punya ulama yang sekaliber pendirinya yang mampu
meneruskan kiprah mazhab itu, atau tidak mampu bertahan bersama bergulirnya
zaman. Sehingga banyak di antaranya yang kita tidak mengenalnya, kecuali lewat
kitab-kitab klasik yang menyiratkan adanya mazhab tersebut di zamannya.
Buku mereka sendiri mungkin sudah lenyap dari muka bumi, atau
barangkali ikut terbakar ketika pasukan Mongol datang meratakan Baghdad dengan tanah.
Sebagian yang masih tersisa mungkin malah disimpan di musium di Eropa. Memang
sungguh sayang sekali, ilmu yang pernah ditemukan dan berkembang besar,
kemudian lenyap begitu saja di telan bumi.
Pentingnya Bermazhab
Banyak orang salah sangka bahwa adanya mazhab fiqih itu berarti
sama dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte.
Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari bermazhab,
bahkan ada yang sampai anti mazhab.
Penggambaran yang absurd tentang mazhab ini terjadi karena
keawaman dan kekurangan informasi yang benar tentang hakikat mahzab fiqih.
Kenyataannya sebenarnya tidak demikian. Mazhab-mazhab fiqih itu bukan
representasi dari perpecahan atau pereseteruan, apalagi peperangan di dalam
tubuh umat Islam.
Sebaliknya, adanya mazhab itu memang merupakan kebutuhan asasi
untuk bisa kembali kepada Al-Quan dan As-Sunnah. Kalau ada seorang bernama
MasPaijo, mas Paimin, mas Tugirin dan mas Wakijan bersikap yang anti mazhab dan
mengatakan hanya akan menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah saja, sebenarnya
mereka masing-masing sudah menciptakan sebuah mazhab baru, yaitu mazhab
Al-Paijoiyah, Al-Paiminiyah, At-Tugiriniyah dan Al-Wakijaniyah.
Sebab yang namanya mazhab itu adalah sebuah sikap dan cara seseorang
dalam memahami teks Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang yang berupaya untuk
memahami kedua sumber ajaran Islam itu, pada hakikatnya sedang bermazhab.
Kalau tidak mengacu kepada mazhab orang lain yang sudah ada,
maka minimal dia mengacu kepada mazhab dirinya sendiri. Walhasil, tidak ada di
dunia ini orang yang tidak bermazhab. Semua orang bermazhab, baik dia sadari
atau tanpa disadarinya.
Lalu bolehkah seseorang mendirikan mazhab sendiri?
Jawabnya tentu saja boleh, asalkan dia mampu meng-istimbath (menyimpulkan)
sendiri setiap detail ayat Al-Quran dan As-sunnah. Kalau kita buat sedikit
perumpamaan dengan dunia komputer, maka adanya mazhab-mazhab itu ibarat
seseorang dalam berkomputer, di mana setiap orang pastimemerlukan sistem
operasi (OS).
Tidak mungkin seseorang menggunakan komputer tanpa sistem
operasi, baik Windows, Linux, Mac OS atau yang lainnya. Adanya beragam sistem
operasi di dunia komputer menjadi hal yang mutlak bagi setiap user, sebab tanpa
sistem operasi, manusia hanya bicara dengan mesin.
Kalau ada orang yang agak eksentrik dan bertekad tidak mau pakai
Windows, Linux, Mac Os atau sistem operasi lain yang telah tersedia, tentu saja
dia berhak sepenuhnya untuk bersikap demikian. Namun dia tentu perlu membuat
sendiri sistem operasi itu, yang tentunya tidak terlalu praktis.
Apalagi buat orang-orang kebanyakan, rasanya terlalu mengada-ada
kalau harus membuat dulu sistem operasi sendiri. Bahkan seorang programer level
advance sekalipun belum tentu mau bersusah payah melakukannya. Buat apa
merepotkan diri bikin sistem operasi, lalu apa salahnya sistem operasi yang
sudah tersedia di pasaran.
Tentu masing-masingnya punya kelebihan dan kekurangan. Tapi yang
jelas, akan menjadi sangat lebih praktis kalau kita memanfaaatkan yang sudah
ada saja.
Sebab di belakang masing-masing sistem operasi itu pasti
berkumpul para maniak dan geek yang bekerja 24 jam untuk kesempurnaan sistem
operasinya.
Demikian juga dengan ke-4 mazhab yang ada.
Di dalamnya telah berkumpul ratusan bahwa ribuan ulama ahli level tertinggi yang
pernah dimiliki umat Islam, mereka bekerja siang malam untuk menghasilakn
sistem fiqih Islami yang siap pakai serta user friendly. Meninggalkan
mazhab-mazhab itu sama saja bikin kerjaan baru, yang hasilnya belum tentu lebih
baik.
Akan tetapi boleh saja kalau ada dari
putera puteri Islam yang secara khusus belajar syariah hingga ke level yang
jauh lebih dalam lagi, lalu suatu saat merumuskan mazhab baru dalam fiqih
Islami.
Namun seorang yang tingkat keilmuwannya
sudah mendalam semacam Al-Imam al-Ghazali rahimahullah sekalipun tetap
mengacu kepada salah satu mazhab yang ada, yaitu mazhab As-Syafi'iyah. Beliau
tetap bermazhab meski sudah pandai mengistimbath hukum sendiri. Demikian juga
dengan beragam ulama besar lainnya seperti Al-Mawardi, An-Nawawi, Al-'Izz
bin Abdissalam dan lainnya.
Wallahu a'lam bishshawab, Wassalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
No comments:
Post a Comment