Rabu, 6 Jun 07 11:00 WIB
Kirim teman
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Ustadz, saya ada
beberapa pertanyaan, semoga dapat memberikan peningkatan pemahaman keIslaman
saya, dan menjadi amal kebaikan bagi ustadz.
Sejauh mana suami
dapat melihat aurat isterinya, apakah di bolehkan melihat suami melihat seluruh
tubuh isteri termasuk alat kemaluanya(karena ada hadis yang saya baca,
seseorang melihat kemaluan lawan jenisnya akan menyebabkan kebutaan) begitu pun
isteri terhadap suami.
Terimakasih
ustadz.
Boy
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Tujuan dari
pernikahan itu selain urusan kebutuhan batin, juga kebutuhan biologis. Untuk
itu maka jima' dan segala bentuk percumbuannya dihalalkan untuk pasangan suami
isteri. Kecuali yang secara tegas diharamkan, seperti melakukan seks lewat
dubur dan lainnya.
Dan salah satu
konsekuensi kehalalan jima' itu adalah tidak adanya lagi batas-batas aurat
antara suami dan isteri. Seorang suami boleh melihat semua bagian tubuh
isterinya, termasuk kemaluannya, sebagaimana seorang isteri boleh melihat semua
bagian tubuh isterinya.
Allah SWT telah
menghalalkan hal itu dalam salah satu firman-Nya:
نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
Isteri-isterimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
(QS. AL-baqarah: 223)
Allah SWT telah
menggambarkan dengan indahnya kehalalan itu dengan ungkapan bahwa suami adalah
pakaian buat isterinya. Begitu juga isteri, merupakan pakaian buat suaminya.
Pakaian itu untuk
menutup aurat, sedangkan pakaian itu bersentuhan langsung dengan aurat itu
sendiri. Kalau disentuh saja boleh, apalagi dilihat.
Adalah sebuah
ijtihad yang aneh ketika kalau membolehkan memegang tetapi mengharamkan untuk
melihatnya. Bukankah dhararnya lebih besar ketika memegang dari pada sekedar
melihat? Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi.
Adapun hadits
yang menyebutkan kebutaan bila melihat kemaluan isteri atau suami, adalah
hadits yang dipertanyakan oleh para ulama. Syiekh Nashiruddin Al-Albani bahkan
sudah memvonisnya sebagai hadits palsu (maudhu') yang tidak ada dasarnya dari
Rasulullah SAW. Karena itu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengharamkan,
karena Rasulullah SAW tidak pernah mengatakannya.
Bunyi hadits
palsu itu adalah sebagai berikut:
“Apabila seorang
dari kalian menjimak isterinya atau budak wanitanya, maka jangan melihat kepada
kemaluannya, karena yang demikian dapat menyebabkan kebutaan.”
Hadits ini
maudhu’ dan dijelaskan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at dari riwayat
Ibnu Adidengan sanad dari Hisyam bin Khalif, dari Buqyah, dari Ibnu Juraij,
dari Atha, dari Ibnu Abbas r.a.
Ibnul Jauzi
berkata, “Menurut Ibnu Hibban, Buqyah dahulunya suka meriwayatkan dari para
pendusta dan suka mencampur-aduk perawi sanad, banyak mempunyai sahib dhu’afa
dalam meriwayatkan hadits. Riawat ini boleh jadi merupakan salah satu yang
diriwiyatkan dari sanad yang dha’if, yaitu Ibnu Juraij, kemudian di-tadlis-kan
(campur aduk). Hadits ini adalah maudhu’.
As-Suyuthi dalam
kitabnya al-La’ali II/170 menegaskan pernyataan Ibnu Abi Hatim yang mengutip
dari ayahnya yang menyatakan persis seperti pernyataan Ibnu Hibban.
Penilaian di atas
dari segi sanadnya.
Adapun dari segi
maknanya, jugabertentangan dengan hadits sahih yang ada dalam Shaihi Bukhari,
Shaih Muslim serta dan beberapa kitab sunan lainnya,
Dalam banyak
hadits shahih disebutkan bahwa Aisyah r.a. mandi bersama dengan Rasulullah saw.
dengan bergantian gayungnya, dan bahkan disebutkan saling berebutan gayung.
Hadits tersebut dengan jelas menunjukkan pembolehan suami isteri saling melihat
kemaluan masing-masing, baik dalam keadaan mandi bersama atau ketika
bersetubuh.
Yang lebih menguatkan
hal ini adalah Ibnu Hibban dari sanad Sulaiman bin Musa bahwasanya ia ditanya
tentang seorang suami yang melihat kemaluan isterinya, maka ia menjawab, “Aku
tanyakan kepada Atha, maka ia menajawab, ‘Aku tanyakan kepada Aisyah r.a., maka
ia menjawab seraya menyebutkan hadits.’”
Demikianlah
penjelasan Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari I/190. Ia berkata, “Inilah nash
tentang pembolehan suami melihat kemaluan isterinya, atau sebaliknya, yakni
sang isteri melihat kemaluan suaminya.”
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment