Minggu,
20 Jan 08 22:16 WIB
Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ustadz, bagaimana hukumnya asuransi menurut Al-Qur'an?
Terima Kasih Wassalam.
Chairul Asri
chairulasri@yahoo.co.id
chairulasri@yahoo.co.id
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Terus terang saja bahwa di dalam Al-Quran tidak ada hukum asuransi. Oleh karena itulah muncul spekulasi di kalangan umat Islam tentang hukumnya, apakah halal atau haram.
Terus terang saja bahwa di dalam Al-Quran tidak ada hukum asuransi. Oleh karena itulah muncul spekulasi di kalangan umat Islam tentang hukumnya, apakah halal atau haram.
Seandainya ada satu saja ayat Al-Quran dari jumlah ayat yang
mencapai 6000 lebih menyebutkan hukum asuransi, pastilah tidak akan muncul
perbedaan pendapat. Sayangnya bahkan hadits nabawi, tidak ada satu pun yang
juga menyebut-nyebut hukum asuransi.
Mungkin Anda bertanya, kenapa urusan asuransi yang sedemikian
erat kaitannya dengan manusia tidak disebut-sebut di dalam Al-Quran dan
As-Sunnah? Apakah hal itu berarti Quran dan Sunnah tidak lengkap?
Jawabnya karena praktek asuransi baru muncul berabad-abad jauh
setelahAl-Quran diturunkan, belasan abad setelah nabi Muhammad SAW wafat. Di
masa turunnya, manusia belum lagi melaksanakan asuransi, dan juga sekian banyak
bentuk praktek muamalah lainnya.
Jadi karena tidak ada satu kata pun di dalam Al-Quran atau
As-Sunnah yang menyebut kata 'asuransi', maka para ulama mulai membedah hakikat
asuransi. Maka muncullah pendapat-pendapat di kalangan ulama tentang hakikat praktek
asuransi.
Di antara pendapat itu adalah:
1.
Disimpulkan Bahwa Asuransi Sama Dengan Judi
Padahal Allah SWT dalam Al-Quran telah
mengharamkan perjudian, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat berikut:
Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya." (QS. Al-Baqarah: 219)
Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah: 90)
Karena menurut sebagian ulama bahwa
pada prakteknya asuransi itu tidak lain merupakan judi, maka mereka pun
mengharamkannya. Karena yang namanya judi itu memang telah
diharamkan di dalam Al-Quran.
2.
Disimpulkan Bahwa Asuransi Mengandung Unsur Riba
Sebagian ulama lewat penelitian panjang
pada akhirnya mnyimpulkan bahwa asuransi (konvensional) tidak pernah bisa
dilepaskan dari riba. Misalnya, uang hasil premi dari peserta asuransi ternyata
didepositokan dengan sistem riba dan pembungaan uang.
Padahal yang namanya riba telah diharamkan
Allah SWT di dalam Al-Quran, sebagaimana yang bisa kita baca di ayat berikut
ini:
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
jika kamu orang-orang yang beriman. (QS.
Al-Baqarah: 278)
Maka mereka dengan tegas mengharamkan
asuransi konvensional, karena alasan mengandung riba.
3.
Disimpulkan Bahwa Asuransi Mengandung Unsur Pemerasan
Para ulama juga menyimpulkan bahwa para
peserta asuransi atau para pemegang polis, bila tidak bisa melanjutkan
pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.
Inilah yang dikataka sebagai pemerasan.
Dan Al-Quran pastilah mengharamkan
pemerasan atau pengambilan uang dengan cara yang tidak benar.
Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan kamu membawa harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa,
padahal kamu mengetahui.(QS.
Al-Baqarah: 188)
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS.
An-Nisa': 29)
4.
Disimpulkan Bahwa Hidup dan Mati Manusia Mendahului Takdir Allah.
Meski alasan ini pada akhirnya menjadi
kurang populer lagi, namun harus diakui bahwa ada sedikit perasaan yang
menghantui para peserta untuk mendahului takdir Allah.
Misalnya asuransi kematian atau kecelakaan,
di mana seharusnya seorang yang telah melakukan kehati-hatian atau telah
memenuhi semua prosedur, tinggal bertawakkal kepada Allah. Tidak perlu lagi
menggantungkan diri kepada pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.
Padahal takdir setiap orang telah
ditentukan oleh Allah SWT sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Quran.
Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu.(QS.
Ath-Thalaq: 3)
Dan
Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa
yang telah ditetapkan. (QS.
Al-Hijr: 4)
Itulah hasil pandangan beberapa ulama
tentang asuransi bila dibreakdown isinya. Ada beberapa hal yang melanggar
aturan dalam hukum muamalah.
Namun kita juga tahu bahwa ada juga
beberapa ulama yang masih membolehkan asuransi, tentunya dengan beberapa
pertimbangan. Antara lain mereka mengatakan bahwa pada dasarnya Al-Quran sama
sekali tidak menyebut-nyebut hukum asuransi. Sehingga hukumnya tidak bisa
diharamkan begitu saja. Karena semua perkara muamalat punya hukum dasar yang
membolehkan, kecuali bila ada hal-hal yang dianggap bertentangan.
Seandainya sebuah transaksi asuransi bisa
disterilkan dari unsur perjudian, unsur riba, pemerasan dan sikap mendahului
takdir Allah, maka seharusnya tidak ada larangan untuk menjalankan praktek
asuransi. Apalagi bila kedua belah pihak telah sepakat.
Di samping alasan itu, ada juga
pertimbangan lain yang sekiranya juga meringankan. Lantaran sistem asuransi
dianggap dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul
dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
Asuransi Yang 100% Halal
TApi dari pusing-pusing memikirkan apakah
sebuah bentuk praktek asuransi itu mengandung unsur praktek haram atau tidak,
sebaiknya kita memilih saja perusahaan asuransi yang benar-benar menyatakan
diri telah menggunakan sistem syariah.
Asuransi sistem syariah pada intinya memang
punya perbedaan mendasar dengan yang konvensional, antara lain:
1. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli
(tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang
tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat
tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
2. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi
syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil
(mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan
pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
3. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana
milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.
Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan
perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan
pengelolaan dana tersebut.
4. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran
klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh
peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam
asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik
perusahaan.
5. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku
pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik
perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
6. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi
syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi
manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan
syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat
perhatian.
Wallahu
a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment