Tuesday 9 April 2013

"Bal’am Kontemporer" dan Prototype Penghancur Islam


Al-Quran menamai orang-orang yang suka “melacurkan ilmu” demi dunia ibarat “anjing” yang menjulurkan lidahnya. Itulah prototype  Bal’am  ibn Ba’ura
 www.hidayatullah.com
Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi *

Adalah Bal’am ibn Ba’ura. Seorang alim yang memiliki ilmu mumpuni di kalangan Bani Isra’il. Hujjah-hujjah dan dalil-dalilnya dalam mengeluarkan ilmu sangat luar biasa. Karena dia diberi pemahaman mendalam tentang Taurat oleh Allah s.w.t.
Namun akhirnya, dia menyalah-gunakan keilmuannya demi kepentingan duniawi. Dia gunakan keilmuannya bukan untuk kepentingan umat, tapi kepentingan pribadi dalam menumpuk-numpuk kenikmatan sesaat, palliative. Oleh karenanya, Rasulullah s.a.w. ketika di Madinah, diperintah oleh Allah untuk menceritakan kisah Bal’am ini kepada orang-orang Yahudi di Madinah sebagai pelajaran berharga bagi ummat, setidaknya agar tahu kerusakan ilmu yang telah dilakukan Bal’am.
Pelacuran Intelektualitas
Orang-orang beilmu sebenarnya dipilih Allah. Karena Dialah sumber ilmu: al-‘alim, al-‘allam. Dengan ilmu itu Allah menginginkan pemiliknya menjadi orang-orang yang terangkat derajatnya (Qs. Al-Mujadilah: 11). Namun jika disalahgunakan, ilmu pun menjadi malapetaka. Karena yang lahir adalah “pelacuran” intelektualitas. Dan Bal’am adalah contohnya. Di mana, di zaman Rasulullah saja, kerusakan ilmu dan “pelacuran” intelektual sudah ada.
Kejahilan ilmu dan “pelacuran intelektual” seperti Bal’am diibaratkan oleh Allah seperti “anjing”. Kenapa harus anjing? Karena anjing itu bermental penjilat dan pragmatis. Jika dihalau, anjing akan menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan dia akan tetap menjulurkannya lidahnya. Mental penjilat dan pribadi pragmatis –dalam keilmuan—dimana pun sama. Mereka adalah “anjing-anjing” penjilat dan penjual kebenaran, melacurkan ilmu pengetahuan dan intelektualitas mereka.
Bagaimana tidak? Dia sudah mengetahui kebenaran yang diberikan oleh Allah. Pemahaman terhadap Alkitab (Islam: Al-Quran) tapi dia jual ayat itu dengan harga yang sangat murah (tsamanan qalilan).
Bukan sedikit, ilmuwan agama (baca Islam) saat ini menukar ilmu dengan sekeping dollar yang jelas-jelang efeknya untuk menghancurkan Islam. Dia jual ayat Allah, hadits Nabi s.a.w. dan pendapat ulama Islam demi interest pribadi, kelompok dan golongan. Bahkan tidak segan-segan memutar-balikkan fakta. Kata Imam ‘Ali karrama Allah wajhah, “Kalimat haqqin yuradu biha bathil.”
Al-Quran sangat keras dan mengecam tipe makhluk seperti ini. “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang Telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), Kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.” [QS. Al-A’raf [7]: 175-176].
Sejak lama, prototype ilmuan dan intelek model itu sudah digambarkan oleh Khalifah ‘Umar ibn al-Khattab. Diceritakan oleh Ziyad ibn Hudayr bahwa ‘Umar bertanya kepadanya: “Tahukah engkau apa yang dapat menghancurkan Islam? Tidak,” jawab Hudayr. “Tergelincirnya seorang alim (intelek, ilmuwan), seorang munafik yang berdebat menggunakan dalil-dalil Al-Kitab (Al-Quran) dan para aparat pemerintah (imam) yang menyesatkan.”  [Diriwayatkan oleh Al-Darimi].
Ketiga tipe penghancur Islam yang disebutkan oleh Khalifah ‘Umar sudah muncul di tengah-tengah umat Islam. Para ulama yang tergelincir sudah banyak. Ada yang menghalalkan bunga bank dengan alasan maslahat. Ada seorang hafizh Al-Quran yang masih percaya kepada “klenik” dan khurafat. Ada ilmuwan yang berani mengatakan bahwa Kong Hu Chu adalah “Ahli Kitab”. Ada juga yang  GR ‘berijtihad’ bahwa kawin sesama jenis (homoseks, lesbian) adalah “islami dan humanis’. Bahkan kawin Musliman dengan non-Muslim sudah tak zamannya untuk diperdebatkan
Orang-orang munafik yang berdebat menggunakan ayat-ayat Al-Quran banyak bermunculan. Dalam sebuah debat di salah satu channel TV lokal,  seorang akitvis Jaringan Islam Liberal (JIL) menyitir satu ayat Al-Quran untuk mematahkan lawan debatnya yang mendukung adanya khilafah Islamiyah. Dengan penuh percaya diri aktivis itu mengatakan, “Tahsabuhim jami’an wa qulubuhum satta” [Kalian kira mereka itu bersatu padu, padahal hati mereka berpecah-belah]. Dengan tegas dia mengatakan, “Itu lah Hizbut Tahrir.” Padahal dalil yang digunakannya tidak tepat sama sekali. Tapi dia berani untuk menyerang saudara seiman dan seakidahnya, hanya untuk kemasyhuran. Inilah yang diibaratkan Al-Quran  sebagai sosok “anjing-anjing” yang mengulur-ulurkan lidahnya.
Tidak sedikit orang-orang bergelar intelektual (bahkan dijuluki TV sebagai intelek Muslim) yang menyalahkan nabi Luth ketika melarang umatnya melakukan homoseks. Alasannya macam-macam. Ada yang menyatakan bahwa ayat-ayat yang berbicara tentang nabi Luth tidak secara eksplisit “mengharamkan” praktek “homoseks”. 
Tidak sedikit mereka menyalah-nyalahkan para Sahabat Nabi dan para Tabi’in. Sedang Allah menjamin mereka di dalam surga karena ketaatan pada agama dan akhlaq luhur-nya.  Boleh dibilang, hanya seujung jari untuk membandingkan para Sahabat Nabi dan Tabi’in dengan para intelektual --yang oleh Al-Quran—diumpamakan sebagai “anjing-anjing” ini.
Peringatan Nabi  
Yang jelas, fenomena “pelacuran intelektualitas” dan penyesatan para pemimpin umat yang diceritakan di atas, karena bersumber dari “kerusakan ilmu”. Dan itu sudah terjadi sejak lama, sejak zaman Bani Isra’il.
Dan orang-orang yang muncul dewasa ini tak lain hanyalah “Bal’am-Bal’am kontemporer”. Model intelek “anjing penjilat” dan pragmatis. Yang rela “dibayar” dan “dibeli” idealisme dan loyalitas kepada Islam untuk kepentingan duniawi. Dan ini adalah imitasi terhadap model keilmuan umat sesat, Yahudi.
Imbas dari “pelacuran intelektual” seperti ini adalah: ngambangnya pemahaman umat terhadap Islam. Yang lahir kemudian adalah faham “bingungisme”. Umat dibuat tak punya pegangan pasti. Karena para inteleknya “rusak” dan tak bermoral.
Sufyan ibn ‘Uyainah dalam satu statemennya menegaskan, “Man fasada min ulama’ina fafihi syibhun min al-Yahud. Wa man fasada min ‘ibadina, fafihi syibhun min al-Nashara” [Siapa saja yang “rusak” dari kalangan intelek (ilmuwan, ulama) kita maka pada diri mereka ada titik kesamaan dengan Yahudi. Dan siapa saja dari umat (hamba, orang awam) yang rusak, maka dalam dirinya ada kemiripan dengan Nashrani).
Makanya, sejak dari surah al-Fatihah Allah sudah memberikan stempel negatif kepada kedua kelompok Ahli Kitab itu. Yahudi disebut oleh Allah sebagai kelompok al-maghdhub ‘alayhim, karena yang rusak adalah para ulamanya. Kemudian diikuti oleh kerusakan orang awamnya. Dan kelompok Nashrani disebut oleh Allah sebagai al-dhallun (tersesat). Karena tak mau mengikuti kebenaran berdasarkan ilmu, padahal sudah jelas dan terang dibuktikan.
Fenomena dekonstruksi Islam sekarang ini adalah bukti konkret kerusakan ilmu. Di mana, ilmu-ilmu Islam tak lagi dipahami sebagai satu hal yang inheren dengan amal. Karena tak lagi inheren dengan amal, maka menjadi tidak integral dengan moralitas. Pada gilirannya, ilmu-ilmu yang dipelajari dan dimiliki tak lagi “membumi”.
Akibatnya, ilmu-ilmu itu hanya menjadi alat “penghujat”, pembodohan umat, penyalah-gunaan jabatan dan pembebebakan kepada ‘sang tuan pemberi donasi’.
Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya mengatakan,  satu peradaban inferior cenderung “membebek” kepada peradaban yang superior”. Makanya tak sedikit dari kaum intelek kita yang mengaku “dibayar” oleh pihak Barat dalam menyebarkan dan menjajakan wacana-wacana destruktif ke tengah-tengah umat.
Banjirnya wacana-wacana “sekularisme”, “pluralism” dan “liberalism” diasongkan dimana-mana adalah salah satu buktinya. Lahir kemudian faham relativisme. Tak heran jika kemudian Al-Quran dihujat, Rasulullah dilecehkan, hukum Islam didekonstruksi, feminisme dan gender dijadikan “wirid” di mana-mana. Bahkan sebagaikan memaksakan menjadi “materi wajib” pendidikan. Seolah sebegitu pentingnya.
Maka penting kiranya peringatan Rasulullah s.a.w. berikut ini dicermati dan direnungkan. “Sungguh, kalian akan mengikuti perilaku umat-umat sebelum kalian: sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta dan sejengkal demi sejengkal. Meskipun mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian akan mengikutinya.” Apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nashrani wahai Rasul?” tanya para sahabat. Siapa lagi kalau bukan mereka,” jawab Rasulullah singkat. [HR. Al-Bukhari dan Muslim]. Semoha Allah terus menjaga dan menjauhkan kita dan keluarga kita agar tak terjerumus dalam lingkaran setan bernama “Bal’am kontemporer” yang ada. Wallahu a’lamu bi al-shawab.  
* Penulis peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) di Center for Islamic and Occidental Studies (CIOS) di Institut Studi Islam Darussalam, Gontor-Ponorogo, Jawa Timur

No comments:

Post a Comment