Selasa, 27/10/2009 11:08 WIB
Ustadz Menjawab
bersama Ustadz Sigit Pranowo, Lc.
Asslm. Wr.
Wb,
Ustadz yang
insya ALLOH dirahmati ALLOH SWT,
1. Saya ada
pertanyaan mengenai poligami dikarenakan ada yang menyatakan kalau kita mau
berpoligami yang sesuai dengan Rasulullah SAW, maka istri pertama harus
meninggal dahulu seperti Khadijah R.A?
2. Apa dan
sebab turunnya ayat berpoligami tersebut, apakah pada saat Khadijah R.A masih
ada atau beliau sudah meninggal? Atau bagaimana? Mohon penjelasannya.
Terima kasih
atas perhatiannya.
Wasslm. Wr.
Wb,
Hamba ALLOH
Shahrin
Febrian
Jawab
Waalaikumussalam
Wr Wb
Poligami
merupakan sesuatu yang disyariatkan oleh Allah swt sebagai solusi dari
kehidupan masyarakat pada saat itu yang tidak ada pembatasan bagi seorang
laki-laki dalam memiliki istri serta untuk memenuhi tuntutan sosial masyarakat
yang semakin hari jumlah kaum wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya.
Disyariatkannya
hal itu berdasarkan firman Allah swt :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ
لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ (٣)
Artinya :
“dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.” (QS. An Nisaa : 3)
Ijma para
ulama menyatakan bahwa diperbolehkan seseorang melakukan poligami dengan dua
persyaratan :
1. Mampu
berlaku adil terhadap para istrinya, sebagaimana firman Allah swt ;
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣)
Artinya :
“kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa : 3)
2. Memiliki kemampuan untuk
memberikan nafkah kepada para istrinya itu, sebagaimana firman Allah swt :
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ
اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ (٣٣)
Artinya :
“dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nuur : 33)
Memang
didalam siroh disebutkan bahwa Rasulullah saw baru melakukan poligami pada usia
53 tahun setelah Khodijah ra meninggal dunia hingga usia beliau 60 tahun.
Poligami
yang dilakukan Rasulullah saw dikarenakan tuntutan da’wah. Pada saat itu usia
Nabi saw semakin tua sementara tugasnya bertambah berat didalam menyampaikan
risalahnya sehingga beliau saw membutuhkan orang-orang yang paling dekat
dengannya untuk menjadi perantara dalam menyampaikan hukum-hukum syariat yang
berkenaan dengan wanita muslimah. Tentunya sangatlah merisihkan diri nabi saw
jika beliau saw secara langsung menjelaskan hukum-hukum syariat tentang wanita
kepada para wanita muslimah. Karena itulah, fungsi menyampaikan ini diambil
oleh hampir seluruh istrinya.
Apa yang
dilakukan Rasulullah saw dengan berpoligami setelah meninggalnya Khodijah
sebagai istri pertamanya adalah juga perintah dari Allah swt. Dan hal itu tidak
berarti bahwa setiap muslim baru bisa berpoligami setelah istri pertamanya
meninggal dunia.
Islam adalah
agama fitrah yang mengerti akan kebutuhan setiap manusia. Tentunya kebutuhan
setiap manusia tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya termasuk dorongan
syahwat (libido). Ada diantara mereka yang membutuhkan istri lebih dari satu
untuk memenuhi libidonya sementara sebagian lainnya merasa cukup dengan satu
istri. Atau mungkin ada diantara mereka yang sedang diuji dengan sakit
berkepanjangan yang dialami istrinya sehingga tidak bisa melayani kebutuhan
seksual suaminya sementara dirinya membutuhkan jalan keluar untuk itu, lalu
apakah solusi buat suaminya itu ?
Apakah
dirinya harus menanti hingga istrinya meninggal dunia?! Sementara dorongan
seksualnya semakin hari terus semakin bertambah! dan bukan tidak mungkin jika
tidak ada solusi berpoligami maka dirinya akan jatuh kedalam perbuatan yang
diharamkan untuk memenuhi kebutuhannya itu.
Tidak ada
nash didalam Al Qur’an maupun sunnah yang melarang seorang muslim untuk
berpoligami sementara istri pertamanya masih ada disampingnya selama dirinya
sudah termasuk orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk itu. Nash-nash Al
Qur’an dan sunnah hanya memberikan batasan bagi seseorang yang berpoligami
untuk tidak memiliki istri lebih dari empat orang, sebagaimana Diriwayatkan
oleh Ahmad dari Salim dari ayahnya bahwa Ghailan bin Salamah ats Tsaqofi masuk
islam sementar dirinya memiliki sepuluh orang istri. Lalu Nabi saw berkata
kepadanya,”Pilihlah empat orang saja dari mereka.”
Adapun sebab
nuzul dari ayat 3 surat an Nisa tentang poligami diatas, sebagaimana disebutkan
didalam ash shahihain adalah bahwa Urwah bin az Zubeir bertanya kepada Aisyah
tentang firman Allah وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى , maka Aisyah berkata,”Wahai anak saadara perempuanku
sesungguhnya anak perempuan yatim ini berada didalam perawatan walinya—ia
menyertainya didalam hartanya, lalu walinya tertarik dengan harta dan
kecantikan anak perempuan yatim itu dan menginginkan untuk menikahinya dan
tidak berlaku adil terhadap maharnya, dia memberikan mahar kepadanya tidak
seperti orang lain memberikan mahar kepadanya. Maka mereka dilarang untuk
menikahi anak-anak perempuan yatim kecuali apabila mereka dapat berlaku adil
terhadap anak-anak perempuan yatim itu dan memberikan kepada anak-anak
perempuan yatim itu yang lebih besar dari kebiasaan mereka dalam hal mahar.
Maka para wali itu pun disuruh untuk menikahi wanita-wanita lain yang
disenanginya selain dari anak-anak perempuan yatim itu.”
Ayat 3 dari surat An Nisa ini turun
pada tahun kedelapan setelah Rasulullah saw berhijrah ke Madinah setelah
meninggalnya Khodijah ra pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh kenabian dan juga
setelah beliau saw menikahi seluruh istrinya dan wanita terakhir yang
dinikahinya adalah Maimunah pada tahun ke-7 H.
Wallahu
A’lam
No comments:
Post a Comment