(Klik
nomor halaman sebelah kanan untuk langsung ke halaman yang dipilih)
1. SEBUTIR KORMA PENJEGAL DO’A.................................................................... 2
2. SALMAN AL-FARIS R.A......................................................................................... 3
3. TAUBATNYA MALIK BIN DINAR...................................................................... 8
4. RASA
KASIH TERLIHAT DALAM MATA........................................................ 10
5. ASAL-USUL KUMANDANG ADZAN................................................................. 11
6. TIDUR DAN KEMATIAN...................................................................................... 13
7. KALUNG ANISA...................................................................................................... 14
8. TEGAKKAN SHOLAT PHK DIDAPAT................................................................. 16
9. NASEHAT YANG JITU......................................................................................... 17
10. NASIHAT BAGI PENGUASA............................................................................. 19
11. ABU NAWAS DAN TEROMPAH AJAIB (2)................................................... 21
12. WANITA PEMERAH SUSU DAN ANAK GADISNYA................................. 22
13. HARTA TITAPAN BANI UMAYAH.................................................................. 23
14. ZIYAD BIN ABU SUFYAN................................................................................. 25
15. ABU HANIFAH DAN TETANGGANYA........................................................... 26
16 MULAILAH BICARA.............................................................................................. 27
17 ALHAMDULILLAH................................................................................................. 27
18. TUKANG BEKAM BERSAMA AL HAJJAJ..................................................... 28
19. AL-BALKHI DAN SI BURUNG PINCANG...................................................... 28
20. SOK TAHU.............................................................................................................. 30
21. OBAT PENYUBUR.................................................................................................. 30
22. SHUHAIB DAN ALGOJO................................................................................... 31
23. RASYID BIN ZUBAIR DAN WANITA KAIRO........................................... 31
24. ISTRI KEDUA........................................................................................................ 32
25. PERCAKAPAN MUSA DENGAN TUHANNYA............................................... 33
26. TIDAK LAYAK....................................................................................................... 33
27. MENYURUH WANITA BERPERANG............................................................... 34
28. GHASILIL MALAIKAT (ORANG YANG DIMANDIKAN MALAIKAT). 34
29. PETI UMMUL BANIN.......................................................................................... 35
30. PENJUAL MINYAK WANGI DAN SEUNTAI KALUNG............................ 36
1. SEBUTIR KORMA PENJEGAL DO’A
Kamis, 29 Dzulhijjah 1422/ 14
Maret 2002
Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham
berniat ziarah ke mesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg
kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram.
Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim
melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian
dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung
berangkat menuju Al Aqsa.
4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti
biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah
kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali.
Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat
tentang dirinya.
"Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang
zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT," kata malaikat
yang satu.
"Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak
karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang
pedagang tua di dekat mesjidil haram," jawab malaikat yang satu lagi.
Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak,
jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan
lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang
bukan haknya. "Astaghfirullahal adzhim" ibrahim beristighfar.
Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke
Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir
kurma yang telah ditelannya.
Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat
penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang
anak muda. "4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang
pedagang tua. kemana ia sekarang ?" tanya ibrahim.
"Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya
sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma" jawab anak muda itu.
"Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau
begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?". Lantas ibrahim
menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.
"Nah, begitulah" kata ibrahim setelah bercerita, "Engkau sebagai
ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu
yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?".
"Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya
halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya
tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama
dengan saya."
"Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya
temui mereka satu persatu."
Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi
menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan
sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.
4 bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada
dibawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar
lagi bercakap cakap. "Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara
gara makan sebutir kurma milik orang lain."
"O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul
lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan
jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram
karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas."
"Oleh sebab itu berhati-hatilah dgn makanan
yg masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah? lebih baik tinggalkan bila
ragu-ragu...
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
2. SALMAN AL-FARIS R.A
Kamis, 7 Muharram
1423/ 21 Maret 2002
Kelahiran dan pertumbuhannya:
Salman Al-Farisi r.a. lahir di suatu desa bernama
Jiyan di wilayah kota Aspahan - Iran, yaitu antara kota Teheran dengan Syiraz.
Setelah Salman r.a. mendengar kebangkitan Rasulullah saw. dia langsung
berangkat meninggalkan Persia mencari Nabi saw. untuk menyatakan keislamannya.
Dalam suatu kisah, Salman menceritakan
otobiografinya sbb. 'Saya adalah anak muda Persia yang berasal dari suatu desa
di kota Aspahan yang bernama Jiyan.
Ayah saya adalah kepala desa dan orang terkaya
serta terhormat di desa itu. Dari sejak lahir, saya adalah orang yang paling
disayanginya, kasih sayangnya kepada saya semakin hari semakin kental, sehingga
saya di kurung di rumah bagaikan gadis pingitan.
Saya termasuk orang yang takwa dalam agama majusi,
sehingga saya merasakan nilai api yang kami sembah itu dan saya diberi
tanggungjawab menyalakannya, jangan sampai padam sepanjang hari dan sepanjang
malam.
Ayah saya mempunyai ladang yang luas yang memberi
kami penghidupan yang cukup. Ayah saya selalu mengurusi dan memanennya sendiri.
Di suatu hari, dia tidak bisa pergi ke ladang,
lalu dia mengatakan kepada saya, 'Anakku! Ayah sibuk dan tidak bisa pergi ke
ladang hari ini, sebab itu pergilah urusi ladang tersebut menggantikan Ayah.'
Lalu saya berangkat menuju ladang kami.
Di tengah perjalanan, saya melewati sebuah gereja
Kristen dan mendengar suara mereka yang sedang beribadah di dalam. Hal itu
menarik perhatian saya karena saya tidak pernah tahu sedikitpun tentang agama
Kristen dan agama lainnya, karena sepanjang usia saya selalu dipingit di dalam
rumah oleh orang tua saya. Setelah mendengar suara itu, saya masuk ingin
mengetahui secara dekat apa yang sedang mereka lakukan.
Setelah saya memperhatiakan apa yang mereka
kerjakan, saya merasa tertarik dengan cara mereka beribadah, malah saya
tertarik dengan agama mereka. Saya mengatakan dalam hati saya, 'Sungguh agama
mereka ini lebih baik dari agama kami.'
Saya tidak keluar dari gereja tersebut sampai
matahari terbenam sehingga saya tidak jadi pergi ke ladang kami. Saya menayakan
kepada mereka, 'Dari mana asal agama ini?' Mereka menjawab, 'Dari daerah Syam.'
Setelah malam menjelang, saya pulang ke rumah.
Ayah saya langsung menanyakan kepada saya apa yang telah saya lakukan. Saya
menjawab, 'Hai Ayahku! Saya melewati sekelompok orang yang sedang beribadah di
dalam gereja, lalu saya tertarik dengan cara mereka beribadah. Saya berada
bersama mereka sampai matahari terbenam.' Ayah saya langsung marah mendengar
tindakan saya dan dia mengatakan,
'Hai anakku! Agama mereka itu tidak baik, agamamu
dan agama nenek moyangmu lebih baik dari agama itu.'
Saya menjawab, 'Tidak ayah! Agama mereka lebih
baik dari agama kita.' Dari perkataan saya itu, syah saya takut kalau-kalau
saya akan murtad, lalu dia mengurung saya di rumah dengan mengekang kaki saya.'
Berangkat ke negeri Syam:
Ketika saya mendapat kesempatan, saya mengirim
pesan kepada kaum Kristen itu. Saya mengatakan,'Bila ada rombongan yang akan
berangkat ke negeri Syam, tolong saya diberi tahu.' Ternyata tidak berapa lama
ada satu rombongan yang akan berangkat ke negeri Syam.
Mereka pun langsung memberitahukannya kepada saya.
Saya berusaha membuka kekang kaki saya dan saya berhasil membukanya. Saya
berangkat bersama mereka secara sembunyi dan akhirnya kami sampai di negeri
Syam. Setibanya di negeri Syam, saya mengatakan, 'Siapa orang nomor satu dalam
agama ini?' Mereka menjawab, 'Uskup pengasuh gereja.'
Saya mendatanginya dan mengatakan kepadanya, 'Saya
tertarik dengan agama Kristen ini dan saya ingin mengikuti dan membantumu
sekaligus belajar dari kamu dan beribadah bersama kamu.' Dia menjawab, 'Silakan
masuk!' Saya pun masuk dan menjadi pembantunya.
Belum berlangsung lama, saya menilai bahwa orang
tersebut adalah orang jahat, dia menyuruh pengikutnya untuk berderma dan
mengiming-imingi mereka dengan pahala yang sangat besar. Setelah mereka
memberikannya dengan niat fi sabilillah, ternyata dia monopoli untuk dirinya sendiri,
tidak diberikan kepada fakir miskin sedikitpun. Dia berhasil mengumpulkan
sebanyak tujuh karung emas. Melihat keadaan itu, saya menaruh kebencian yang
luar biasa terhadapnya.
Ketika dia meninggal, kaum Kristen berkumpul untuk
menguburkannya, ketika itu saya mengatakan kepada mereka, 'Sesungguhnya teman
kamu ini adalah orang jahat, dia menyuruh kamu bersedekah dan
mengiming-imingkan pahala besar, setelah kalian kumpulkan, dia monopoli untuk
dirinya sendiri, dia tidak berikan sedikitpun kepada fakir miskin.' Mereka
menjawab, 'Dari mana kamu tahu?' Saya menjawab, 'Mari saya tunjukkan kepada
kamu sekarang juga tempat penyimpanan harta itu' Mereka mengatakan, 'Ayo
tunjukkan kepada kami tempatnya.'
Saya pun menunjukkannya dan mereka menemukan tujuh
karung emas dan perak. Setelah mereka melihat secara langsung, mereka
mengatakan, 'Demi Allah kita tidak akan menguburkannya, kita harus menyalib dan
melemparinya dengan batu.'
Tidak lama kemudian mereka mengangkat orang lain
sebagai penggantinya, lalu saya mengikutinya. Sungguh saya belum pernah
mendapatkan orang yang paling zuhud dan mengharap akhirat melebihi orang itu.
Ibadahnya yang berlangsung siang malam membuat saya mnyenanginya, lalu saya
hidup bersama dia beberapa tahun. Ketika menjelang wafatnya, saya mengatakan
kepadanya, 'Ya Polan! Kepada siapa
engkau pesankan saya dan dengan siapa saya akan hidup sepeninggal kamu?'
Dia menjawab, 'Ya anakku! Terus terang saya tidak
melihat ada orang yang tingkat keagamaannya seperti kita, kecuali satu orang di
kota Musol yang bernama Polan. Dia tidak merubah-rubah dan mengganti-ganti ayat
Allah. Oleh sebab itu carilah orang itu.'
Sepeninggal teman saya itu, saya pergi menyusul
orang tersebut ke kota Musol. Setibanya di rumah beliau saya menceritakan kisah
saya dan mengatakan kepadanya, 'Ketika si Polan hendak meninggal dunia dia
memesankan kepada saya untuk menyusul kamu, dia memberitahukan kepada saya
bahwa kamu berpegang kuat dengan kebenaran. Dia mengatakan kepada saya, kalau
begitu, tinggallah bersama saya. Saya pun tinggal bersama beliau, dan memang
betul dia adalah orang baik.
Tidak lama kemudian, diapun menemui ajalnya.
Ketika hendak meninggal saya bertanya kepadanya, 'Ya Polan! Janji Tuhan sudah
dekat kepada Anda, Anda tahu kondisi saya sebenarnya, oleh sebab itu kepada
siapa Anda memesankan saya dan siapa yang harus saya ikuti?'
Dia menjawab, 'Hai anakku! Terus terang saya tidak
melihat ada orang yang tingkat keagamaannya seperti kita kecuali seorang di
Nasibin yang bernama Polan, susullah dia ke sana' Setelah orang itu bersemayam
di liang lahad, saya berangkat ke Nasibin mencari orang yang disebutkan itu.
Saya menceritakan kepadanya kisah saya dan pesan teman saya sebelumnya. Dia
mengatakan, 'Tinggallah bersama saya.'
Saya pun tinggal bersama dia dan ternyata memang
dia adalah orang baik seperti dua orang teman saya sebelumnya. Akan tetapi
tidak lama kemudian dia pun menemui ajalnya. Ketika menjelang maut, saya
bertanya kepadanya, 'Engkau telah mengetahui kondisi saya sebenarnya. Oleh
sebab itu kepada siapa engkau memesankan saya?'
Dia menjawab, 'Ya anakku! Terus terang saya tidak
menemukan ada orang yang tingkat keagamaannya seperti kita kecuali seorang di
kota Amuriah yang bernama Polan, carilah orang itu.' Saya pun mencarinya dan
saya menceritakan kisah saya kepadanya. Dia menjawab, 'Tinggallah bersama
saya.' Saya pun tinggal bersama dia. Ternyata memang dia orang baik seperti
yang dikatakan orang sebelumnya. Selama saya tinggal bersama dia saya berhasil
mendapatkan beberapa ekor sapi dan harta kekayaan lainnya.
Pendeta Kristen memesan Salman mengikuti Nabi:
Kemudian orang tersebut pun menemui ajalnya
seperti yang sebelumnya. Ketika menjelang kematiannya, saya mengatakan
kepadanya, 'Anda mengetahui kondisi saya sebenarnya, oleh sebab itu kepada
siapa engkau akan pesankan saya atau apa pesan Anda untuk saya lakukan?'
Dia menjawab, 'Hai anakku! Terus terang saya tidak
menemukan seorang-pun di muka bumi ini yang masih berpegang dengan agama kita,
namun waktunya sudah tiba, seorang nabi yang akan membawa agama Nabi Ibrahim
akan muncul di tanah Arab, dia akan hijrah dari tanah tumpah darahnya ke daerah
yang penuh dengan pohon kurma di antara dua gunung, dia mempunyai tanda
kenabian yang sangat jelas, dia mau memakan hadiah tapi tidak mau memakan
sedekah, di antara bahunya terdapat cap kenabian. Jika Anda bisa menyusul ke
negeri itu, silakan.' Tidak lama kemudian dia pun meninggal dunia, saya pun
tinggal di kota Amuriah untuk beberapa waktu.
Datang ke jazirah Arabia:
Ketika rombongan pedagang dari Suku Kalb -Arab-
lintas di Amuriah, saya berkata kepada mereka, 'Jika kalian sanggup membawa
saya ke tanah Arab, saya berikan kepada kalian sapi dan harta kekayaan saya
ini.' Mereka menjawab, 'Ya, kami sanggup membawa kamu.' Saya pun memberikan
sapidan kekayaan saya tersebut kepada mereka dan mereka pun membawa saya.
Ketika saya sampai di Wadil qura, mereka menipu
saya dan menjual saya kepada kepada seorang yahudi dan memperlakukan saya
sebagai hambanya. Suatu ketika, saudaranya dari suku Quraizah datang
menemuinya, lalu dia membeli dan membawa saya pergi ke Yasrib (Madinah). Di
sana saya melihat pohon kurma yang disebut oleh teman saya yang di Amuria, dari
diskripsi yang disampaikan teman saya itu, saya tahu persis bahwa inilah kota
yang dimaksudkan itu. Saya pun tinggal brsama tuan saya di kota itu.
Ketika itu Nabi saw. sudah mulai mengajak kaumnya
di Mekah untuk masuk Islam, namun saya tidak mendengar apa-apa dari kegiatan
Nabi itu karena kesibukan saya sehari-hari sebagai budak.
Memeluk Islam:
Tidak berapa lama, Rasulullah saw. pun hijrah ke
Yasrib. Demi Allah ketika saya berada di atas sebatang pohon kurma milik tuan
saya, sedang memberesi kurma itu, sedangkan tuan saya duduk dibawah, seorang
saudaranya datang dan mengatakan kepadanya, 'Celaka besar atas bani Qilah,
mereka sekarang sedang berkumpul di Kuba, menunggu seorang yang mengklaim
dirinya sebagai seorang nabi akan datang hari ini.'
Setelah saya mendengar pembicaraan mereka itu,
saya langsung merinding kayak demam, saya gemetar, sehingga saya khawatir akan jatuh
ke tuan saya. Saya segera turun dari pohon kurma tersebut lalu mengatakan
kepada tamu itu, 'Apa tadi yang Anda katakan? Tolong ulangi katakan kepada
saya!' Tuan saya langsung marah dan memukul saya sekuat-kuatnya lalu
mengatakan,
'Urusan apa kamu dengan berita itu? Kembali
teruskan pekerjaanmu!'
Di sore harinya, saya mengambil sedikit kurma yang
telah saya kumpulkan sebelumnya, lalu saya berangkat ke tempat Nabi tinggal.
Ketika itu saya mengatakan kepada Rasulullah, 'Saya mendengar bahwa Anda adalah
orang saleh, datang bersama teman-teman dari kejauhan memerlukan sesuatu. Di
tangan saya ada sedikit sedekah, nampaknya kamu lebih pantas menerimanya.'
Lalu saya dekatkan kurma itu kepada mereka.
Rasulullah saw. mengatakan kepada para Sahabat, 'Makanlah' sedangkan dia
sendiri tidak memakannya. Saya mengatakan dalam hati saya, 'Ini dia satu tanda
kenabiannya.'
Kemudian saya kembali ke rumah dan mengambil
beberapa buah kurma, ketika Nabi saw. berangkat dari Quba ke Madinah, saya
mendatanginya dan mengatakan kepadanya, 'Tampaknya Anda tidak memakan sedekah,
ini ada sedikit hadiah saya bawa sebagai penghormatan kepada Anda.'
Rasululullah pun memakannya dan menyuruh sahabat
untuk ikut memakannya, lalu mereka makan bersama-sama.
Dalam hati saya
berkata, 'Ini dia tanda kenabian kedua'
Ketika Nabi berada di Baqi Gargad, ingin
menguburkan seorang sahabat, saya mendatangi beliau dan melihat beliau sedang
duduk memakai dua selendang. Saya mengucapkan salam kepadanya, kemudian saya
berjalan berputar sekeliling beliau untuk melihat punggungnya, barang kali saja
saya dapat melihat cap seperti yang dikatakan oleh teman saya di Amuriah.
Setelah Nabi melihat bahwa saya memperhatikan punggung beliau, dia mengerti
tujuan saya, lalu dia mengangkat selendangnya, ketika itu saya melihat ada cap,
lalu saya yakin bahwa itulah cap kenabian, lalu saya memeluk dan mencium beliau
sambil menangis.
Melihat hal itu Rasulullah saw. bertanya, 'Apa
gerangan yang terjadi pada kamu?' Saya pun menceritakan kisah saya dan beliau
sangat kagum dan beliau menginginkan agar saya perdengarkan kepada para
sabahat, lalu saya memperdengarkannya. Mereka semua kagum dan gembira yang
tiada taranya.
Salman masuk Islam dan dimerdekakan, seterusnya
menjadi seorang sahabat yang sangat mulia. Dia sempat menjabat gubernur di
zaman khulafaur Rasyidun di beberapa negeri. Mudah-mudahan Allah meridai
beliau.
Biografinya:
Dalam satu riwayat, disebutkan bahwa
Rasulullah saw. pernah meletakkan tangannya di atas Salman, lalu bersabda,
'Seandainya iman berada nun jauh di planet Tata surya, pasti akan dicapai oleh
orang-orang mereka ini.' sambil beliau menunjuk kepada Salman r.a.
Sumber:
alislam (Abu Saifulhaq)
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
3. TAUBATNYA MALIK BIN DINAR
Rabu, 14 Muharram
1423/ 28 Mar 2002
Diriwayatkan dari Mali bin Dinar, dia pernah
ditanya tentang sebab-sebab dia bertaubat, maka dia berkata : "Aku adalah
seorang polisi dan aku sedang asyik menikmati khamr, kemudia akau beli seorang
budak perempuan dengan harga mahal, maka dia melahirkan seorang anak perempuan,
aku pun menyayanginya.
Ketika dia mulai bisa berjalan, maka cintaku
bertambah padanya. Setiap kali aku meletakkan minuman keras dihadapanku anak
itu datang padaku dan mengambilnya dan menuangkannya di bajuku, ketika umurnya
menginjak dua tahun dia meninggal dunia, maka aku pun sangat sedih atas musibah
ini.
Ketika malam dipertengahan bulan Sya'ban dan itu
di malam Jum'at, aku meneguk khamr lalu tidur dan belum shalat isya'. Maka akau
bermimpi seakan-akan qiyamat itu terjadi, dan terompet sangkakala ditiup, orang
mati dibangkitkan, seluruh makhluk dikumpulkan dan aku berada bersama mereka,
kemudian aku mendengar sesuatu yang bergerak dibelakangku.
Ketika aku menoleh ke arahnya kulihat ular yang
sangat besar berwarna hitam kebiru-biruan membuka mulutnya menuju kearahku,
maka aku lari tunggang langgang karena ketakutan,
Ditengah jalan kutemui seorang syaikh yang
berpakaian putih dengan wangi yang semerbak, maka aku ucapkan salam atasnya,
dia pun menjawabnya, maka aku berkata :
"Wahai syaikh ! Tolong lindungilah aku dari
ular ini semoga Allah melindungimu". Maka syaikh itu menangis dan berkata
padaku :
"Aku orang yang lemah dan ular itu lebih kuat
dariku dan aku tak mampu mengatasinya, akan tetapi bergegaslah engkau
mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu",
Maka aku bergegas lari dan memanjat sebuah tebing
Neraka hingga sampai pada ujung tebing itu, aku lihat kobaran api Neraka yang
sangat dahsyat, hampir saja aku terjatuh kedalamnya karena rasa takutku pada
ular itu. Namun pada waktu itu seorang menjerit memanggilku,
"Kembalilah engkau karena engkau bukan
penghuni Neraka itu!", aku pun tenang mendengarnya, maka turunlah aku dari
tebing itu dan pulang. Sedang ular yang mengejarku itu juga kembali. Aku
datangi syaikh dan aku katakan,
"Wahai syaikh, aku mohon kepadamu agar
melindungiku dari ular itu namun engkau tak mampu berbuat apa-apa".
Menangislah syaikh itu seraya berkata, "Aku seorang yang lemah tetapi
pergilah ke gunung itu karena di sana terdapat banyak simpanan kaum muslimin,
kalau engkau punya barang simpanan di sana maka barang itu akan
menolongmu"
Aku melihat ke gunung yang bulat itu yang terbuat
dari perak. Di sana ada setrika yang telah retak dan tirai-tirai yang
tergantung yang setiap lubang cahaya mempunyai daun-daun pintu dari emas dan di
setiap daun pintu itu mempunyai tirai sutera.
Ketika aku lihat gunung itu, aku langsung lari
karena kutemui ular besar lagi. Maka tatkala ular itu mendekatiku, para
malaikat berteriak : "Angkatlah tirai-tirai itu dan bukalah pintu-pintunya
dan mendakilah kesana!" Mudah-mudahan dia punya barang titipan di sana
yang dapat melindunginya dari musuhnya (ular).
Ketika tirai-tirai itu diangkat dan pintu-pintu
telah dibuka, ada beberapa anak dengan wajah berseri mengawasiku dari atas.
Ular itu semakin mendekat padaku, maka aku kebingungan, berteriaklah anak-anak
itu :
"Celakalah kamu sekalian!, Cepatlah naik
semuanya karena ular besar itu telah mendekatinya". Maka naiklah mereka
dengan serentak, aku lihat anak perempuanku yang telah meninggal ikut
mengawasiku bersama mereka. Ketika dia melihatku, dia menangis dan berkata :
"Ayahku, demi Allah!" Kemudian dia
melompat bak anak panah menuju padaku, kemudian dia ulurkan tangan kirinya pada
tangan kananku dan menariknya, kemudian dia ulurkan tangan kanannya ke ular
itu, namun binatang tersebut lari.
Kemudian dia mendudukkanku dan dia duduk di
pangkuanku, maka aku pegang tangan kanannya untuk menghelai jenggotku dan
berkata : "Wahai ayahku! Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang
beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah". (QS. Al-Hadid : 16).
Maka aku menangis dan berkata : "Wahai
anakku!, Kalian semua faham tentang Al-Qur'an", maka dia berkata :
"Wahai ayahku, kami lebih tahu tentang
Al-Qur'an darimu", aku berkata :
"Ceritakanlah padaku tentang ular yang ingin
membunuhku", dia menjawab :
"Itulah pekerjaanmu yang buruk yang selama
ini engkau kerjakan, maka itu akan memasukkanmu ke dalam api Neraka", akau
berkata :
"Ceritakanlah tentang Syaikh yang berjalan di
jalanku itu", dia menjawab : "Wahai ayahku, itulah amal shaleh yang
sedikit hingga tak mampu menolongmu", aku berkata :
"Wahai anakku, apa yang kalian perbuat di
gunung itu?", dia menjawab : "Kami adalah anak-anak orang muslimin
yang di sini hingga terjadinya kiamat, kami menunggu kalian hingga datang pada
kami kemudian kami memberi syafa'at pada kalian". (HR. Muslim dalam
shahihnya No. 2635).
Berkata Malik : "Maka akupun takut dan aku
tuangkan seluruh minuman keras itu dan kupecahkan seluruh botol-botol minuman
kemudian aku bertaubat pada Allah, dan inilah cerita tentang taubatku pada
Allah".
Dikutip dari : Hakikat Taubat.
SUMBER : http:/www.alirsyad-alislamy.or.id
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
4. RASA KASIH TERLIHAT DALAM MATA
Kamis, 21 Muharram
1423/ 4 April 2002
Sore itu adalah sore yang sangat dingin di
Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Janggut si orang tua
dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpangan menyeberangi sungai.
Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dan kaku akibat
angin utara yang dingin.
Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan
kaki kuda yang berlari mendekat di atas jalan yang beku itu. Dengan gelisah
iamengawasi beberapa penunggang kuda memutari tikungan.
Ia membiarkan beberapa kuda lewat, tanpa berusaha
untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagi lewat, dan satu lagi. Akhirnya,
penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua yang duduk seperti
patung salju.
Saat yang satu ini mendekat, si orang tua
menangkap mata si penunggang...dan ia pun berkata, "Tuan, maukah anda
memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang ? Kelihatannya tak ada
jalan untuk berjalan kaki."
Sambil menghentikan kudanya, si penunggang
menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orang tua tak mampu mengangkat
tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggang kuda turun dan
menolongnya naik ke atas kuda.
Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya
ke seberang sungai, tapi terus ke tempat tujuannya, yang hanya berjarak
beberapa kilometer. Selagi mereka mendekati pondok kecil yang nyaman, rasa
ingin tahu si penunggang kuda atas sesuatu, mendorongnya untuk bertanya,
"Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan
penunggang2 kuda lain lewat, tanpa berusaha meminta tumpangan. Saya ingin tahu
kenapa pada malam musim dingin seperti ini Bapak mau menunggu dan minta tolong
pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak dan meninggalkan
bapak di sana?"
Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari
kuda, memandang langsung mata si penunggang kuda dan menjawab, "Saya sudah
lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup kenal dengan orang."
Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang
mata penunggang yang lain, dan langsung tahu bahwa di situ tidak ada perhatian
pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya minta tumpangan.
Tapi waktu saya melihat matamu, kebaikan hati dan
rasa kasihmu terasa jelas ada pada dirimu. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu
yang lembut akan menyambut kesempatan untuk memberi saya pertolongan pada saat
saya membutuhkannya."
Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si
penunggang kuda dengan dalam. "Saya berterima kasih sekali atas perkataan
bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahan saya tidak akan
terlalu sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapi
kebutuhan orang lain.."
Seraya berkata demikian, Thomas Jefferson, si
penunggang kuda itu, memutar kudanya dan melanjutkan perjalanannya menuju ke
Gedung Putih.
The Sower's Seeds - Brian Cavanaugh.
Kau tak akan pernah tahu kapan kau akan memerlukan
orang lain, atau kapan seseorang memerlukanmu. Kebijakan dari seluruh hidupmu
melukis sebuah citra dimatamu, yang membantu orang lain melihat, menemukan
pertolongan yang ia butuhkan, dan bahwa masih ada keutamaan lain di dunia ini
dari pada sekedar peduli dengan dirimu sendiri, yaitu kepedulianmu pada orang
lain, sahabatmu atau benar-benar orang lain.
Maka bila ada sahabat atau seseorang memerlukan
perhatian atau bantuanmu, atau meminta maaf atas satu kesalahan, itu karena ia
menghormati dan menghargai kebaikan yang pasti ada dalam jiwamu. Kau dapat
menghormati juga permintaan itu, atau kau meninggalkannya di tengah jalan
sendirian.
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
5. ASAL-USUL KUMANDANG ADZAN
Kamis, 28 Muharram
1423/ 11 April 2002
(Riwayat : Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari)
Seiring dengan berlalunya waktu, para pemeluk
agama Islam yang semula sedikit, bukannya semakin surut jumlahnya. Betapa
hebatnya perjuangan yang harus dihadapi untuk menegakkan syiar agama ini tidak
membuatnya musnah. Kebenaran memang tidak dapat dmusnahkan.
Semakin hari semakin bertambah banyak saja
orang-orang yang menjadi penganutnya. Demikian pula dengan penduduk dikota
Madinah, yang merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam pada masa-masa
awalnya. Sudah sebagian tersebar dari penduduk yang ada dikota itu sudah
menerima Islam sebagai agamanya.
Ketika orang-orang Islam masih sedikit jumlahnya,
tidaklah sulit bagi mereka untuk bisa berkumpul bersama-sama untuk menunaikan
sholat berjama` ah. Kini, hal itu tidak mudah lagi mengingat setiap penduduk
tentu mempunyai ragam kesibukan yang tidak sama. Kesibukan yang tinggi pada
setiap orang tentu mempunyai potensi terhadap kealpaan ataupun kelalaian pada
masing-masing orang untuk menunaikan sholat pada waktunya.
Dan tentunya, kalau hal ini dapat terjadi dan
kemudian terus-menerus berulang, maka bisa dipikirkan bagaimana jadinya para
pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan yang cukup berat yang perlu segera
dicarikan jalan keluarnya.
Pada masa itu, memang belum ada cara yang tepat
untuk memanggil orang sholat. Orang-orang biasanya berkumpul dimasjid masing
-masing menurut waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Bila sudah banyak
terkumpul orang, barulah sholat jama `ah dimulai.
Atas timbulnya dinamika pemikiran diatas, maka
timbul kebutuhan untuk mencari suatu cara yang dapat digunakan sebagai sarana
untuk mengingatkan dan memanggil orang-orang untuk sholat tepat pada waktunya
tiba.
Ada banyak pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat
yang menyarankan bahwa manakala waktu sholat tiba, maka segera dinyalakan api
pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat
itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada
ditempat yang jauh. Ada yang menyarankan untuk membunyikan lonceng. Ada juga
yang mengusulkan untuk meniup tanduk kambing. Pendeknya ada banyak saran yang
timbul.
Saran-saran diatas memang cukup representatif.
Tapi banyak sahabat juga yang kurang setuju bahkan ada yang terang-terangan
menolaknya. Alasannya sederhana saja : itu adalah cara-cara lama yang biasanya
telah dipraktekkan oleh kaum Yahudi. Rupanya banyak sahabat yang
mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila cara-cara dari kaum kafir
digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara lain.
Lantas, ada usul dari Umar r.a jikalau ditunjuk
seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap
masuknya waktu sholat. Saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang,
Rasulullah SAW juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi persoalan bagaimana
itu bisa dilakukan ? Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid r.a
meriwayatkan sbb :
"Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk
sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada
seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya
kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu
aku memintanya untuk menjual kepadaku saja.
Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa ?
Aku menjawabnya,"Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat
memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat." Orang itu berkata
lagi,"Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?" Dan aku menjawab
" Ya !"
Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara
yang amat lantang , " Allahu Akbar,Allahu Akbar.."
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah
SAW dan menceritakan perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau
berkata,"Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan
ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan
seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun
melakukan hal itu bersama Bilal."
Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a,
ia juga menceritakannya kepada Rasulullah SAW . Nabi SAW bersyukur kepada Allah
SWT atas semua ini.
Tulisan diambil dari Al-Islam Pusat Informasi dan
Komunikasi Islam Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
6. TIDUR DAN KEMATIAN
Prof. Arthur Alison:
''Karena Az Zumar 42''
Kamis, 5 Safar 1423/ 18 April 2002
Namaku Arthur Alison, seorang profesor yang
menjabat Kepala Jurusan Teknik Elektro
Universitas London. Sebagai orang eksak, bagiku semua hal bisa dikatakan benar
jika masuk akal dan sesuai rasio. Karena itulah, pada awalnya agama bagiku tak
lebih dari objek studi. Sampai akhirnya aku menemukan bahwa Al Quran, mampu
menjangkau pemikiran manusia. Bahkan lebih dari itu. Maka aku pun memeluk
Islam.
Itu bermula saat aku diminta tampil untuk
berbicara tentang metode kedokteran spiritual. Undangan itu sampai kepadaku
karena selama beberapa tahun, aku
mengetuai Kelompok Studi Spiritual dan Psikologis Inggris. Saat itu, aku
sebenarnya telah mengenal Islam melalui sejumlah studi tentang agama-agama.
Pada September 1985 itulah, aku diundang untuk
mengikuti Konferensi Islam Internasional tentang 'Keaslian Metode Pengobatan
dalam Al Quran'di Kairo. Pada acara itu, aku mempresentasikan makalah tentang
'Terapi dengan Metode Spiritual dan Psikologis dalam Al Quran'.
Makalah itu merupakan pembanding atas makalah lain
tentang 'Tidur dan Kematian', yang bisa dibilang tafsir medis atas Quran surat
Az Zumar ayat 42 yang disampaikan ilmuwan Mesir, Dr. Mohammed Yahya Sharafi.
Fakta-fakta yang dikemukakan Sharafi atas ayat
yang artinya, "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang)
jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang)
yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai
waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir," telah membukakan mata hatiku
terhadap Islam.
Secara parapsikologis, seperti dijelaskan Al
Quran, orang tidur dan orang mati adalah dua fenomena yang sama. Yaitu dimana
ruh terpisah dari jasad. Bedanya, pada orang tidur, ruh dengan kekuasaan Allah
bisa kembali kepada jasad saat orang itu terjaga. Sedangkan pada orang mati,
tidak.
Ayat itu merupakan penjelasan, mengapa setiap
orang yang bermimpi sadar dan ingat bahwa ia telah bermimpi. Ia bisa mengingat
mimpinya, padahal saat bermimpi ia sedang tidur.
Al Quran surat Az Zumar ayat 42 ini juga menjadi
penjelasan atas orang yang mengalami koma. Secara fisik, orang yang koma tak
ada bedanya dengan orang mati. Tapi ia tak dapat dinyatakan mati, karena secara
psikis ada suatu kesadaran yang masih hidup.
"Bagaimana Al Quran yang diturunkan 15 abad
silam, bisa menjelaskan sebuah fenomena yang oleh teori parapsikologis baru
bisa dikonsepsikan pada abad ini?" Jawaban atas pertanyaan inilah yang
akhirnya meyakinkan aku untuk memeluk Islam.
Selepas sesi pemaparan kesimpulan dalam konferensi
itu, disaksikan oleh Syekh Jad Al-Haq, Dr. Mohammed Ahmady dan Dr. Mohammed
Yahya Sharafi, akupun menyatakan dengan tegas bahwa Islam adalah agama yang
nyata benarnya.
Terbukti, isi Al Quran yang merupakan firman Allah
pencipta manusia, sesuai dengan fakta-fakta ilmiah. Kemudian dengan yakin, aku
melafadzkan dua kalimat syahadat yang sudah sangat fasih kubacakan. Sejak itu
aku pun menjadi seorang Muslim dan mengganti namaku menjadi Abdullah Alison.
Sebagai Ketua Kelompok Studi Spiritual dan Psikologi
Inggris, aku telah mengenal banyak agama melalui sejumlah studi yang dilakukan.
Aku mempelajari Hindu, Budha dan agama serta kepercayaan lainnya. Entah kenapa,
ketika aku mempelajari Islam, aku juga terdorong untuk melakukan studi
perbandingan dengan agama lainnya.
Walaupun baru pada saat konferensi di Mesir, aku
yakin benar bahwa Islam sebuah agama
besar yang nyata perbedaannya dengan agama lain. Agama yang paling baik
diantara agama-agama lain adalah Islam. Ia cocok dengan hukum alam tentang
proses kejadian manusia. Maka hanya Islam-lah yang pantas mengarahkan jalan
hidup manusia.
Aku merasakan benar, ada sesuatu yang mengontrol
alam ini. Dia itulah Sang Kreator, Allah
Swt. Dari pengalaman bagaimana aku mengenal dan masuk Islam, aku pikir pendekatan
ilmiah Al Quran bisa menjadi sarana efektif untuk mendakwahkan Islam di Barat
yang sangat rasional itu.
Sumber : (Pesantren.net)
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
7. KALUNG ANISA
Kamis, 19 Safar 1723
/ 2 mei 2002
Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang
ceria berusia Lima tahun. Pada suatu
sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang
menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna
putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat
cantik.
Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa
sangat ingin memilikinya. Tapi... Dia tahu, pasti Ibunya akan berkeberatan.
Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji tidak
akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli.
Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk
membelikannya kaos kaki ber-renda yang cantik. Namun karena kalung itu sangat
indah, diberanikannya bertanya.
"Ibu, bolehkah Anisa memiliki kalung ini? Ibu
boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... "
Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari
tangan Anisa. Dibaliknya tertera harga Rp 15,000.
Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan
penuh harap dan cemas. Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu,
namun ia tak mau bersikap tidak konsisten...
"Oke ... Anisa, kamu boleh memiliki Kalung
ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi. Dan karena harga kalung ini
lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu untuk minggu
depan. Setuju ?"
Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang
mengembalikan kaos kaki ke raknya. "Terimakasih..., Ibu"
Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung
mutiaranya. Menurutnya, kalung itu membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia
merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya, bahkan
ketika tidur.
Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau
berenang. Sebab,kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan membuat
lehernya menjadi hijau...
Setiap malam sebelum tidur, ayah Anisa membacakan
cerita pengantar tidur. Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah
cerita,
Ayah bertanya "Anisa..., Anisa sayang Enggak
sama Ayah ?"
"Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa
sayang Ayah !"
"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung
mutiaramu...
"Yah..., jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil
"si Ratu" boneka kuda dari nenek... ! Itu kesayanganku juga
"Ya sudahlah sayang,... ngga apa-apa !".
Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa.
Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai
membacakan cerita, Ayah bertanya lagi, "Anisa..., Anisa sayang nggak sih,
sama Ayah?"
"Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang
sekali pada Ayah?".
"Kalau begitu, berikan pada Ayah Kalung
mutiaramu."
"Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah
boleh ambil boneka Barbie ini.."Kata Anisa seraya menyerahkan boneka
Barbie yang selalu menemaninya bermain.
Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk ke
kamarnya, Anisa sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa
rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam di atas pangkuan.
air mata membasahi pipinya..."Ada apa Anisa, kenapa Anisa ?" Tanpa
berucap sepatah pun, Anisa membuka tangannya.
Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara
kesayangannya" Kalau Ayah mau...ambillah kalung Anisa"
Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu
dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan
dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih...sama
cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa..."Anisa... ini untuk
Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat
lehermu menjadi hijau"
Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara
asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.
Demikian pula halnya dengan Allah S.W.T. terkadang
Dia meminta sesuatu dari kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan
yang lebih baik. Namun, kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari
Anisa : Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh
karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan. Untuk itulah perlunya sikap
ikhlas, karena kita yakin tidak akan Allah mengambil sesuatu dari kita jika
tidak akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Sumber : Daarut tauhiid
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
8. TEGAKKAN SHOLAT PHK DIDAPAT
Kamis, 26 Safar
1423/ 09 Mei 2002
Berawal dari sebuah perkenalannya dengan seorang
pemuda muslim Evi Cristiani yang kini sudah menjadi seorang muslimah yang patut
dicontoh. Perilaku keislamannya benar-benar diterapkan dalam kehidupannya
sehari-hari walau begitu berat cobaan yang dihadapinya.
Sekali syahadat sebagai kesaksian sakral sudah ia
ucapkan maka pantang baginya untuk surut menegakkan kalimat Allah dalam
kalbunya. Sudah pasti orang tuanya
menentang keinginannya, Evi pun harus hijrah ke tempat kost agar ibadahnya
lancar ia kerjakan.
Belum lagi beres masalah dengan orang tuanya
lantaran ia masuk Islam, Evi harus menghadapi masalah di tempat kerjanya. Gadis
berusia 27 tahun bekerja di sebuah biro perjalanan yang mayoritas karyawannya
beragama non muslim. Profesionalisme juga tidak dijalankan di sana karena sikap
sebagian besar karyawannya masih memakai sentimen agama.
Hasilnya Evi jadi bulan-bulanan para atasan karena
dianggap tidak sejalan dengan pola pikir mereka. Ada acara rutin tiap dua pekan
sekali yang wajib diikuti oleh karyawan bagian Evi bertugas. Acara yang sarat
dengan unsur maksiat itu adalah mengunjungi bar-bar dan bersenang-senang hingga
mabuk.
Dulu ia tidak pernah lewatkan acara itu tapi sejak
ia masuk Islam jelas acara model itu ia tolak mentah-mentah. Segala alasan ia
cari agar ia bisa terbebas dari dosa itu. Sampai akhirnya atasannya jenuh dan
tidak akan mengajak Evi hura-hura lagi. Beres dengan yang satu itu muncullah
masalah lain yang tak kalah menyakitkan
Ketika seorang kawannya pulang dari tugas ke
eropa, ia membawa oleh-oleh yang dibagikan ke rekan-rekannya kantornya tak
terkecualiEvi. Oleh-oleh berupa kue itu tak disangka mengandung daging babi.
Lantaran Evi tidak tahu ia makan segigit kue itu lalu kawannya
punberkata,"Evi itu kan ada babinya kok dimakan juga"
Mendengar hal itu Evi pun lari ke kamar mandi dan
memuntahkan sebisa-bisa makanan dalam mulutnya sambil beristighfar tak
henti-henti. Kawannya pun ia tegur, tidak keras tapi tegas. Si kawan merasa
tidak salah dan berkelit. Evi menghentikan debatitu dan coba menyabarkan
dirinya.
Yang diingatnya hanya kekuatan Allah agar bisa
memberinya kekuatan untuk dapat bertahan dari cobaan ini. Sejak itulah
kebencian mulai tumbuh subur di antara rekan sejawatnya. Menanggapi hal
tersebut atasannya segera memindahkannya ke bagian lain.
Lagi-lagi di bagian yang baru Evi dihujam oleh
fitnah yang bertubi tubi. Manajernya yang baru justru yang menjadi momok
lahirnya fitnahan tersebut. Cobaan demi cobaan itu dipuncaki dengan
dipanggilnya ia oleh pihak SDM.
Ia jelaskan bahwa ia harus menjalankan
kewajibannya sebagai muslim yaitu shalat dan berusaha menghindari kemaksiatan
sekeras mungkin.Jalan keluar tidak ketemu dan PHK jadi solusi yang terbaik.Evi
terima dengan ikhlas,"rejekiku sudah diatur olehNya," gumam Evi
mantap sambil keluar kantor dengan perasaan lega.
Semoga Allah Swt memberikan kekuatan lahir bathin
buat sdri. Evi yang telah mendapatkan Hidayah di jalan Allah. Amin
Penulis Amma
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
9. NASEHAT YANG JITU
09/27/2002
Pada suatu hari Ibrahim bin Adham didatangi oleh
seorang lelaki yang gemar melakukan maksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin
Rabi'ah. Ia meminta nasehat kepada Ibrahim agar ia dapat menghentikan perbuatan
maksiatnya.
Ia berkata, "Ya Aba Ishak, aku ini seorang
yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk
menghentikannya!"
Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata,
"Jika kau mampu melaksanakan lima syarat yang kuajukan, aku tidak
keberatan kau berbuat dosa."
Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar
Jahdar balik bertanya, "Apa saja syarat-syarat itu, ya Aba Ishak?"
"Syarat pertama, jika engkau melaksanakan
perbuatan maksiat, janganlah kau memakan rezeki Allah," ucap Ibrahim.
Jahdar mengernyitkan dahinya lalu berkata,
"Lalu aku makan dari mana? Bukankah segala sesuatu yang berada di bumi ini
adalah rezeki Allah?"
"Benar," jawab Ibrahim dengan tegas.
"Bila engkau telah mengetahuinya, masih pantaskah engkau memakan
rezeki-Nya, sementara Kau terus-menerus melakukan maksiat dan melanggar
perintah-perintahnya?"
"Baiklah," jawab Jahdar tampak menyerah.
"Kemudian apa syarat yang kedua?"
"Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah
kau tinggal di bumi-Nya," kata Ibrahim lebih tegas lagi.
Syarat kedua membuat Jahdar lebih kaget lagi.
"Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal di mana?
Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?"
"Benar wahai hamba Allah. Karena itu,
pikirkanlah baik-baik, apakah kau masih pantas memakan rezeki-Nya dan tinggal
di bumi-Nya, sementara kau terus berbuat maksiat?" tanya Ibrahim.
"Kau benar Aba Ishak," ucap Jahdar
kemudian. "Lalu apa syarat ketiga?" tanya Jahdar dengan penasaran.
"Kalau kau masih bermaksiat kepada Allah,
tetapi masih ingin memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah
tempar bersembunyi dari-Nya."
Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. "Ya
Aba Ishak, nasihat macam apa semua ini? Mana mungkin Allah tidak melihat
kita?"
"Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat
kita, tetapi kau masih terus memakan rezeki-Nya, tinggal di bumi-Nya, dan terus
melakukan maksiat kepada-Nya, pantaskah kau melakukan semua itu?" tanya
Ibrahin kepada Jahdar yang masih tampak bingung dan terkesima. Semua ucapan itu
membuat Jahdar bin Rabi'ah tidak berkutik dan membenarkannya.
"Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang
apa syarat keempat?"
"Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu,
katakanlah kepadanya bahwa engkau belum mau mati sebelum bertaubat dan
melakukan amal saleh."
Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari
semua perbuatan yang dilakukannya selama ini. Ia kemudian berkata, "Tidak
mungkin... tidak mungkin semua itu aku lakukan."
"Wahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup
mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara apa kau dapat menghindari murka
Allah?"
Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya syarat
yang kelima, yang merupakan syarat terakhir. Ibrahim bin Adham untuk kesekian
kalinya memberi nasihat kepada lelaki itu.
"Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah
hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat nanti, janganlah kau bersedia ikut
dengannya dan menjauhlah!"
Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar
nasihatnya. Ia menangis penuh penyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia berkata,
"Cukup…cukup ya Aba Ishak! Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup
lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan
bertaubat nasuha kepada Allah."
Jahdar memang menepati janjinya. Sejak
pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia benar-benar berubah. Ia mulai
menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyu'.
Ibrahim bin Adham yang sebenarnya adalah seorang
pangeran yang berkuasa di Balakh itu mendengar bahwa di salah satu negeri
taklukannya, yaitu negeri Yamamah, telah terjadi pembelotan terhadap dirinya.
Kezaliman merajalela. Semua itu terjadi karena ulah gubernur yang dipercayainya
untuk memimpin wilayah tersebut.
Selanjutny, Ibrahim bin Adham memanggil Jahdar bin
Rabi'ah untuk menghadap. Setelah ia menghadap, Ibrahim pun berkata, "Wahai
Jahdar, kini engkau telah bertaubat. Alangkah mulianya bila taubatmu itu
disertai amal kebajikan. Untuk itu, aku ingin memerintahkan engkau untuk
memberantas kezaliman yang terjadi di salah satu wilayah kekuasaanku."
Mendengar perkataan Ibrahim bin Adham tersebut
Jahdar menjawab, "Wahai Aba Ishak, sungguh suatu anugrah yang amat mulia
bagi saya, di mana saya bisa berbuat yang terbaik untuk umat. Dan tugas
tersebut akan saya laksanakan dengan segenap kemampuan yang diberikan Allah
kepada saya. Kemudian di wilayah manakah gerangan kezaliman itu terjadi?"
Ibrahim bin Adham menjawab, "Kezaliman itu
terjadi di Yamamah. Dan jika engkau dapat memberantasnya, maka aku akan
mengangkat engkau menjadi gubernur di sana."
Betapa kagetnya Jahdaar mendengar keterangan
Ibrahim bin Adham. Kemudian ia berkata, "Ya Allah, ini adalah rahmat-Mu
dan sekaligus ujian atas taubatku. Yamamah adalah sebuah wilayah yang dulu
sering menjadi sasaran perampokan yang aku lakukan dengan gerombolanku. Dan
kini aku datang ke sana untuk menegakkan keadilan. Subhanallah, Maha Suci Allah
atas segala rahmat-Nya."
Kemudian, berangkatlah Jahdar bin Rabi'ah ke
negeri Yamamah untuk melaksanakan tugas mulia memberantas kezaliman, sekaligus
menunaikan amanah menegakkan keadilan. Pada akhirnya ia berhasil menunaikan
tugas tersebut, serta menjadi hamba Allah yang taat hingga akhir hayatnya.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
10. NASIHAT BAGI PENGUASA
09/20/2002
Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang
menyeleweng memang perlu keberanian yang tinggi, sebab resikonya besar.
Bisa-bisa akan kehilangan kebebasan, mendekam dalam penjara, bahkan lebih jauh
lagi dari itu, nyawa bisa melayang. Karena itu, tidaklah mengherankan ketika
pada suatu saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya oleh seorang
sahabat perihal perjuangan apa yang paling utama, maka Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam pun menjawab, "Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang
menyeleweng."
Demikian sabda Tasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam sebagaimana yang dikisahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam an-Nasa'i, Abu Daud, dan Tirmidzi, berdasarkan penuturan Abu Sa'id
al-Khudry Radhiyallahu 'anhu, dan Abu Abdillah Thariq bin Syihab al-Bajily
al-Ahnasyi. Oleh sebab itu, sedikit sekali orang yang berani melakukannya,
yakni mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng.
Di antara yang sedikit itu (orang yang pemberani)
terdapatlah nama Thawus al-Yamani. Ia adalah seorang tabi'in, yakni generasi
yang hidup setelah para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bertemu
dengan mereka dan belajar dari mereka. Dikisahkan, suatu ketika Hisyam bin
Abdul Malik, seorang khalifah dari Bani Umayyah, melakukan perjalanan ke Mekah
guna melaksanakan ibadah haji. Di saat itu beliau meminta agar dipertemukan dengan
salah seorang sahabat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang hidup.
Namun sayang, ternyata ketika itu tak seorang pun sahabat Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang masih hidup. Semua sudah wafat. Sebagai
gantinya, beliau pun meminta agar dipertemukan dengan seorang tabi'in.
Datanglah Thawus al-Yamani menghadap sebagai wakil
dari para tabi'in. Ketika menghadap, Thawus al-Yamani menanggalkan alas kakinya
persis ketika akan menginjak permadani yang dibentangkan di hadapan khalifah.
Kemudia ia langsung saja nyelonong masuk ke dalam tanpa mengucapkan salam
perhormatan pada khalifah yang tengah duduk menanti kedatangannya. Thawus
al-Yamani hanya mengucapkan salam biasa saja, "Assalamu'alaikum,"
langsung duduk di samping khalifah seraya bertanya, "Bagaimanakah
keadaanmu, wahai Hisyam?"
Melihat perilaku Thawus seperti itu, khalifah
merasa tersinggung. Beliau murka bukan main. Hampir saja beliau memerintahkan
kepada para pengawalnya untuk membunuh Thawus. Melihat gelagat yang demikian,
buru-buru Thawus berkata, "Ingat, Anda berada dalam wilayah haramullah dan
haramurasulihi (tanah suci Allah dan tanah suci Rasul-Nya). Karena itu, demi
tempat yang mulia ini, Anda tidak diperkenankan melakukan perbuatan buruk
seperti itu!"
"Lalu apa maksudmu melakukakan semua
ini?" tanya khalifah.
"Apa yang aku lakukan?" Thawus balik
bertanya.
Dengan geram khalifah pun berkata, "Kamu
tanggalkan alas kaki persis di depan permadaniku. Kamu masuk tanpa mengucapkan
salam penghormatan kepadaku sebagai khalifah, dan juga tidak mencium tanganku.
Lalu, kamu juga memanggilku hanya dengan nama kecilku, tanpa gelar dan
kun-yahku. Dan, sudah begitu, kamu berani pula duduk di sampingku tanpa
seizinku. Apakah semua itu bukan penghinaan terhadapku?"
"Wahai Hisyam!" jawab Thawus, "Kutanggalkan
alas kakiku karena aku juga menanggalkannya lima kali sehari ketika aku
menghadap Tuhanku, Allah 'Azza wa Jalla. Dia tidak marah, apalagi murka
kepadaku lantaran itu."
"Aku tidak mencium tanganmu lantaran kudengar
Amirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu pernah berkata bahwa seorang tidak boleh
mencium tangan orang lain, kecuali tangan istrinya karena syahwat atau tangan
anak-anaknya karena kasih sayang."
"Aku tidak mengucapkan salam penghormatan dan
tidak menyebutmu dengan kata-kata amiirul mukminin lantaran tidak semua rela
dengan kepemimpinanmu; karenanya aku enggan untuk berbohong."
"Aku tidak memanggilmu dengan sebutan gelar
kebesaran dan kun-yah lantaran Allah memanggil para kekasih-Nya di dalam
Alquran hanya dengan sebutan nama semata, seperti ya Daud, ya Yahya, ya 'Isa;
dan memanggil musuh-musuh-Nya dengan sebutan kun-yah seperti Abu
Lahab...."
"Aku duduk persis di sampingmu lantaran
kudengar Amiirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu pernah berkata bila kamu ingin
melihat calon penghuni neraka, maka lihatlah orang yang duduk sementara orang
di sekitarnya tegak berdiri."
Mendengar jawaban Thawus yang panjang lebar itu,
dan juga kebenaran yang terkandung di dalamnya, khalifah pun tafakkur
karenanya. Lalu ia berkata, "Benar sekali apa yang Anda katakan itu. Nah,
sekarang berilah aku nasehat sehubungan dengan kedudukan ini!"
"Kudengar Amiirul Mukminin Ali Radhiyallahu
'anhu berkata dalam sebuah nasehatnya," jawab Thawus, "Sesungguhnya
dalam api neraka itu ada ular-ular berbisa dan kalajengking raksasa yang
menyengat setiap pemimpin yang tidak adil terhadap rakyatnya."
Mendengar jawaban dan nasehat Thawus seperti itu,
khalifah hanya terdiam, tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menyadari bahwa
menjadi seorang pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana serta tidak boleh
meninggalkan nilai-nilai keadilan bagi seluruh rakyatnya. Setelah
berbincang-bincang beberapa lamanya perihal masalah-masalah yang penting yang
ditanyakan oleh khalifah, Thawus al-Yamani pun meminta diri. Khalifah pun
memperkenankannya dengan segala hormat dan lega dengan nasehat-nasehatnya.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
11. ABU NAWAS DAN TEROMPAH AJAIB (2)
09/13/2002
Seketika itu juga Abu Nawas menyadari apa yang
terjadi. Ia lalu menjelaskan kejadian yang sebenarnya dari awal hingga akhir.
Orang-orang pun percaya pada penuturan Abu Nawas. Sebab, selama ini Abu Nawas
dikenal sebagai orang yang jujur dan berbudi pekerti baik.
Setelah orang kampung meninggalkan rumahnya, Abu
Nawas pun bermaksud untuk mengembalikan terompah ajaib itu kepada pedagangnya
di pasar. Setelah berpamitan pada istrinya, ia segera pergi ke pasar untuk
menemui si pedagang terompah tersebut. Tak lama kemudian, sampailah ia di pasar
dan menemukan pedagang tersebut.
"Assalamu'alaikum!, ucap Abu Nawas memberi
salam.
"Wa'alaikumussalam," jawab si pedagang,
"Ternyata Engkau Tuan, bagaimana kabar Anda?"
"Kabar jelek. Aku selalu ditimpa
kemalangan," jawab Abu Nawas.
"Ditimpa kemalangan bagaimana?" tanya
pedagang itu penasaran.
"Gara-gara terompah ini, aku terus-menerus
ditimpa kemalangan. Padahal, dulu Engkau mengatakan bahwa terompah ini bisa
mendatangkan keberuntungan. Aku bisa menjadi orang terkenal dan kaya, tetapi
mana buktinya? Malah aku sering kena marah orang kampung karena terompah
ini."
Kemudian ia menceritakan beberapa kejadian yang
menimpanya.
"Seingat saya, saya tidak pernah mengatakan
seperti itu tuan?" sergah si pedagang tua itu. "Saya mengatakan bahwa
bila Tuan mulanya orang yang tidak punya, maka dengan membelinya, Tuan akan
menjadi orang yang punya. Buktinya sekarang Tuan telah mempunyai terompah ini
dan dikenal oleh orang banyak karena memilikinya."
Mendengar penuturan pedagang itu, Abu Nawas hanya
bisa diam saja. Ia menyadari bahwa dirinya telah salah tafsir.
"Tapi…tapi…mengapa terompah ini Engkau katakan terompah ajaib?" tanya
Abu Nawas kemudian.
"Oh, itu?" pedagang tersebut menjawab,
"Sebab merek terompah itu adalah Ajaib, sebagaimana dinamakan oleh
pembuatnya. Jadi, pantaslah bila saya menyebutnya terompah ajaib, sebagaimana
kita menyebut ikan ikan mas. Sebab ikan itu berwarna keemasan."
Sekali lagi Abu Nawas tidak bisa berkata apa-apa
mendengar penuturan pedagang itu. Lantas ia mohon diri begitu saja. "Tapi,
tunggu tuan!" cegah pedagang itu ketika melihat Abu Nawas bergegas akan
pergi.
"Saya ingin mengatakan sesuatu kepada
tuan."Tuan ada sedikit pun rasa percaya bahwa sesuatu selain Allah itu
bisa mendatangkan kekayaan atau keberuntungan atau yang lainnya. Sebab, percaya
pada sesuatu selain Allah itu bisa membuat kita syirik dan mendapatkan
kesusahan baik di dunia maupun di akhirat kelak, buktinya sebagaiman tuan
alami. Oleh karena itu, segeralah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sebelum
semuanya terlambat. Sebab, bagaimana pun juga syirik seperti ini jarang sekali
bisa kita sadari, kecuali hanya hamba-hamba Allah yang selalu berserah diri
kepada-Nya."
Mendengar penuturan seperti itu, Abu Nawas baru
menyadari kesalahannya. Ternyata banyak sekali hal-hal yang bisa membawa kepada
perbuatan yang dimurkai Allah. Mulai saat itulah ia sangat berhati-hati kepada
hal-hal yang (kadang-kadang tanpa disadari) akan menjerumuskan kita pada
perbuatan syirik terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
12. WANITA PEMERAH SUSU DAN ANAK GADISNYA
09/06/2002
Pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab
hiduplah seorang janda miskin bersama seorang anak gadisnya di sebuah gubuk tua
di pinggiran kota Mekah. Keduanya sangat rajin beribadah dan bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Setiap pagi, selesai salat subuh,
keduanya memerah susu kambing di kandang. Penduduk kota Mekah banyak yang
menyukai susu kambing wanita itu karena mutunya yang baik.
Pada suatu malam, Khalifah Umar ditemani
pengawalnya berkeliling negeri untuk melihat dari dekat keadaan hidup dan
kesejahteraan rakyatnya. Setelah beberapa saat berkeliling, sampailah khalifah
di pinggiran kota Mekah. Beliau tertarik melihat sebuah gubuk kecil dengan
cahaya yang masih tampak dari dalamnya yang menandakan bahwa penghuninya belum
tidur. Khalifah turun dari kudanya, lalu mendekati gubuk itu. Samar-samar
telinganya mendengar percakapan seorang wanita dengan anaknya.
"Anakku, malam ini kambing kita hanya
mengeluarkan susu sedikit sekali. Ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan
pelanggan kita besok pagi," keluh wanita itu kepada anaknya.
Dengan tersenyum, anak gadisnya yang beranjak
dewasa itu menghibur, "Ibu, tidak usah disesali. Inilah rezeki yang
diberikan Allah kepada kita hari ini. Semoga besok kambing kita mengeluarkan
susu yang lebih banyak lagi."
"Tapi, aku khawatir para pelanggan kita tidak
mau membeli susu kepada kita lagi. Bagaimana kalau susu itu kita campur air
supaya kelihatan banyak?"
"Jangan, Bu!" gadis itu melarang.
"Bagaimanapun kita tidak boleh berbuat curang. Lebih baik kita katakan
dengan jujur pada pelanggan bahwa hasil susu hari ini hanya sedikit. Mereka
tentu akan memakluminya. Lagi pula kalau ketahuan, kita akan dihukum oleh
Khalifah Umar. Percayalah, ketidakjujuran itu akan menyiksa hati."
Dari luar gubuk itu, Khalifah Umar semakin
penasaran ingin terus mendengar kelanjutan percakapan antara janda dan anak
gadisnya itu.
"Bagaimana mungkin khalifah Umar tahu!"
kata janda itu kepada anaknya. "Saat ini beliau sedang tertidur pulas di
istananya yang megah tanpa pernah mengalami kesulitan seperti kita ini?"
Melihat ibunya masih tetap bersikeras dengan
alasannya, gadis remaja itu tersenyum dengan lembut dan berkata, "Ibu,
memang Khalifah tidak melihat apa yang kita lakukan sekarang. Tapi Allah Maha
Melihat setiap gerak-gerik makhluknya. Meskipun kita miskin, jangan sampai kita
melakukan sesuatu yang dimurkai Allah."
Dari luar gubuk, khalifah tersenyum mendengar
ucapan gadis itu. Beliau benar-benar kagum dengan kejujurannya. Ternyata
kemiskinan dan himpitan keadaan tidak membuatnya terpengaruh untuk berbuat
curang. Setelah itu khalifah mengajak pengawalnya pulang.
Keesokan harinya, Umar memerintahkan beberapa
orang untuk menjemput wanita pemerah susu dan anak gadisnya untuk menghadap
kepadanya. Beliau ternyata bermaksud menikahkan putranya dengan gadis jujur
itu.
Sungguh sebuah teladan bagi kita semua, bahwa
kejujuran karena takut kepada Allah adalah suatu harta yang tak ternilai
harganya. Mungkin ini yang sulit kita dapatkan sekarang.
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
13. HARTA TITAPAN BANI UMAYAH
08/31/2002
Seorang lelaki yang dicurigai menyimpan harta
titipan milik dinasti Bani Umayyah dilaporkan kepada Khalifah al-Manshur. Ia
segera ditangkap dan dihadapkan kepada sang Khalifah.
"Kami dengar laporan, kamu menyimpan harta
titipan milik Bani Umayyah. Sekarang serahkan kepada kami," kata Khalifah.
"Amirul Mukminin, apakah Tuan pewaris Bani
Umayyah?" tanyanya.
"Tidak,''jawab sang Khalifah.
"Atau, mereka sudah memberi wasiat kepada
Anda?"
"Juga tidak."
"Lalu mengapa Tuan meminta aku menyerahkan
harta yang ada di tanganku?"
Sejenak Khalifah al-Manshur menunduk tanda ia
sedang berpikir. Kemudian sambil mengangkat kepala ia beujar:
"Sesungguhnya para pemimpin dinasti Bani
Umayyah suka berlaku zaiim kepada kaum muslimin waktu itu. Selaku khalifah,
kami berhak mengurus hak mereka. Jadi, kami bermaksud mengambil hak mereka,
lalu kami simpan ke dalam kas negara."
"Tuan perlu mengajukan bukti yang adil bahwa
harta milik Bani Umayyah yang ada padaku adalah milik kaum muslimin yang
dirampas secara tidak sah. Sebab, boleh jadi ini adalah mumi milik mereka
sendiri."
"Kamu benar. Kamu memang berhak atas harta
itu," kata sang Khalifah.
"Terima kasih atas pengertian Tuan, Amirul
Mukminin."
"Sekarang apa keperluanmu?"
"Aku ingin Tuan berkenan mempertemukan aku
dengan orang yang melaporkan masalah ini kepadamu. Aku merasa penasaran ingin
mengetahuinya."
Permintaan tersebut dikabulkan oleh Khalifah
al-Manshur. Begitu dipertemukan, akhirnya jelas bahwa orang yang melaporkan itu
adalah budak lelakinya sendiri yang telah cukup lama menghilang, tetapi ia
masih ingat dan mengenalinya.
"Dia ini budakku, Amirul Mukminin,"
katanya, "Setelah mencuri uangku tiga ribu dinar, ia minggat. Dan, mungkin
karena takut aku mencarinya, ia kemudian melaporkan aku kepada tuan yang
bukan-bukan."
Setelah dimintai penjelasan dan ditakut-takuti
oleh Khalifah al-Manshur, akhirnya budak itu mengakui semua perbuatannya yang
tercela tersebut.
"Kami minta kamu memaafkannya," kata Khalifah.
"Sudah aku maafkan. Bahkan, aku memerdekakan
dia. Selain mengikhlaskan uang tiga ribu dinar yang telah ia curi, aku juga
ingin memberinya tiga ribu dinar lagi," katanya sambil menyerahkan sebuah
bungkusan. Kemudian ia pun beranjak pergi.
Khalifah al-Manshur merasa kagum atas sikap
warganya itu seraya berkata,
"Sungguh luar biasa dia!"
Sumber: al-Mustajad min Fa'alat al-Ajwad,
at-Tanukhi
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
14. ZIYAD BIN ABU SUFYAN
08/23/2002
Sumiyah, ibunda Ziyad, adalah seorang wanita
pelacur. Abu Sufyan bin Harb mengaku bahwa dirinya satu-satunya lelaki yang
menghamili wanita itu. Jadi dia ayah Ziyad.
Suatu hari Khalifah Mu'awiyah naik ke atas mimbar,
dan menyuruh Ziyad untuk berdiri di sampingnya.
"Saudara-saudara sekalian, sungguh aku sudah
mengenal siapa Ziyad ini. Tetapi, siapa di antara kalian yang memiliki bukti,
silakan ajukan!" kata Mu'awiyah kepada para hadirin.
Semua yang hadir berdiri seraya memberikan
kesaksian bahwa Ziyad adalah putera Abu Sufyan. Oleh Mu'awiyah ia lalu diangkat
sebagai penguasa Kufah merangkap Bashrah.
Pada hari penobatan Ziyad sebagai penguasa kedua
wilayah tersebut diadakan upacara arak-arakan yang cukup meriah. Seorang lelaki
buta dari suku Bani Makhzum yang biasa dipanggil Abul Urban ikut menonton di
pinggir jalan.
"Siapa yang diangkat sebagai penguasa kali
ini?" tanya Abul Urban kepada seseorang di sebelahnya.
"Ziyad bin Abu Sufyan," jawabnya.
"Apa? Setahuku Abu Sufyan tidak punya putera
bernama Ziyad," kata Abul Urban.
"Jadi, Ziyad siapa?" tanya orang itu.
"Sungguh banyak hal yang telah dirusak Allah,
banyak rumah yang telah dirobohkan-Nya, dan banyak budak yang telah
dikembalikan-Nya kepada tuan-tuannya," jawab Abul Urban.
Seorang mata-mata kerajaan kebetulan mendengar
ucapan Abul Urban tersebut. Ia lalu melaporkannya kepada Mu'awiyah. Khalifah
ini segera mengirim seorang kurir membawa sepucuk surat berisi:
"Celaka kamu oleh ibumu. Setibanya suratku
ini potonglah lidah laki-laki buta dan suku Bani Makhzum itu jika ia berani
mengatakan lagi kalau kamu bukan putera Abu Sufyan."
Ketika si kurir hendak mohon diri, Ziyad
menitipkan uang sebanyak seribu dinar untuk Khalifah Mu'awiyah, seraya berpesan:
"Sampaikan salamku kepadanya. Katakan
kepadanya, aku baru bisa mengirim uang sejumlah ini. Gunakan lebih dahulu! Kali
lain aku akan mengiriminya lagi."
Dengan ditemani seorang pengawal, esoknya Ziyad
menemui laki-laki tunanetra dari Bani Makhzum itu.
Setelah mengucapkan salam, pengawal bertanya:
"Siapa orang yang bersamaku ini?"
"Dia pasti Ziyad bin Abu Sufyan,"
jawabnya dengan tegas.
Sepeninggal kedua tamunya, laki-laki tunanetra
dari suku Bani Makhzum itu menangis seraya berkata,
"Demi Allah, aku mengenal persis siapa Abu
Sufyan."
Sumber: Muhadharat al-Asibba, al-Raghib
al-Ashfahani
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
15. ABU HANIFAH DAN TETANGGANYA
08/16/2002
Di Kufah, Abu Hanifah mempunyai tetangga tukang
sepatu. Sepanjang hari bekerja, menjelang malam ia baru pulang ke rumah.
Biasanya ia membawa oleh-oleh berupa daging untuk dimasak atau seekor ikan
besar untuk dibakar. Selesai makan, ia terus minum tiada henti-hentinya sambil
bemyanyi, dan baru berhenti jauh malam setelah ia merasa mengantuk sekali,
kemudian tidur pulas.
Abu Hanifah yang sudah terbiasa melaksanakan salat
sepanjang malam, tentu saja merasa terganggu oleh suara nyanyian si tukang
sepatu tersebut. Tetapi, ia diamkan saja. Pada suatu malam, Abu Hanifah tidak
mendengar tetangganya itu bernyanyi-nyanyi seperti biasanya. Sesaat ia keluar
untuk mencari kabarnya. Ternyata menurut keterangan tetangga lain, ia baru saja
ditangkap polisi dan ditahan.
Selesai salat subuh, ketika hari masih pagi, Abu
Hanifah naik bighalnya ke istana. Ia ingin menemui Amir Kufah. Ia disambut
dengan penuh khidmat dan hormat. Sang Amir sendiri yang berkenan menemuinya.
"Ada yang bisa aku bantu?" tanya sang
Amir.
"Tetanggaku tukang sepatu kemarin ditangkap
polisi. Tolong lepaskan ia dari tahanan, Amir, " jawab Abu Hanifah.
"Baikiah," kata sang Amir yang segera
menyuruh seorang polisi penjara untuk melepaskan tetangga Abu Hanifah yang baru
ditangkap kemarin petang.
Abu Hanifah pulang dengan naik bighalnya
pelan-pelan. Sementara, si tukang sepatu berjalan kaki di belakangnya. Ketika
tiba di rumah, Abu Hanifah turun dan menoleh kepada tetangganya itu seraya
berkata,
"Bagaimana? Aku tidak mengecewakanmu kan?"
"Tidak, bahkan sebaliknya." Ia
menambahkan, "Terima kasih. Semoga Allah memberimu balasan
kebajikan."
Sejak itu ia tidak lagi mengulangi kebiasaannya,
sehingga Abu Hanifah dapat merasa lebih khusyu' dalam ibadahnya setiap malam.
Sumber: Al-Thabaqat al-Saniyyat fi Tajarun
al-Hanafiyat, Taqiyyuddin bin Abdul Qadir al-Tammii
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
16 MULAILAH BICARA
08/09/2002
Ketika hendak melepas pasukan yang akan terjun ke
dalam medan pertempuran, seorang jenderal yang dipercaya sebagai komandan
menghadap Khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Setelah menanyakan tentang keadaan
serta persiapan pasukan, Khalifah Mu'awiyah mengajak si jenderal
berbincang-bincang sejenak. Namun tiba-tiba si jenderal mengeluarkan suara
kentut. Seketika itu ia terdiam malu.
"Ayo, mulailah bicara. Demi Allah, aku lebih
sering mendengar suara itu dari orang lain daripada diriku sendiri," kata
Khalifah Mu'awiyah.
Sumber: Ansab al-Asyraf, al-Baladziri
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
17 ALHAMDULILLAH
08/03/2002
Sari al-Suqthi, seorang ulama ahli ilmu tauhid
yang sangat wara' berkata, "Sudah tiga puluh tahun lamanya aku selalu
membaca istighfar, dan baru sekali ini aku membaca alhamdulillah."
"Bagaimana ceritanya?" tanya seorang
sahabatnya.
"Pada waktu terjadi peristiwa kebakaran di
pasar Baghdad, seseorang dengan tergopoh-gopoh datang menemuiku seraya
memberitahukan bahwa kedaiku selamat. Spontan aku berucap 'Alhamdulillah!'
Tetapi, lantas aku menyesal, karena mensyukuri keberuntunganku sendiri di atas
penderitaan orang banyak."jawabnya.
Sumber: Al-Wafi bi al-Wafyat, al- Shafadi
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
18. TUKANG BEKAM BERSAMA AL HAJJAJ
07/26/2002
Suatu hari al-Hajjaj berbekam. Ketika baru saja
memulai pekerjaannya, si tukang bekam berkata, "Senang sekali seandainya
Tuan mau menceritakan kepadaku tentang ceritamu dengan Ibnu al-Asy'ats.
Maksudku mengapa ia sampai berani menentangmu?"
"Selesaikan dahulu pekerjaanmu ini. Nanti pasti
akan aku ceritakan padamu," jawab al-Hajjaj.
Berkali-kali tukang bekam itu mengulangi
permintaannya. Dan, berkali-kali pula al-Hajjaj meyakinkan bahwa ia akan
memenuhinya setelah selesai berbekam. Begitu selesai berbekam dan membereskan
segala sesuatunya, termasuk membersihkan darah, al-Hajjaj memerintahkan supaya
memanggil si tukang bekam.
"Aku tadi sudah berjanji kepadamu akan
mengungkapkan ceritaku dengan Ibnu al-Asy'ats. Bahkan, aku telah bersumpah
segala." "Baiklah, sekarang akan aku penuhi," kata al-Hajjaj.
"Terima kasih, Tuan masih ingat," kata
si tukang bekam.
Tiba-tiba al-Hajjaj berteriak memanggil pelayan
agar mengambil cambuk. Tidak lama kemudian si pelayan muncul dengan membawa
cambuk. Si tukang bekam disuruh telanjang. Setelah panjang lebar mengungkapkan
cerita dirinya dengan Ibnu al-Asy'ats, al-Hajjaj lalu
menghajar si tukang bekam dengan cambuk sebanyak
lima ratus kali, sehingga tubuhnya babak belur dan hampir mati.
"Aku telah penuhi janjiku kepadamu. Lain kali
jika kamu memintaku menceritakan pengalamanku dengan selain Ibnu al-Asy'ats
tentu akan aku penuhi lagi, asal dengan syarat seperti ini," kata
al-Hajjaj.
Sumber: al-Wuzara, Hilal bin Muhsin al-Shabi'i
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
19. AL-BALKHI DAN SI BURUNG PINCANG
07/20/2002
Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu seorang yang
terkenal dengan kesalehannya, bernama al-Balkhi. Ia mempunyai sahabat karib
yang bernama Ibrahim bin Adham yang terkenal sangat zuhud. Orang sering
memanggil Ibrahim bin Adham dengan panggilan Abu Ishak.
Pada suatu hari, al-Balkhi berangkat ke negeri
orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan
kepada sahabatnya itu. Namun belum lama al-Balkhi meninggalkan tempat itu,
tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya menjadi heran, mengapa ia pulang begitu
cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang ditujunya sangat jauh
lokasinya. Ibrahim bin Adham yang saat itu berada di masjid langsung bertanya
kepada al-Balkhi, sahabatnya. "Wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau
pulang begitu cepat?"
"Dalam perjalanan", jawab al-Balkhi,
"aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera
membatalkan perjalanan".
"Keanehan apa yang kamu maksud?" tanya
Ibrahim bin Adham penasaran.
"Ketika aku sedang beristirahat di sebuah
bangunan yang telah rusak", jawab al-Balkhi menceritakan, "aku
memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian
bertanya-tanya dalam hati. "Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup,
padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa
melihat, berjalan pun ia tak bisa".
"Tidak lama kemudian", lanjut al-Balkhi,
"ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya sambil
membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik
burung itu. Ternyata ia tak pernah kekurangan makanan, karena ia berulangkali
diberi makanan oleh temannya yang sehat".
"Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu?"
tanya Ibrahim bin Adham yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya
itu dengan segera.
"Maka aku pun berkesimpulan", jawab
al-Balkhi seraya bergumam, "bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki
yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta dan jauh dari
teman-temannya. Kalau begitu, Allah Maha Pemberi, tentu akan pula mencukupkan
rizkiku sekali pun aku tidak bekerja". Oleh karena itu, aku pun akhirnya
memutuskan untuk segera pulang saat itu juga".
Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin
Adham berkata, "wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau memiliki
pemikiran serendah itu? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu dengan
seekor burung pincang lagi buta itu? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri
untuk hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak
berpikiran sehat untuk mencoba perilaku burung yang satunya lagi? Ia bekerja
keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup sahabatnya yang
memang tidak mampu bekerja? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu
lebih mulia daripada tangan di bawah?"
Al-Balkhi pun langsung menyadari kekhilafannya. Ia
baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung
tersebut. Saat itu pulalah ia langsung bangkit dan mohon diri kepada Ibrahim
bin Adham seraya berkata, "wahai Abu Ishak, ternyata engkaulah guru kami
yang baik". Lalu berangkatlah ia melanjutkan perjalanan dagangnya yang
sempat tertunda.
Dari kisah ini, mengingatkan kita semua pada
hadits yang diriwayatkan dari Miqdam bin Ma'dikarib radhiyallahu 'anhu,
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, yang
artinya: "Tidak ada sama sekali cara yang lebih baik bagi seseorang untuk
makan selain dari memakan hasil karya tangannya sendiri. Dan sesungguhnya
Nabiyullah Daud 'alaihis salam makan dari hasil jerih payahnya sendiri"
(HR. Bukhari).
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
20. SOK TAHU
07/12/2002
Suatu hari Utbah bin an-Nahhas al-Ajali berpidato
sebagai berikut.
"Bagus sekali apa yang difirmankan Allah
dalam Kitab-Nya, "Tidaklah kekal orang yang hidup di atas
angan-angan...."
Serta merta Hisyam bin al-Kalbi menyanggahnya
seraya berkata:
"Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung tidak
pernah berfirman seperti itu. Itu ucapan penyair Ady bin Zaid."
"Subhanallah! Aku kira itu firman Allah.
Bagus sekali ucapan Ady itu," kata Utbah sambil turun dari mimbar.
Pada hari yang lain, seorang wanita dari golongan
kaum Khawarij dihadapkan pada Utbah.
"Hai perempuan musuh Allah! Mengapa kamu
menentang Amirul Mukminin? Tidakkah kamu pemah mendengar firman Allah yang
berbunyi, 'Diwajibkan perang.' Dan perang bagi kita serta bagi
penyanyi-penyanyi perempuan adalah semudah menarik ekor?" katanya sok
tahu.
"Yang membuatku menentang Amirul Mukminin
adalah sikap sok tahumu terhadap kitab Allah," jawab wanita Khawarij
tersebut.
Sumber: al-Fihrasat, Ibnu Nadim
Al-Islam - Pusat informasi dan Komunikasi islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
21. OBAT PENYUBUR
07/05/2002
Seorang lelaki mendatangi dokter mengeluhkan
isterinya yang sudah lama belum juga bisa memberinya keturunan.
Setelah memeriksa denyut jantung si isteri, dokter
berkata:
"Kamu tidak memerlukan obat penyubur. Sebab,
berdasarkan pemeriksaan denyut jantung, empat puluh hari lagi engkau bakal
meninggal."
Si isteri merasa ketakutan sekali mendengar
keterangan dokter itu. Ia putus asa menjalani sisa kehidupan yang tinggal
sebentar lagi. Akibatnya, ia tidak berselera makan dan minum.
Tetapi, sampai batas waktu empat puluh hari yang
dikatakan dokter, ternyata ia masih hidup. Merasa penasaran, suaminya lalu
menemui dokter untuk menanyakannya.
"Dokter, isteriku belum meninggal,"
katanya.
"Aku tahu itu,"jawab dokter.
"Bahkan, insya Allah sebentar lagi ia akan mengandung."
Sang suami yang sebenarnya sudah pasrah atas
suratan takdir Allah itu menjadi tidak habis pikir dengan keterangan dokter.
"Apa maksud dokter? Bagaimana itu bisa
terjadi?" tanyanya penasaran.
"Begini," kata dokter, "Dulu aku
lihat istrimu kegemukan, banyak lemak yang mengganggu pada bibir rahimnya. Aku
sengaja menakutinya dengan kematian supaya ia bisa kurus. Dan temyata berhasil,
sehingga sesuatu yang menyebabkan ia tidak bisa melahirkan menjadi
hilang."
Sumber: al lhya' Ulum al Din, Imam al Ghazali
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
22. SHUHAIB DAN ALGOJO
06/28/2002
Shuhaib al-Madani akan dijatuhi hukuman cambuk
karena tertangkap basah meminum mmuman keras. Tubuh Shuhaib tinggi besar,
sementara tubuh si algojo kurus pendek.
"Ayo membungkuk, supaya aku bisa
mencambukmu," pinta algojo.
"Hai tolol! Emangye Lu mau ngajak aku makan manisan?"
jawab Shuhaib.
Sumber: al-Basha'ir wa al-Dzakha'ir, Abu Hayyan
al-Tauhidi
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
23. RASYID BIN ZUBAIR DAN WANITA KAIRO
06/21/2002
Rasyid bin Zubair adalah seorang yang mempunyai
kharisma yang tinggi. Ia dari keturunan ningrat dan menguasai berbagai ilmu.
Namun, sayangnya ia berwajah jelek, kulitnya hitam, bibir tebal, hidung pesek,
dan bertubuh pendek.
Suatu ketika ia menceritakan pengalamannya di kota
Kairo sebagai berikut:
"Suatu hari aku berjalan-jalan di kota Kairo.
Aku bertemu seorang wanita berwajah cantik. Begitu melihatku, aku merasa ia
terpesona padaku. Demikian pula dengan aku, sehingga aku lupa diri. Matanya
memandang ke arahku, dan itu membuat sekujur tubuhku semakin gemetar terasa
panas dingin."
"Aku ikuti ia yang masuk keluar gang.
Akhirnya, ia berhenti di depan sebuah rumah. Sebelum masuk, ia sempat memberiku
isyarat mata sambil menyingkapkan kain cadarnya. Aku semakin terlena melihat
kecantikan wajahnya yang bagaikan bulan pumama."
Selanjutnya ia bertepuk tangan seraya memanggil
nama, 'Ayo Halimah, kemarilah!' Seorang anak kecil perempuan berjalan menuju
kearahnya. 'Kalau kamu ngompol lagi, biar dikremes tuan Qadii nanti!' ancamnya
pada anak kecil itu.
Selanjutnya ia menoleh padaku dan berkata,
"Oh, kamu. Mudah-mudahan Allah membalas kebaikanmu karena telah
mengantarku."
Dengan rasa malu aku membalikkan badan, dan segera
melangkah entah menuju ke mana.
Sumber: Mu' jam al Adibba', Yaqut
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
24. ISTRI KEDUA
06/14/2002
Abdullah bin Syekh Hasan al Jibrati menikah dengan
Fatimah binti Ramadhan Jalabi. Fatimah ini figur isteri yang baik dan berbakti.
Di antara kebaikannya, ia biasa membelikan suaminya pakaian yang bagus-bagus
dengan uangnya sendiri, demikian pula untuk membelikan pakaian serta
perhiasannya sendiri.
Ia tidak pernah meminta uang kepada suami, atau
menggunakan uang belanja keluarga. Begitu baiknya, sampai-sampai ia diam saja
dan tidak merasa cemburu melihat suaminya suka membeli budak perempuan.
Kesetiaannya tidak menjadi luntur; sama sekali tidak terpengaruh. Atas semua
itu ia berharap beroleh balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah.
Pada tahun 1156 Hijriyah, Abdullah pergi haji. Di
Mekah ia berkenalan dengan orang bemama Umar al Halbi. Ia dipesan untuk membeli
seorang budak perempuan berkulit putih, masih perawan, dan bertubuh langsing.
Pulang dari ibadah haji, ia mencari budak perempuan dengan ciri-ciri tersebut,
dan cukup lama ia baru mendapatkannya.
Abdullah memperkenalkan budak perempuan yang baru
dibelinya itu kepada isterinya. Tetapi sang istri sama sekali tidak
tersinggung. Ia bahkan menganggapnya sebagai puterinya sendiri. Lama-kelamaan
keduanya saling mencintai, dan tidak mau berpisah selamanya.
"Jadi bagaimana ini?" tanya Abdullah
kepada isterinya.
"Begini saja,"jawab sang isteri,
"Aku ganti uangnya, lalu kamu belikan budak yang lain."
"Baiklah," kata Abdullah setuju.
Oleh Fatimah, budak perempuan yang baru dibelinya
itu dimerdekakan, dan dinikahkan dengan suaminya. Bahkan, ia menyediakan kamar
tersendiri untuk madunya tersebut.
Pada tahun 1165 Abdullah memboyong isteri keduanya
ini ke rumah sendiri. Tetapi, istri pertama tetap merasa berat untuk berpisah
barang sesaat pun, meski ia telah memiliki beberapa orang anak.
Pada tahun 1182 isteri kedua jatuh sakit, lalu
disusul oleh isteri pertama. Kian lama sakit keduanya kian parah. Tengah hari,
isteri kedua memaksakan diri bangun dari pembaringan. Ia menangis melihat
isteri pertama dalam keadaan pingsan. Ia berdoa, "Tuhan, jika Engkau
takdirkan ia meninggal, jangan ia mendahuluiku."
Benar... Malamnya, isteri kedua itu meninggal
dunia. Ia disemayamkan di samping isteri pertama. Saat menjelang subuh, ia
siuman. Sambil meraba-raba ia membangunkan madunya. Namun, ia menjadi lunglai
ketika diberitahu bahwa madunya sudah meninggal. Ia menangis melolong-lolong
hingga tengah hari. Setelah ikut menyaksikan madunya dimandikan, ia pun kembali
ke pembaringannya. Petang hari ia meninggal dunia, dan jenazahnya dimakamkan
pada hari berikutnya.
Sumber: 'Aja'ib al Atsar, al Jibrati
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
25. PERCAKAPAN MUSA DENGAN TUHANNYA
06/07/2002
Musa as: "Oh Tuhan, ajarilah kami sesuatu
yang dapat kami gunakan untuk berzikir dan berdoa kepada Engkau."
Tuhan: "Ucapkan Laa Ilaaha Illallaah hai
Musa!"
Musa as: "Oh Tuhan, semua hamba-Mu telah
mengucapkan kalimat itu."
Tuhan: "Hai Musa, andaikan langit yang tujuh
beserta seluruh penghuninya selain Aku, dan bumi yang tujuh ditimbang dengan
Laa Ilaaha Illallaah, niscaya masih berat Laa Ilaaha Illallaah."
Sumber : 1001 Kisah-Kisah Nyata, Ahmad Sunarto
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
26. TIDAK LAYAK
05/31/2002
Seorang laki-laki mengaku sebagai penyair, tetapi
masyarakat menanggapinya dengan dingin. "Kalian bersikap dingin kepadaku
karena iri," katanya.
"Di tengah-tengah kita ada Basyar Al-Uqaili,
penyair hebat. Sebaiknya biar dia yang mengujimu," kata mereka.
Selesai mendengar puisi-puisi karya orang itu,
Basyar bilang:
"Kamu termasuk anggota keluarga Nabi."
"Maksudmu?" tanya laki-laki itu.
"Sebab, Allah berfirman, "Dan kami tidak
mengajarkan syair kepadanya, dan bersyair itu tidak layak baginya," jawab
Basyar.
Sumber: Al-Aqdal-Faridoleh, lbnu Abdi Rabih
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
27. MENYURUH WANITA BERPERANG
05/24/2002
Dalam suatu pertemuan penting, Muhammad bin
Mubasyir, menteri urusan perang, diprotes oleh Mundzir bin Abduirahman, seorang
ulama ahli ilmu nahwu, karena sang menteri pernah menyerukan kaum wanita ikut
perang.
"Bagaimana engkau menyuruh kaum wanita ikut
berperang bersama-sama laki-laki?"
Dengan pura-pura tidak paham, sang menteri
memutarkan protes tersebut dan menjawab lain:
"Seumur hidup, baru kali ini aku mendengar
saran yang begitu kejam. Allah saja menyuruh wanita supaya tetap tinggal di
rumah, tetapi kenapa kamu malah menganjurkan supaya ikut berperang?"
Sumber: Thabaqat Al-Nahwiyyin wa Al-Lughawiyyin,
Az-Zubaidi Al-Andalusi
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
28. GHASILIL MALAIKAT (ORANG YANG DIMANDIKAN MALAIKAT)
05/17/2002
Mekah menggelegak terbakar kebencian terhadap
orang-orang Muslim karena kekalahan mereka di Perang Badr dan terbunuhnya
sekian banyak pemimpin dan bangsawan mereka saat itu. Hati mereka membara
dibakar keinginan untuk menuntut balas. Bahkan karenanya Quraisy melarang semua
penduduk Mekah meratapi para korban di Badr dan tidak perlu terburu-buru
menebus para tawanan, agar orang-orang Muslim tidak merasa diatas angin karena
tahu kegundahan dan kesedihan hati mereka.
Hingga tibalah saatnya Perang Uhud. Di antara
pahlawan perang yang bertempur tanpa mengenal rasa takut pada waktu itu adalah
Hanzhalah bin Abu Amir. Ayahnya adalah seorang tabib yang disebut si Fasik.
Hanzhalah baru saja melangsungkan pernikahan. Saat
mendengar gemuruh pertempuran, yang saat itu dia masih berada dalam pelukan
istrinya, maka dia segera melepaskan pelukan istrinya dan langsung beranjak
untuk berjihad. Saat sudah terjun kekancah pertempuran berhadapan dengan
pasukan musyrikin, dia menyibak barisan hingga dapat berhadapan langsung dengan
komandan pasukan musuh, Abu Sufyan bin Harb. Pada saat itu dia sudah dapat
menundukan Abu Sufyan, namun hal itu diketahui oleh Syaddad bin Al-Aswad yang
kemudian menikamnya hingga meninggal dunia sebagai syahid.
Tatkala perang usai dimana kaum muslimin
menghimpun jasad para syuhada dan akan menguburkannya, mereka kehilangan
usungan mayat Hanzhalah. Setelah mencari kesana kemari, mereka mendapatkannya
di sebuah gundukan tanah yang masih menyisakan guyuran air disana.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam
mengabarkan kepada para shahabatnya bahwa malaikat sedang memandikan jasadnya.
Lalu beliau bersabda, "Tanyakan kepada keluarganya, ada apa dengan
dirinya?"
Lalu mereka bertanya kepada istrinya, dan
dikabarkan tentang keadaannya sedang junub saat berangkat perang. Dari kejadian
ini Hanzhalah mendapatkan julukan Ghasilul Malaikat (Orang yang dimandikan
malaikat). Wallahu ta'ala 'alam
Sumber: Sirah Nabawiyah, Syeikh Shafiyyur Rahman
Al Mubarakfury
Oleh: Abu Rumaysa Iwan Sutedi
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
29. PETI UMMUL BANIN
05/10/2002
Diceritakan, Ummul Banin Abdul Aziz bin Marwan,
isteri Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, pernah jatuh cinta kepada seorang
penyair Yaman, bernama Wadlah yang berwajah cukup tampan.
Atas undangan rahasia Ummul Banin, penyair Yaman
itu datang menemuinya di rumah; saat itu Khalifah Al-Walid sedang bepergian.
Merasa takut ketahuan, ia menyembunyikan Wadlah di dalam sebuah peti lalu
menutupnya rapat-rapat. Namun, mendadak seorang pelayan masuk dan sempat
melihat ada seorang laki-laki dalam sebuah peti; Ia pura-pura tidak tahu.
Kebetulan Khalifah Al Walid tiba; pelayan itu
langsung melaporkan apa yang baru saja dilihatnya; semula sang Khalifah tidak
percaya.
"Tuan Amirul Mukminin, buktikan
sendiri," kata pelayan.
Khalifah Al-Walid masuk ke kamar dan mendapati
isterinya sedang menyisir rambut sambil duduk di atas sebuah peti.
"Isteriku, aku ingin memeriksa peti-peti di
kamar ini," kata khalifah.
"Silakan, peti-peti ini memang milikmu,
Amirul Mukminin," jawab isterinya.
Khalifah menimpali, "Tetapi aku hanya ingin
satu peti saja."
"Silakan, mana yang engkau inginkan -
ambillah."
"Peti yang kamu duduki itu, " sahut
khalifah.
Ummul Banin terperangah mendengarnya; sekujur
tubuhnya terasa gemetar; perasaannya kalut. Namun, ia mencoba untuk menutupi
semua itu.
"Yang lainnya malah lebih baik. Lagi pula, di
peti yang satu ini ada barang-barang keperluanku, " tutur isterinya.
Khalifah menjawab, "Aku menginginkan yang
satu ini saja."
Dengan rasa putus asa, isterinya menjawab,
"Ambillah, kalau begitu."
Khalifah Al-Walid segera memerintahkan seorang
pelayan untuk mengangkat peti tersebut ke halaman belakang istana, dan
meletakkannya di bibir sumur tua. Ummul Banin, isteri khalifah, menatap sedih
sambil menangis dari kejauhan; ia tidak berani mendekat. Ia tidak tahu nasib
apa yang akan menimpa laki-laki simpanannya itu; hatinya gundah gulana.
Pelan-pelan, Khalifah Al-Walid menghampiri peti
tersebut (sebenarnya ia sangat marah, namun ia berusaha menahannya).
"Hai orang yang ada dibdalam peti, kalau
berita yang kami dengar adanya, berarti kami menguburmu, berikut kenangan
manismu untuk selamanya. Tetapi, jika kabar itu bohong, berarti kami hanya
mengubur kayu," kata Khalifah sambil melemparkan peti ke dasar sumur.
Setelah menyuruh menimbunnya dengan pasir sampai
rata dengan tanah, Khalifah masuk ke istana. Sejak itu, penyair Yaman bernama
Wadlah tidak pernah tampak. Ummul Banin tidak melihat ada kemarahan pada wajah
suaminya, hingga kematian memisahkan mereka berdua.
Sumber: Wafyat Al-A'yan, Ibnu Khalkan
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
30. PENJUAL MINYAK WANGI DAN SEUNTAI KALUNG
05/04/2002
Seorang pemuda tiba di Baghdad dalam perjalanannya
menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ia membawa seuntai kalung senilai seribu
dinar. Ia sudah berusaha keras untuk menjualnya, namun tidak seorang pun yang
mau membelinya. Akhirnya ia menemui seorang penjual minyak wangi yang terkenal
baik, kemudian menitipkan kalungnya. Selanjutnya ia meneruskan perjalanannya.
Selesai menunaikan ibadah haji ia mampir di
Baghdad untuk mengambil kembali kalungnya. Sebagai ucapan terima kasih ia
membawa hadiah untuk penjual minyak wangi itu.
"Saya ingin mengambil kembali kalung yang
saya titipkan, dan ini sekedar hadiah buat Anda," katanya.
"Siapa kamu? Dan hadiah apa ini?," tanya
penjual minyak wangi.
"Aku pemilik kalung yang dititipkan pada
Anda," jawabnya mengingatkan.
Tanpa banyak bicara, penjual minyak wangi
menendangnya dengan kasar, sehingga ia hampir jatuh terjerembab dari teras
kios, seraya berkata, "Sembarangan saja kamu menuduhku seperti itu."
Tidak lama kemudian orang-orang berdatangan
mengerumuni pemuda yang malang itu. Tanpa tahu persoalan yang sebenarnya,
mereka ikut menyalahkannya dan membela penjual minyak wangi. "Baru kali
ada yang berani menuduh yang bukan-bukan kepada orang sebaik dia," kata
mereka.
Laki-laki itu bingung. Ia mencoba memberikan
penjelasan yang sebenarnya. Tetapi mereka tidak mau mendengar, bahkan mereka
mencaci maki dan memukulinya sampai babak belur dan jatuh pingsan.
Begitu siuman, ia melihat seorang berada di
dekatnya. "Sebaiknya kamu temui saja Sultan Buwaihi yang adil; ceritakan
masalahmu apa adanya. Saya yakin ia akan menolongmu," kata orang yang baik
itu.
Dengan langkah tertatih-tatih pemuda malang ini
menuju kediaman Sultan Buwaihi. Ia ingin meminta keadilan. Ia menceritakan
dengan jujur semua yang telah terjadi.
"Baiklah, besok pagi-pagi sekali pergilah
kamu menemui penjual minyak wangi itu di tokonya. Ajak ia bicara baik-baik.
Jika ia tidak mau, duduk saja di depan tokonya sepanjang hari dan jangan bicara
apa-apa dengannya. Lakukan itu sampai tiga hari. Sesudah itu aku akan
menyusulmu. Sambut kedatanganku biasa-biasa saja. Kamu tidak perlu memberi
hormat padaku kecuali menjawab salam serta pertanyaan-pertanyaanku," kata
Sultan Buwaihi.
Pagi-pagi buta pemuda itu sudah tiba di toko
penjual minyak wangi. Ia minta izin ingin bicara, tetapi ditolak. Maka seperti
saran Sultan Buwaihi, ia lalu duduk di depan toko selama tiga hari, dan tutup
mulut.
Pada hari keempat, Sultan datang dengan rombongan
pasukan cukup besar. "Assalamu'alaikum," kata Sultan.
"Wa'alaikum salam," jawab pemuda acuh
tanpa gerak.
"Kawan, rupanya kamu sudah tiba di Baghdad.
Kenapa Anda tidak singgah di tempat kami? Kami pasti akan memenuhi semua
kebutuhan Anda," kata Sultan.
"Terima kasih," jawab pemuda itu acuh,
dan tetap tidak bergerak.
Saat Sultan terus menanyai pemuda ini, rombongan
pasukan yang berjumlah besar itu maju merangsak. Karena takut dan gemetar
melihatnya, si penjual minyak wangi jatuh pingsan. Begitu siuman, keadaan di
sekitarnya sudah lengang. Yang ada hanya sang pemuda, yang masih tetap duduk
tenang di depan toko. Penjual minyak wangi menghampirinya dan berkata:
"Sialan! Kapan kamu titipkan kalung itu
kepadanya? Kamu bungkus dengan apa barang tersebut? Tolong bantu aku
mengingatnya."
Si Pemuda tetap diam saja. Ia seolah tidak
mendengar semuanya. Penjual minyak wangi sibuk mondar-mandir kesana kemari
mencarinya. Sewaktu ia mengangkat dan dan membalikkan sebuah guci, tiba-tiba
jatuh seuntai kalung.
"Ini kalungnya. Aku benar-benar lupa. Untung
kamu mengingatkan aku," katanya.
Sumber: Akhbar Adzkiya, Ibn Al-Jauzi
A Kembali ke . . . Daftar Isi 1.
31. AMIR ANDALUSIA DAN BUDAK PEREMPUANNYA
04/26/2002
Abdurrahman bin Al-Hakam, Amir Andalusia,
mengundang sejumlah ahli fiqih di kediamannya. Ia sedang menghadapi masalah
pelik. Pada siang hari bulan Ramadhan telah melakukan hubungan seksual dengan
budak perempuannya. Saat itu ia benar-benar tidak sanggup menahan hasrat
birahinya. Ia ingin bertanya kepada para ulama ahli fiqih bagaimana cara
bertaubat dan membayar kafarat.
"Selain bertaubat kepada Allah dengan
sungguh-sunguh, Engkau harus berpuasa dua bulan berturut-turut," kata
seorang ulama bernama Yahya bin Yahya Al-Laitsi.
Ulama-ulama yang lain diam saja: tak seorang pun
menyanggahnya, mendengar jawaban Yahya tersebut. Tetapi, begitu keluar dari
kediaman sang Amir, beberapa ulama menghampiri Yahya dan bertanya,
"Mengapa engkau tadi tidak memberikan fatwa berdasarkan Imam Malik?
Sehingga ia bisa memilih tiga saksi secara berurutan: memerdekakan budak, atau
memberikan makan sejumlah orang miskin, baru berpuasa selama dua bulan
berturut-turut."
"Kalau itu yang aku sampaikan, keenakan dia,
mungkin setiap hari akan mengulangi perbuatannya itu karena baginya
memerdekakan budak itu masalah yang ringan. Aku sengaja pilihkan yang paling
berat, supaya tidak mengulanginya lagi." jawab Yahya.
Sumber: Wafyat Al-A'yan, Ibnu Khalkan
No comments:
Post a Comment