Selasa, 29 Mei 07 07:43 WIB
Kirim teman
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Bagaimana pendapat ustadz masalah tafiq? Dan bagaimana
pandangan ustaz sekiranya rakyat indonesia yang mayoritas mazhab syafi'i
tiba-tiba sekarang mazhabnya campuran?
Ismail Nasutionismail3nast at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Talfiq adalah menghimpun atau bertaqlid dengan dua imam
madzhab atau lebih dalam satu perbuatan yang memiliki rukun, bagian-bagian yang
terkait satu dengan lainnya yang memiliki hukum yang khusus. Ia kemudian
mengikuti satu dari pendapat yang ada.
Sebagai contoh, seseorang bertaqlid kepada pendapat Al-Imam
Asy-Syafi'i dalam mengusap sebagian kepala ketika wudlu, kemudian ia bertaqlid
juga kepada ImamAbu Hanifah dan Imam Malik dalam hal tidak batalnya menyentuh
wanita jika tidak bersyahwat. Kemudian ia shalat dengan wudlu tersebut.
Bagaimana hukumnya?
Dalam hal ini umumnya para ulama sepakat membolehkan, karena
alasan yang tidak mungkin ditolak. Apalagi di zaman sekarang ini.
Alasan Pertama
Tidak adanya nash di dalam Al-Quran atau pun As-Sunnah yang
melarang talfiq ini. Setiap orang berhak untuk berijtihad dan tiap orang berhak
untuk bertaqlid kepada ahli ijtihad. Dan tidak ada larangan bila kita sudah
bertaqlid kepada satu pendapat dari ahli ijtihad untuk bertaqlid juga kepada
ijtihad orang lain.
Di kalangan para shahabat nabi SAW terdapat para shahabat
yang ilmunya lebih tinggi dari yang lainnya. Banyak shahabat yang lainnya kemudian
menjadikan mereka sebagai rujukan dalam masalah hukum. Misalnya mereka bertanya
kepada Abu Bakar ra, Umar bin Al-Khattab ra, Utsman ra, Ali ra, Ibnu Abbas ra,
Ibnu Mas'ud ra, Ibnu Umar ra dan lainnya. Seringkali pendapat mereka
berbeda-beda untuk menjawab satu kasus yang sama.
Namun tidak seorang pun dari para shahabat yang berilmu itu
yang menetapkan peraturan bahwa bila seseorang telah bertanya kepada dirinya,
maka untuk selamanya tidak boleh bertanya kepada orang lain.
Dan para iman mazhab yang empat itu pun demikian juga, tak
satu pun dari mereka yang melarang orang yang telah bertaqlid kepadanya untuk
bertaqlid kepada imam selain dirinya.
Maka dari mana datangnya larangan untuk itu, kalau tidak ada
di dalam Quran, sunnah, perkataan para shahabat dan juga pendapat para imam
mazhab sendiri?
Alasan Kedua
Pada hari ini, nyaris orang-orang sudah tidak bisa bedakan
lagi, mana pendapat Syafi'i dan mana pendapat Maliki, tidak ada lagi yang tahu
siapa yang berpendapat apa, kecuali mereka yang secara khusus belajar di
fakultas syariah jurusan perbandingan mazhab. Dan betapa sedikitnya jumlah
mereka hari ini dibandigkan dengan jumlah umat Islam secara keseluruhan.
Maka secara pasti dan otomatis, semua orang akan melakukan
taliq, dengan disadari atau tidak. Kalau hukum talfiq ini diharamkan, maka
semua umat Islam di dunia ini berdosa. Dan ini tentu tidak logis dan terlalu
mengada-ada.
Alasan Ketiga
Alasan ini semakin menguatkan pendapat bahwa talfiq itu
boleh dilakukan. Karena yang membolehkannya justru nabi Muhammad SAW sendiri
secara langsung. Maka kalau nabi saja membolehkan, lalu mengapa harus ada
larangan?
Nabi SAW lewat Aisyah disebutkan:
Nabi tidak pernah diberi dua pilihan, kecuali beliau memilih
yang paling mudah, selama hal tersebut bukan berupa dosa. Jika hal tersebut
adalah dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhi hal tersebut “.
(Fathu al-Bari, X, 524)
Adanya dua pilihan maksudnya ada dua pendapat yang
masing-masing dilandasi dalil syar'i yang benar. Namun salah satunya lebih ringan
untuk dikerjakan. Maka nabi SAW selalu cenderung untuk mengerjakan yang lebih
ringan.
Itu nabi Muhammad SAW sendiri, seorang nabi utusan Allah.
Lalu mengapa harus ada orang yang main larang untuk melakukan apa yang telah
nabi lakukan?
Alasan Keempat
Melakukan talfiq adalah hal yang termudah saat ini,
ketimbang harus selalu berpedang kepada satu mazhab saja. Mengingat hari ini
tidak ada guru atau ustadz yang mengajar fiqih di bawah satu mazhab saja dalam
segala sesuatunya.
Kitab-kitabfiqih syafi'i di Indonesia memang banyak beredar,
namun dari semua kitab itu, nyaris tidak ada satu pun yang menjawab semua
masalah lewat pendapat Asy-Syafi'i. Ada begitu banyak masalah yang tidak
dibahas di dalam kitab-kitak kuning itu dan tetap butuh jawaban.
Maka para kiayi sepuh yang biasanya selalu merujuk kepada
kitab mazhab Syafi'i, terpaksa harus membuka kitab lainnya. Dan saat itu,
beliau telah melakukan talfiq.
Bahkan hasil-hasil sidang Lajnah Bahtsul Matsail di kalangan
Nahdlatul Ulama pun, yang konon sangat syafi'i, tidak lepas dari merujuk kepada
kitab-kitab di luar mazhab Syafi'i. Silahkan baca buku Solusi Problema Aktual
Hukum Islam: Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes ahdlatul Ulama (1926-1999)
halaman xliv.
Oleh karena itu maka sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
bahwa kita diperintahkan untuk memilih sesuatu yang termudah, maka saat ini
yang lebih mudah justru melakukan talfiq.
“Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah mudah. Dan tidaklah
seorang yang mencoba untuk menyulitkannya, maka ia pasti dikalahkan”. (Fathu
al-Bari, I, 93)
Para imam Fiqih yang empat mendukung talfiq. ‘Al-Izz Ibnu
Abdissalam menyebutkan bahwa dibolehkan bagi orang awam mengambil rukhsah
(keringanan) beberapa madzhab (talfiq), karena hal tersebut adalah suatu yang
disenangi. Dengan alasan bahwa agama Allah itu mudah (dinu al-allahi yusrun)
serta firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 78:
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam satu
agama suatu kesempitan. (Fatawa Syaikh ‘Alaisy, I, 78)
Imam al-Qarafi menambahkan bahwa, praktik talfiq ini bisa
dilakukan selama ia tidak menyebabkan batalnya perbuatan tersebut ketika
dikonfirmasi terhadap semua pendapat imam madzhab yang diikutinya.
Demikian juga dengan para ulama kontemporer zaman sekarang,
semacam Dr. Wahbah Az-Zuhaili, menurut beliau talfiq tidak masalah ketika ada
hajat dan dlarurat, asal tanpa disertai main-main atau dengan sengaja mengambil
yang mudah dan gampang saja yang sama sekali tidak mengandung maslahat
syar‘iyat. (Ushul al-Fiqh al-Islamiy, II, 1181)
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment