Jumat, 23 Mar 07 09:37 WIB
Kirim Pertanyaan | Kirim teman
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Semoga pak ustadz senantiasa berada di bawah lindungan Allah
SWT. Saya mau bertanya
1. Apakah hadist
shahih yang benar secara periwayatannya sudah pasti benar pula secara isinya?
2. Bagaimana
kedudukan hadist shahih bukhari/ Muslim terhadap AlQuran, Apakah kedudukannya
sama, atau terpisah dengan nomor urut dua setelah AlQuran, atau berada di
bawah/tunduk pada AlQuran (harus sesuai tidak boleh bertentangan)?
3. Bagaimana
mensikapi bila terhadap pertentangan antara keduanya, di mana sering terjadi
bila ada di antara keduanya bertentangan (menurut pemahaman saya) maka
cenderung yang dipakai adalah hadist shahih, artinya kedudukan hadist shahih
sudah menjadi nomor satu, bukan nomor dua apalagi berada di bawah Al-Quran.
Sebagai contoh di
antaranya:
(hadist shahih)
Laki-Laki diharamkan pakai emas. (AlQuran) Allah murka terhadap orang-orang
yang mengharamkan perhiasan yang dikeluarkan untuk hamba-hamba-Nya (7:32).
(hadist shahih)
Mayit itu disiksa lantaran ditangisi oleh familinya. (AlQuran) baik dan
buruknya suatu perbuatan, harus ditanggung sendiri oleh yang mengerjakannya
2:286, 2:123, 36:54, 17:15, 53:38, 39, 31:33.
(hadist shahih)
Nabi Isa masih hidup dan akan turun lagi ke tengah manusia. (AlQuran) Nabi
Muhammad penutup segala Nabi (33:40). (Menurut pemahaman saya) Bila diyakini
ada Nabi lain yang masih hidup dan akan kembali ke tengah manusia, artinya tentu
bukan Nabi Muhammad sbg penutup para Nabi(jelas ini bertentangan). Ada yang
mengatakan bahwa nanti Nabi Isayangmasih hidup akan turun lagi bukan sebagai
Nabi tapi sebagai seorang manusia muslim biasa. Apakah mungkin seorang yang
diberi langsung status kenabiannya oleh Allah jika masih hidup kita katakan
bukan Nabi, bahkan walaupun setelah ia wafat sekalipun? Bukankah para Nabi
lainnya sudah wafat dan tetap berpredikat Nabi? Atau Nabi yang masih hidup tapi
sudah terhenti menerima wahyu maka tidak lagi berstatus sebagai Nabi?
Penemuan terbaru
makam Nabi Isa oleh arkeolog, serta temuan naskah laut mati serta injil koptik
injil abad 1 M yang menyatakan bahwa Yesus meninggal secara wajar, dan tentang
penyaliban Yesus berkata, "Orang lain... Yang merasakan empedu dan
cuka.... bukan aku... Orang lainlah yang memikul salib di atas pundaknya, juga
orang lain yang dipakaikan mahkota duri di atas kepalanya. Aku sendiri beriang
gembira di tempat tinggi..... Aku menertawakan kehodohan mereka. (pada buku
'"Misteri Naskah Laut Mati" oleh Ahmad Osman) sebenarnya semakin
membuktikan kebenaran AlQuran (Nabi Isa dilindungi ke suatu tempat tinggi yang
datar 3:144, diganti yang disalib 4:157, wafat 3:55, 21:34, 36:54) dan
meruntuhkan kepercayaan kristen akan Tuhannya, walaupun berimbas juga pada
hadist shahih yang umumnya adalah diyakini kebenarannya namun ada yang tak
luput dari kesalahan karena yang dijamin memperoleh pemeliharaan Allah adalah
AlQuran (15:9)
Terima kasih
banyak atas jawabannya.
Wassalamu'alaikum
w. WAdi
Adies
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
1. Hadits yang
shahih adalah yang diriwayatkan oleh para perawi yang sehat, baik sehat dari
segi 'adalah atau pun sehat dari segi dhabith.
Sehat dari segi
'adalah maksudnya perawi tersebut selamat dari kekurangan dari segi penerapan
hukum agama pada dirinya, termasuk juga kekurangan dari akhlaq dan muru'ah
(kehormatan danetika).
Sehat dari segi
dhabith maksudnya perawi itu adalah orang yang kuat hafalannya, tidak salah
dalam meriwayatkan, tidak rancu, tidak terbolak balik dan seterusnya.
Penilaian atas
kesehatan seorang perawi dilakukan oleh para pakar kritik hadits dan bisa kita
ketahui manakala kita belajar ilmu rijalul hadits, bahkan sudah dibuatkan
kitab-kitab yang khusus berisi database para perawi hadits.
Kesehatan sebuah
hadits menjamin bahwa lafadz hadits itu memang benar-benar punya sanad yang
tersambung kepada Rasulullah SAW. Tetapi hadits yang shahih tidak pernah
menjamin bahwa pemahaman tiap orang atashadits tersebut akan selalu sama.
Justru titik masalah yang anda tanyakan terletak di sini. Dan semua masalah
yang anda angkat itu berada di dalam wilayah cara memahami, bukan masalah
kekuatan sanadnya.
Maka
sederhananya, hadits yang shahih itu sudah pasti benar. Benar dalam arti bahwa hadits
shahih ituberisi perkataan, perbuatanatau taqrir dari Rasulullah SAW. Maka
bukan pada tempatnya untuk membenturkan hadits shahih dengan Al-Quran.
2. Kedudukan
hadits memang berada pada urutan nomor dua setelah Al-Quran. Namun bukan
berarti kalau keduanya sekilas terkesan saling berbeda, lalu yang satu harus
kalah.
Karena tiap ayat
atau hadits masih mengandung hukum yang perlu dikupas lebih dalam. Ada dalil
yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus, maka yang khusus punya tempat
tersendiri.
Bahkan ada dalil
yang berbeda berlakunya, di mana yang keluar berlakangan akan berlaku dan yang
keluar lebih dahulu dihapus oleh yang datang belakangan. Sehingga sangat
dimungkinkan ada ayat Al-Quran yang dihapus hukumnya (bukan lafadznya) hanya
oleh sebuah hadits shahih. Lantaran hadits shahih ini keluar belakangan.
Setidaknya, jumhur ulama mengatakan demikian.
Jadi tidak
semata-mata urut kacang, tetapi kita harus membedah detail tiap ayat atau
hadits. Dan memang mutlak dibutuhkan ilmu fiqih dan ushul fiqih dalam masalah
ini.
3. Sebenarnya
bukan kecenderungan untuk memakai hadits shahih, tetapi kembali kepada detail
kandungan hukum. Umumnya hadits lebih detail, lebih khusus dan lebih menukik
dibandingkan dengan ayat Al-Quran yang masih bersifat umum. Kalau kesannya
lebih mendahulukan hadits dari pada Al-Quran, hal itu tidak benar. Sebab dalil
yang umum akan dikalahkan oleh dalil yang khusus.
Masalah Haramnya
Emas Buat Laki-laki
Meski ada ayat
yang menegaskan bahwa Allah 'murka' ketika ada orang yang mengharamkan
perhiasan, namun bukan berarti kalau Rasulullah SAW mengharamkan emas, lantas
kita harus menentang perkataan beliau SAW. Atau kita malah mempertanyakan
kebenaran sanad haditsnya.
Katakanlah,
"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan rezki yang baik?" Katakanlah,
"Perhiasan itu bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus
di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi
orang-orang yang mengetahui.(QS. Al-A'raf: 32)
Ayat ini sama
sekali tidak mengatakan bahwa emas dan sutera itu boleh dipakai oleh laki-laki,
juga tidak ada statemen yang menyebutkan bahwa semua jenis perhiasan hukumnya
halal tanpa kecuali. Maka ayat ini bersifat 'aam (umum).
Kalau ada dalil
shahih yang membuat pengecualian, maka pengecualian itu kita sebut khash. Maka
yang dikecualikan itu tetap berlaku sebagai pengecualian. Dan kebetulan ada
hadits shahih yang berada pada posisi pengecualian itu, maka hadits itu tetap
wajib kita terima.
Dari Amirul
Mu'minin Ali bin Abi Thalib radiayallahu 'anh, bahwa Nabi Sallallahu 'Alaihi
wassalam, mengambil sutera, kemudian diletakkan di tangan kanannya dan
mengambil emas, kemudian di letakkan di tangan kirinya, lalu beliau bersabda,
" Sesungguhnya kedua benda ini (sutera dan emas) diharamkan bagi laki-laki
dari umatku." (HR Imam Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa'i dengan sanad yang
baik)
Dan kesimpulan
hukumnya adalah bahwa semua jenis perhiasan itu halal dipakai oleh laki-laki,
kecuali emas dan sutera.
Masalah Kematian
Nabi Isa
Untuk masalah
apakah Nabi Isa sudah wafat atau masih hidup, sebenarnya bukan sekedar
perbedaan versi antara Al-Quran dan Hadits, melainkan justru sesama ayat
Al-Quran sendiri ada kesan tidak sama.
Kami tidak akan
bahas masalah itu di sini, karena kami telah menjelaskan masalah ini
sebelumnya. Kalau anda tertarik silahkan baca di sini
http://www.eramuslim.com/usm/qrn/4434f6e2.htm
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment