Rabu, 30 Mei 07
05:51 WIB
Kirim teman
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Pak ustadz,
jikalau ada perempuan yang bersedia menjadi isteri kedua dan juga
diizinkan/direstui oleh orang tuanya bolehkah dinikahi? Tetapi tanpa
sepengetahuan isteri pertama dan tanpa minta izin dari isteri pertama
Wassalam,
Rief
Arif Rahmanfirzaku at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau dilihat secara hukum hitam putih, pada dasarnya seorang
laki-laki tidak perlu mendapat izin dari siapa pun untuk boleh menikah. Baik untuk menikah yang pertama, kedua,
ketiga atau pun yang keempat.
Izin dalam arti
dari pihak lain hanya berlaku buat seorang wanita. Yaitu izin dari pihak wali
yang dalam hal ini adalah ayah kandungnya sebagai wali mujbir. Sedangkan
seorang laki-laki tidak membutuhkan wali atau izin dari pihak mana pun dalam
menentukan pernikahannya.
Namun lain urusan izin lain pula urusan musyawarah. Akan lebih baik bila setiap melakukan tindakan
hukum, seseorang bermusyawarah terlebih dahulu. Meski pada hakikatnya kalau
dilihat dari urusan hak, seseorang berhak untuk kawin lagi, kapan saja dan di
mana saja, namun segala sesuatu harus dipertimbangkan masak-masak. Dan
musyawarah untuk mempertimbangkan segala resiko dari dampak poligami sangat
penting dan fatal.
Apalagi mengingat
kultur bangsa Indonesia yang boleh dibilang 'anti poligami', baik secara sadar
atau tidak sadar. Namun begitulah kira-kira gambaran masyarakat kita, kalau
urusan dzikir, hadir di majelis taklidan meramaikan ibadah ritual, mungkin
cukup jempolan. Tetapi giliran bicara poligami, tetap saja mayoritas tidak
setuju.
Bukti yang paling
sederhana adalah yang baru saja menimpa teman kita, Abdullah Gymnastiar.
Setelah sebelumnya dielu-elukan di semua tempat, bahkan wajahnya setiap hari
menghiasi media, baik cetak maupun elektronik, lebih populer dari bintang film
dan artis, tiba-tiba begitu beliau memutuskan untuk berpoligami yang halal
hukumnya, semua seolah menyalahkan dirinya. Sayang sekali, termasuk begitu
banyak anak perusahaannya pun harus ikut-ikutan merumahkan para karyawannya.
Berat benar ujian yang Allah berikan kepada saudara kita itu.
Pelajaran yang
boleh kita ambil, rupanya poligami di negeri ini masih 'diharamkan' oleh
publik. Meski dihalalkan oleh syariah Islam. Publik tidak rela, kalau ada tokoh
pujaan hati, meski seorang ustadz sekali pun, yang melakukan poligami. Padahal
poligami itu halal baginya, tidak melanggar undang-undang apa pun, karena
beliau bukan pegawai negeri sipil yang terkena PP sekian dan sekian.
Maka urusan
poligami nampaknya bukan urusan hukum semata, bukan juga urusan halal dan haram
dari kitabullah dan sunnah rasululullah SAW. Tetapi lebih dari itu, adalah
urusan perasaan hati publik yang kira-kira juga menggambarkan urusan hati
seorang wanita isteri pertama yang dikecewakan. Setidaknya, dikecewakan menurut
publik, meski Teh Ninik sendiri tidak merasa kecewa barangkali. Namun itulah
sebuah potret reaksi negatif atas sebuah tindakanhalal poligami.
Maka bila anda
berniat untuk menikah lagi, tidak usah khawatir dari sisi hukum syariah, karena
hukumnya 100% halal dan sama sekali tidak syarat untuk minta izin kepada isteri
pertama atau izin dari siapapun. Tetapi di luar urusan halal dan haram, ada banyak
pertimbangan yang perlu anda pertimbangakan dan anda timbang-timbang dengan
timbangan yang seimbang. Karena itulah Allah SWT menghalalkan poligamidengan
syarat keseimbangan (adil).
Dan jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim, maka
kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
(QS. An-Nisa': 3)
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment