Senin, 14 Mei 07 06:18 WIB
Kirim teman
Assalamualaikum wr wb.
Pak ustadz yang dirahmati Allah swt,
Saya ingin
bertanya mengenai penjualan barang dengan sistim multilevel apakah dibolehkan
dalam agama Islam?
Mengingat cara
penjualannya yaitu kita mendapat laba dari posisi kita. Misalnya pertama kita
jadi dealer dapat untung/ komisi 25%, dalam waktu misalnya 1 bulan, penjualan
kita mencapai target dan merekrut anggota baru berart kita naik tingkat dan
mendapat komisi 40%. Begitu seterusnya, sampai-2 bisa mendapat komisi lebih
dari 50%. Berarti harga barang itu sebetulnya murah. Karena untuk komisi itulah
jadi mahal.
Nah yang seperti
itu boleh tidak, Pak
Wassalam,
Widaummuananda at
eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Secara umum,
mengambil keuntungan dalam sebuah mata rantai pemasaran tidak terlarang. Bahkan
komisi itulah yang selama ini mendasari setiap bentuk pemasaran produk, mulai
dari pabrik ke distributor, agen hingga ke tingkat pengecer.
Bedanya nyaris
tidak ada, kecuali di dalam sistem MLM, semua pengecer, bahkan sampai tingkat
konsumenselalu diiming-imingi untuk jadi stokis, agen, distributor atau
lainnya.
Iming-iming?
Ya, kami lebih
cenderung menyebutnya sebagai iming-iming, karena bentuknya memang rayuan.
Kalau bisa menjual sekian dan sekian, maka anda akan naik levelnya menjadi
level SIlver, Gold, Emeraldatau apalah istilahnya. Dan anda bisa segera pensiun
dini, resain dari kantor dan menerima pasive income 100 juta tiap bulan.
Apa ini bukan
iming-iming? Coba perhatikan lagi, kalau dapat sekian dan sekian, anda bisa
tour keliling Eropa bahkan bisa punya kapal pesiar. Wow, tentu sangat
menggiurkan sekaligus menyesatkan.
Karena
seolah-olah, cukup dengan membeli lalu menjual benda-bendaitu, seseorang bisa
begitu saja bisa tour keliling Eropa atau punya kapal pesiar. Padahal belum
tentu yang punya produk sendiri belum tentu punya kapal pesiar.
Satu hal yang
paling fatal dan seringkali kita kecolongan di dalam sistem MLM ini, bahkan
yang mengaku paling syar'i sekalipun adalah masalah bohongnya.
Bohong?
Ya, bohong. Sebab
para konsumen, bahkan yang paling cerdas sekalipun, seringkali harus kecele,
mengira akan dapat komisi sekian dan sekian, eh tidak tahunya, cuma dapat
secuil. Kecewa dan memalukan.
Maka
perhatikanlah, berapa banyak jenis usaha pemasaran yang menggunakan sistem MLM
yang bubar jalan, gulung tikar dan wassalam. Termasuk yang pakai embel-embel
syariah.
Hukum Dasar MLM
Sebenarnya tidak
ada yang salah dalam urusan transaksi, selamaMLM itubersih dari unsur terlarang
sepertiriba, gharar, dharar dan jahalah.
MLM sendiri masuk
dalam bab Muamalat, yangpada dasarnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah
bahwa Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah. Hukum segala sesuatu itu pada asalnya
adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai
nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam.
Misalnya bila di
dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar
dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik
kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu
hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan
mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur
jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan
sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita
tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum
kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang
`tajam dan terpercaya`.
Teliti Dan
Ketahui Dengan Pasti Maka jauh sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan
sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut,
yang akan membuat anda jauth ke dalam hal yang diharamkan Allah SWT. Carilah
keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan dan pengetahuan anda atas
sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan
tawaran cepat kaya dan seterusnya.
Sebaiknya anda
harus yakin terlebih dahulu bahwa produk yang ditawarkan jelas kehalalannya,
baik zatnya maupun metodenya. Karena anggota bukan hanya konsumen barang
tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu
status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Legalisasi
Syariah Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada
legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan
label dewan syariah, melainkan yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar
berjalan. Sehingga syariah bukan berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau
kita datangi kantornya, maka ustaz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan
siap menjelaskan letak halal dan haramnya.
Kepada pengawas
syariah itu anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan sistem
MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk
anda pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga ahli dibidangnya.
Itulah fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi jangan
terlalu mudah dulu untuk mengatakan bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu
persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.
Hindari Produk
Musuh Islam Seorang muslim sebaiknya menghindari diri dari menjalankan
perusahaan yang memusuhi Islam baik secara langsung atau pun tidak langsung.
Bukna tidak mungkin ternyata perusahaan induknya malah menjadi donatur musuh
Islam dan keuntungannya bisinis ini malah digunakan untuk MEMBUNUH saudara kita
di belahan bumi lainnya.
Meski pada
dasarnya kita boleh bermumalah dengan non muslim, selama mereka mau bekerjasama
yang menguntungkan dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan
produk musuh Islam di masa kini sama saja dengan berinfaq kepada musuh kita
untuk membeli peluru yang merobek jantung umat Islam.
Jangan Sampai
Berdusta Hal yang paling rawan dalam pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang
teramat tipis antara kejujuran dan dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang
diprospek itu dijejali dengan beragam mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu
singkat, atau bisa punya rumah real estate, mobil built-up mahal, apartemen
mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi lainnya.
Dengan rumus
hitung-hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai
dan meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah `pensiun
dini`. Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka
semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi
tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi kenyataan.
Dan simbol-simbol
kekayaan seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau ke
mana-mana naik mobil seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya
pencitraan diri bahwa seorang distributor itu sudah makmur sering terasa
dipaksakan. Bahkan istilah yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau
general manager atau istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa dirinya
adalah orang penting di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal
-misalnya- ujung-ujungnya hanya jualan obat.
Kami tidak
mengatakan bahwa trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang
bila masyarakat awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.
Hati-hati Dengan
Mengeksploitir Dalil Yang harus diperhatikan pula adalah penggunaan dalil yang
tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering kita dengar banyak
orang yang membuat keterangan yang kurang tepat.
Misalnya bahwa
Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang. Yang benar adalah beliau memang
pernah berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu
terjadi jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun
setelah menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah)
beliau adalah dari harta rampasan perang/ ghanimah, bukan dari hasil jualan
atau menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.
Lagi pula
kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan
MLM. Dan Khadidjah ra itulah buknalah Up-linenya sebagaimana Maisarah juga
bukan downline-nya.
Jadi jangan
mentang-mentang yang diprospek itu umat Islam, atau ustaz yang punya banyak
jamaah, atau tokoh yang berpengaruh, lalu dengan enak kita tancap gas tanpa
memeriksa kembali dalil yang kita gunakan.
Terkait dengan
itu, ada juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka
mengandaikannya dengan dakwah berantai/ berjenjang yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW di masa itu.
Padahal apa yang
dilakukan beliau itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan
berjenjang itu adalah sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah
berjenjang itu, Rasulullah SAW tidak sedang berdagang dengan memberi
barang/jasa dan mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat
perdangan dalam dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu adalah
pahala dari Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang
pembelian.
Jangan Sampai
Kehilangan Kreatifitas Dan Produktifitas MLM itu memang sering menjanjikan
orang menjadi kaya mendadak, sehingga bisa menyedot keinginan dari sejumlah
orang dengan sangat besar. Dan karena menggunakan sistem jaringan, memang dalam
waktu singkat bisa terkumpul sejumlah orang yang siap menjual rupa-rupa produk.
Harus
diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke dalam jaringan MLM yang
pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah industri, maka jangan
sampai jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat menjadi loyo dan mati. Sebab di
belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang mengeluarkan produk
secara massal.
Padahal umat ini
butuh orang-orang yang mampu berkreasi, mencipta, melakukan aktifitas seni,
menemukan hal-hal baru, mendidik, memberikan pelayanan kepada ummat dan
pekerjaan pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke
dalam bisnis pemasaran, maka matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di
satu bidang saja yaitu: B E R J U A L A N produk sebuah industri.
Etika Penawaran
Salah satu hal yang paling `mengganggu` dari sistem pemasaran langsung adalah
metode pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang di situlah ujung
tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga di situlah titik yang
menimbulkan masalah.
Biasanya para
distibutor selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang
sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang
bulu dan suasana. Misalnya seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak
pernah berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil memubuka
pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji
bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang
pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Hanya saja karena
kawan lama, tidak enak juga bila tidak membeli. Karena si teman ini
menghujaninya dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang
terkadang sangat fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang
intinya mau tidak mau harus beli dan jadi anggota. Pada saat mewarkan dengan
sejuta argumen inilah seorang distributor bisa bermasalah.
Atau suasana yang
penting menjadi terganggu karena adanya penawaran MLM. Sehingga pengajian
berubah menjadi ajang bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak
suasana dan kesempatan penting berubah jadi `pasar`. Tentu ini akan terasa
mengganggu.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment