Tuesday 9 April 2013

Bolehkah Suami Melihat Kemaluan Isterinya?


Rabu, 6 Jun 07 11:00 WIB

Kirim teman

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ustadz, saya ada beberapa pertanyaan, semoga dapat memberikan peningkatan pemahaman keIslaman saya, dan menjadi amal kebaikan bagi ustadz.

Sejauh mana suami dapat melihat aurat isterinya, apakah di bolehkan melihat suami melihat seluruh tubuh isteri termasuk alat kemaluanya(karena ada hadis yang saya baca, seseorang melihat kemaluan lawan jenisnya akan menyebabkan kebutaan) begitu pun isteri terhadap suami.

Terimakasih ustadz.

Boy
Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tujuan dari pernikahan itu selain urusan kebutuhan batin, juga kebutuhan biologis. Untuk itu maka jima' dan segala bentuk percumbuannya dihalalkan untuk pasangan suami isteri. Kecuali yang secara tegas diharamkan, seperti melakukan seks lewat dubur dan lainnya.

Dan salah satu konsekuensi kehalalan jima' itu adalah tidak adanya lagi batas-batas aurat antara suami dan isteri. Seorang suami boleh melihat semua bagian tubuh isterinya, termasuk kemaluannya, sebagaimana seorang isteri boleh melihat semua bagian tubuh isterinya.

Allah SWT telah menghalalkan hal itu dalam salah satu firman-Nya:

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. AL-baqarah: 223)

Allah SWT telah menggambarkan dengan indahnya kehalalan itu dengan ungkapan bahwa suami adalah pakaian buat isterinya. Begitu juga isteri, merupakan pakaian buat suaminya.

Pakaian itu untuk menutup aurat, sedangkan pakaian itu bersentuhan langsung dengan aurat itu sendiri. Kalau disentuh saja boleh, apalagi dilihat.

Adalah sebuah ijtihad yang aneh ketika kalau membolehkan memegang tetapi mengharamkan untuk melihatnya. Bukankah dhararnya lebih besar ketika memegang dari pada sekedar melihat? Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi.

Adapun hadits yang menyebutkan kebutaan bila melihat kemaluan isteri atau suami, adalah hadits yang dipertanyakan oleh para ulama. Syiekh Nashiruddin Al-Albani bahkan sudah memvonisnya sebagai hadits palsu (maudhu') yang tidak ada dasarnya dari Rasulullah SAW. Karena itu tidak bisa dijadikan dasar untuk mengharamkan, karena Rasulullah SAW tidak pernah mengatakannya.

Bunyi hadits palsu itu adalah sebagai berikut:

“Apabila seorang dari kalian menjimak isterinya atau budak wanitanya, maka jangan melihat kepada kemaluannya, karena yang demikian dapat menyebabkan kebutaan.”
Hadits ini maudhu’ dan dijelaskan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at dari riwayat Ibnu Adidengan sanad dari Hisyam bin Khalif, dari Buqyah, dari Ibnu Juraij, dari Atha, dari Ibnu Abbas r.a.

Ibnul Jauzi berkata, “Menurut Ibnu Hibban, Buqyah dahulunya suka meriwayatkan dari para pendusta dan suka mencampur-aduk perawi sanad, banyak mempunyai sahib dhu’afa dalam meriwayatkan hadits. Riawat ini boleh jadi merupakan salah satu yang diriwiyatkan dari sanad yang dha’if, yaitu Ibnu Juraij, kemudian di-tadlis-kan (campur aduk). Hadits ini adalah maudhu’.

As-Suyuthi dalam kitabnya al-La’ali II/170 menegaskan pernyataan Ibnu Abi Hatim yang mengutip dari ayahnya yang menyatakan persis seperti pernyataan Ibnu Hibban.

Penilaian di atas dari segi sanadnya.

Adapun dari segi maknanya, jugabertentangan dengan hadits sahih yang ada dalam Shaihi Bukhari, Shaih Muslim serta dan beberapa kitab sunan lainnya,

Dalam banyak hadits shahih disebutkan bahwa Aisyah r.a. mandi bersama dengan Rasulullah saw. dengan bergantian gayungnya, dan bahkan disebutkan saling berebutan gayung. Hadits tersebut dengan jelas menunjukkan pembolehan suami isteri saling melihat kemaluan masing-masing, baik dalam keadaan mandi bersama atau ketika bersetubuh.

Yang lebih menguatkan hal ini adalah Ibnu Hibban dari sanad Sulaiman bin Musa bahwasanya ia ditanya tentang seorang suami yang melihat kemaluan isterinya, maka ia menjawab, “Aku tanyakan kepada Atha, maka ia menajawab, ‘Aku tanyakan kepada Aisyah r.a., maka ia menjawab seraya menyebutkan hadits.’”

Demikianlah penjelasan Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari I/190. Ia berkata, “Inilah nash tentang pembolehan suami melihat kemaluan isterinya, atau sebaliknya, yakni sang isteri melihat kemaluan suaminya.”

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

No comments:

Post a Comment