Wednesday 10 April 2013

Menjadi Isteri ke 2


Selasa, 16 Sep 08 15:05 WIB
Assalamu'alaikum wr. wb.
Saya wanita lajang usia 28 tahun, saya sangat ingin sekali menikah menyempurnakan dien. Sebelumnya saya sudah beberapa kali mencoba berikhtiar menjemput jodoh saya, ada beberapa juga yang sreg di hati tapi selalu gagal dikarenakan sesuatu hal yang tidak dikehendaki dari pihak keluarga teman pria saya waktu itu (terutama masalah suku).
Akhir tahun lalu saya bertemu dengan teman lama saya, sebutlah namanya P. Sebelumnya kami memang sering SMS atau telepon tapi tidak seintensif setelah bertemu. Saya tidak tahu kalau ternyata dia sudah menikah, selama ini setiap saya bertanya dia selalu bilang belum menikah. Anehnya, setiap ngobrol dengan saya, P sering membahas soal poligami, bagaimana pandangan saya terhadap poligami, dan lain-lain. Saya tidak pernah merasa curiga, saya pikir itu hanya obrolan biasa.
Tiga hari yang lalu dia baru terus terang kepada saya kalau dia sudah menikah. Dia mengatakan ingin segera meminang saya untuk dinikahi menjadi isteri kedua. Bukan main terkejutnya saya, apalagi ternyata isterinya sudah tahu tentang saya dari dulu karena P selalu jujur kepada isterinya. Malamnya saya SMS W (isteri P), saya katakan di SMS, saya minta maaf kalau saya telah menjadi orang ketiga dalam rumah tangga mereka dan saya tidak akan pernah mengganggu mereka lagi.
Yang membuat saya tercengang adalah justru W meminta kepada saya untuk menerima P, dan jangan meninggalkan P. W meminta agar saya bisa berbagi dan bersama-sama membahagiakan P. Saya betul-betul bingung bu harus bagaimana, saya perbanyak dzikir, berdoa, sholat istikharah. Tapi saya juga ingin tahu dalam pandangan agama bagaimana saya harus bersikap.
Pertanyaan saya adalah:
1.    Apakah saya berdosa untuk menolak P dengan alasan kasihan kepada W?, padahal W begitu ikhlas suaminya menikah lagi, padahal juga saya benar-benar ingin menikah?
2.    Apakah saya berdosa berkomunikasi dengan P sebelumnya, karena saya tidak tahu kalau P sudah menikah?
Mohon jawaban ibu secepatnya, mohon maaf pertanyaannya terlalu panjang. Terima kasih banyak.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Akhwat Ns
Jawaban
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh
Akhwat NS yang shalihah, ibu bisa memaklumi kegundahan Anda. Tetapi tetaplah tegakkan prinsip dalam hidup dalam naungan syari’at, inilah yang akan menjadi pegangan Anda.
Sdr. NS, menjawab pertanyaan Anda ada beberapa hal yang harus Anda pertimbangkan, misalnya kesiapan mental Anda. Timbanglah dengan kebeningan hati agar keputusan Anda adalah keputusan yang membawa mashlahah bagi banyak pihak, tidak hanya untuk diri Anda sendiri. Nikah juga bisa bernilai da’wah jika kemudian banya ibroh yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Sdr Ns, motivasi dan niat harus diluruskan, jangan karena alasan usia dan kemendesakan untuk menikah, Anda menjadi kurang perhitungan.
Ada sebuah hadits yang mengisyaratkan agar kita melakukan dua hal untuk membantu urusan dunia kita, yaitu istikhoroh sebagai bukti kesungguhan kita meminta pertolongan Allah, dan musyawarah dengan orang yang berwenang terhadap diri kita, misalnyaorang tua agar kita tidak rugi dan tidak menyesal.
sesungguhnya d Shalat istikharah dilakukan untuk meminta taufik (pertolongan) dan kemudahan kepada Allah.
Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah saw mengajari kami istikharah (shalat untuk meminta pilihan) dalamsemua perkara sebagaimana beliau mengajari kami surat Al-Qur’an, sabdanya, ”Apabila salah seorang dari kamu berkepentingan terhadap suatu urusan (menghadapi suatu urusan penting), maka hendaklah ia melakukan shalat dua rakaat yang bukan shalat fardhu, kemudian dia berdoa…”
Maksud istikharah ini agar hamba bertawakkal kepada Allah dan menyerahkan urusannya kepadaNya untuk dipilihkan yang baik di mana pun ia berada. Tetapi tawakkal dan penyerahan ini tidaklah benar sehingga manusia berusaha keras mencari kebaikan itu sesuai dengan usahanya.
Kemudian dia kembali kepada Allah yang maha mengetahui lagi maha kuasa, meminta kepadaNya agar dimudahkan bilaurusan itu baik untuknya, atau meminta dipalingkan darinya bila urusan itu tak baik untuknya.
Setelah istikharah, dia harus melakukan urusannya tanpa menunggu mimpi atau menunggu kelapangan dada atau menunggu datangnya ilham lewat peristiwa tertentu. Yang demikian tidak terdapat dalam hadits, bahkan bisa menjadikan bimbang karena melihat bolak-baliknya hati dan perasaannya dari waktu ke waktu, karena menimbang segi-segi positif dan negatifnya urusan. (Abdul Halim Abu Syuqqoh, Kebebasan Wanita jilid 5)
Oleh karena itu semakin dekatkan diri Anda kepada Allah, yakinilah, apa yang Anda putuskan insyaAllah menjadi putusan terbaik selama Anda berjalan di koridorNya.
Sesungguhnya pula, tidak ada larangan poligami di dalam Islam. Islam membolehkannya. Maka pemanfaatan pembolehan poligami ini harus dilakukan dengan bijak, disertai prinsip keadilan dan jauh dari kedzaliman. Maka akhwat Ns, hilangkan semua keraguan bila Anda berniat menjadi isteri kedua. Sebab keraguan itu akan menghalangi datangnya barokah dalam rumah tangga Anda nantinya.
1.    Lakukanlah saran saya tadi. Istikhoroh dan musyawarah. Bila dua hal sudah Anda lakukan, segera ambil keputusan. Menolak atau menerima. Agar Anda tak ragu, perbanyaklah data, misalnya lewat teman Anda yang amanah dan bisa menjaga rahasia. Minta tolonglah agar dia bisa mencari data lewat W, mengapa W ingin suaminya menikah lagi dan sebagainya agar Anda mantap mengambil keputusan.
2.    Masalah dosa atau tidak, sesungguhnya adalah rahasia Allah. Kita tidak dihukumi pada sesuatu yang kita tidak ketahui. Selama komunikasi yang Anda lakukan tidak melanggar syariat, misalnya tidak ikthilat, tidak bersendirian tanpa mahram, tidak diiringi dengan sentuhan fisik, tatapan mata syahwati atau bercAnda yang mengarah ke pornografi, sesungguhnya tidak ada masalah komunikasi antara laki-laki dan wanita.
Tetap berdoa ya, ukhti NS….!
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ibu Urba

No comments:

Post a Comment