Senin, 3 Des 07 05:08 WIB
Pak Ustad,
Kami ini bingung, di kampung ada dua
pendapat tentang boleh tidaknya seorang yang berkurban menerima daging
kurbannya. Musholla yang satu membolehkan (bahkan) memberikan satu paha kepada
orang yang kurban, tapi di Musholla yang lain justru melarang. Mana yang benar?
Kami mohon jawaban secepatnya karena saya
sebagai pengurus Musholla baru yang akan berkurban bingung untuk memutuskannya.
Secara adat di daerah saya, memang orang yang berkurban mendapat satu paha,
tapi ada ulama yang melarangnya? Mana yang benar? Kalau mengikuti adat, nanti
salah. Tapi kalau tidak, kita ndak enak saya yang kurban. Bagaimana ustad?
Wassalam
Hamba ِ
Hamba Allah
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Sebelum kami jawab, ketahuilah bahwa ada
dua hukum menyembelih hewan kurban. Yang pertama, berkurban yang hukumnya
sunnah. Dan kedua, berkurban yang hukumnya wajib.
Secara umum, hukum menyembelih hewan kurban
adalah sunnah, bukan wajib. Tetapi memang ada yang hukumnya wajib, yaitu kurban
nadzar. Maksudnya ada seseorang yang entah karena hajat tertentu, lalu dia
bernadzar seandainya keinginannya tercapai, maka nanti dia akan menyembelih hewan
kurban.
Kurban yang sejak awal diniatkan demikian,
maka hukumnya bukan lagi sunnah, melainkan hukumnya wajib. Karena nadzar itu
merupakan janji kepada Allah SWT.
Sedangkan bila bukan karena janji tertentu
kepada Allah SWT, hukum kurban bukan wajib melainkan sunnah.
Hewan Kurban Sunnah
Daging hewan kurban yang hukumnya sunnah
tentu boleh dimakan sendiri oleh pihak yang berkurban, tidak harus semuanya
disedekahkan kepada fakir miskin.
Dalam hal ini boleh dikatakan bahwa seluruh
ulama sepakat atas hal tersebut. Tidak ada seorang pun yang mengharamkannya.
Sebab dalilnya jelas dan tegas sekali, yaitu hadits berikut ini:
عن عائشة رضي الله عنها أن النبي – صلى الله عليه وسلم - قال:(… فكلوا وادخروا وتصدقوا ) متفق عليه.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi
SAW bersabda, "(daging kurban itu) makanlah, simpanlah dan sedekahkanlah. (HR Bukhari dan Muslim)
وما ورد في حديث جابر – رضي الله عنه - أنه عليه الصلاة والسلام قال:(… كلوا وتزودوا ) رواه البخاري ومسلم.
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi
SAW bersabda (tentang daging hewan kurban), "Makanlah dan jadikanlah bekal
(HR Bukhari dan Muslim)
Hewan Kurban Nadzar
Daging hewan kurban yang berupa nadzar,
oleh sebagian ulama memang dikatakan tidak boleh dimakan oleh yang berkurban.
Namun sebagian ulama lainnya tidak melarangnya.
1. Pendapat Yang Mengharamkan
Sebagian ulama mengatakan bila hewan kurban
itu berupa kurban nadzar, maka pihak yang berkurban diharamkan untuk
memakannya.
Di antara mereka yang berpendapat demikian
adalah para ulama dari mazhab Asy-Syafi'i. Dan pendapat ini juga merupakan perkataan Al-Imam Ahmad,
serta juga merupakan pendapat sebagian kalangan ulama Hanabilah.
Bagi mereka, alasan mengapa kurban nadzar
itu tidak boleh dimakan sendiri, karena orang tersebut pada hakikatnya telah
berjanji untuk bersedekah dalam bentuk hewan kurban. Jadi hewan kurban itu
tidak boleh dimakan sendiri, sebab yang namanya memakan daging kurban sendiri
berarti bukan sedekah.
Dengan logika demikian, maka semua daging
hewan kurban yang statusnya nadzar harus disedekahkan semuanya, tidak boleh ada
yang dimakan sendiri.
2. Pendapat Yang Membolehkan
Akan tetapi tidak semua ulama
mengharamkannya, sebagian kalangan ulama malah membolehkan pihak yang berkurban
untuk memakannya.
Mazhab Al-Malikiyah dan pendapat yang kuat
dari mazhab Al-Hanabilah termasuk yang membolehkannya.
Sebab dalam pandangan mereka, ketika hewan
kurban dinadzarkan, yang berubah hanya hukumnya dari sunnah menjadi wajib.
Sedangkan kedudukannya untuk boleh dimakan sendiri sebagiannya tidak berubah.
Kesimpulan
Jadi barangkali yang diributkan oleh
orang-orang di kampung anda itu terbatas pada hewan kurban yang statusnya
nadzar, di mana para ulama di masa salaf dahulu memang belum selesai dengan hal
itu.
Sedangkan hewan kurban biasa yang hukumnya
sunnah, tidak ada satu pun yang mengatakan bahwa pihak yang berkurban haram
untuk memakannya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment