Selasa, 12 Jun 07
07:49 WIB
Kirim teman
Assalamu a'laikum
Saya termasuk
yang anti bunga bank tapi disisi lain saya juga menggunakan produk bank
konvensional terutama untuk keperluan beli rumah dan biaya nikah... Saya mendapai
penyataan tentang bunga bank sebagai berikut:
"Bahkan
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menilai fatwa MUI tersebut
merupakan keputusan tergesa-gesa sehingga dikhwatirkan jadi bumerang bagi MUI
sendiri. Sedangkan Cendikiaawan Islam Prof. Dr. Nurcholish Madjid mengemukakan,
sebelum mengeluarkan kajian ilmiah terlebih dahulu. Apabila implikasi fatwa
tersebut sangat luas. Ia mengatakan riba di alamnya mengandung unsur
eksploitasi satu pihak kepada Pihak lain, padahal dalam perbankan (konvensional)
tidaklah srperti itu... "
Ia memberi
contoh, bila seseorang kesulitan kemudian mendatangi orang lain untuk meminjam
uang kemudian kepadanya dibebani keharusan membayar dalam jumlah lebih besar,
maka di dalamnya mengandung riba karena eksploitasi. Padahal menurut dia,
peminjam yang datang ke bank justru adalah orang-orang yang secara ekonomi
bonafit (bisa mengembalikan pinjaman), sehingga bank mau memberikan pinjaman
pada mereka. Jadi di sini tidak ada unsur eksploitasi.
Menguntip
panndapat Ulama A. Hasan dari Persis, Nurcholish Madjid mengatakan bunga bank
konvesional tidak haram karena tidak ada unsur eksploitasi di dalamnya....dst
Menurut ustad
bagaimana?
Ahmadqure_717
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
'Illat haramnya
riba bukan terletak pada unsur eksplotitasinya. Salah besar ketika ada orang
yang berpendapat demikian. Yang menjadi 'illat dalam haramnya riba adalah
praktek riba itu sendiri. Bila terpenuhi unsur riba, maka praktek itu riba dan
hukumnya haram. Sebaliknya, bila tidak terpenuhi unsur riba, maka praktek itu
bukan riba dan hukumnya tidak haram.
Mengalihkan
'illat riba pada unsur eksplotitasinya justru adalah tindakan yang tidak tepat.
Sebagaimana tidak tepatnya kita mengatakan bahwa haramnya daging babi karena ada
cacing pitanya. Kelemahannya, kalau cacing pita bisa dimusnahkan, apakah daging
babi menjadi halal?
Sama juga dengan
kita mengatakan bahwa zina itu diharamkan karena merusak nasab dan keturunan.
Ini jelas salah kaprah, karena penyebab haramnya zina bukan semata-mata agar
nasab tidak tercampur-campur, juga bukan karena agar tidak terkena penyakit
kelamin.
Sebab di zaman
sekarang, sebelum berzina, bisa saja pasangan tidak sah datang ke dokter untuk
memeriksa kesehatan kelamin mereka. Lalu oleh doker mereka dikatakan sehat,
lalu mereka berzina dengan menggunakan alat-alat pencegah kehamilan. Maka apa
yang mereka laukan aman dari penyakit kelamin sekaligus tidak akan terjadi
percampuran nasab yang rancu. Lalu, apakah zina menjadi halal dengan cara
seperti itu? Tentu tidak.
Maka sebab
haramnya riba bukan karena ada satu orang menindas pihak lain. Tetapi haramnya
riba adalah ketetapan Allah SWT langsung dari langit. Allah SWT sebagai
pencipta manusia, tidak suka kalau manusia melakukan praktek keuangan dengan
jalan ribawi. Apakah itu menindas atau tidak, tidak ada urusan.
Bukankah zina
bisa dilakukan dengan cara sehat, aman dan suka sama suka? Apakah zina menjadi
halal? Bukankah babi bisa dimasak steril sehingga cacing pita dan virusnya mati
semua? Apakah daging babi halal?
Fatwa MUI
Tergesa-gesa?
Tidak ada yang
terburu-buru dari fatwa MUI, justru MUI sangat terlambat untuk mengeluarkan
fawa itu. Sebab riba sudah diharamkan sejak 1400 tahun yang lalu. Bahkan sejak
nabi Adam alaihissalam diturunkan ke muka bumi. Karena semua agama samawi
kompak dan sepakat mengharamkan riba.
Adapun riba itu
itu menjelma menjadi bunga bank, maka seharusnya para ulama langsung bisa
mendeteksi, tidak perlu menunggu puluhan tahun untuk berpikir panjang. Kalau
sebuah praktek keuangan terkena unsur riba, maka hukumnya riba, tidak perlu
ragu untuk mengatakan sesuatu yang haram adalah haram.
Beda antara
seorang ulama betulan dengan ulama gadungan adalah pada prioritas mengatakan
kebenaran. Ulama betulan tetap mengatakan bahwa yang haram itu haram, meski
moncong meriam ditujukan ke arah kepalanya. Sekali haq tetap haq, apa pun yang
terjadi.
Sedangkan ulama
gadungan (sebenarnya bukan ulama) adalah orang yang dengan mudah mengubah-ubah
hukum syariah sesuai dengan kemashlahatan pribadi. Kalau kira-kira
menguntungkan dirinya, atau kelompoknya, barulah bersuara. Sebaliknya, bila
kira-kira tidak menguntungkan, maka suranya menjadi lain.
Perbedaan
Pendapat Tentang Bunga Bank
Ustadz A. Hasan
diklaim telah berfatwa halalnya bunga bank. Kami tidak tahu apa landasan yang
beliau kemukakan saat itu. Tetapi fatwa seseorang pasti bisa berubah, sesuai
data dan input yang diterimanya.
Al-Imam
As-Syafi'i pun pernah mengubah ijtihadnya, setelah bertahun-tahun bertahan pada
qaul qadim, beliau kemudian mengubahnya dengan qaul jadid.
Namun kami bisa
memilah pendapat yang menghalalkan bunga bank menjadi dua jenis. Pertama,
mereka yang ikhlas dalam berfatwa dengan segala keterbatasan informasi yang
dimilik saat itu. Kedua, mereka yang punya niat tidak baik sejak awal sehingga
mencerung berani menentang hukum Allah.
Haramnya Bunga
Bank 1. Majelis Tarjih Muhammadiyah Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 pada
nomor b dan c: - bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba
hukumnya halal -bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para
nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku atau sebaliknya yang selama
ini berlaku, termasuk perkara musytabihat.
2. Lajnah Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama Ada dua pendapat dalam bahtsul masail di Lampung tahun
1982. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa bunga Bank adalah riba secara
mutlak dan hukumnya haram. Yang kedua berpendapat bunga bank bukan riba
sehingga hukumnya boleh. Pendapat yang ketiga, menyatakan bahwa bunga bank
hukumnya syubhat.
3. Organisasi
Konferensi Islam (OKI)Semua peserta sidang OKI yang berlangsung di Karachi,
Pakistan bulan Desember 1970 telah menyepakati dua hal: Praktek Bank dengan
sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syariah Islam Perlu segera didirikan
bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam.
4. Mufti Negara
Mesir Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun 1900 hingga 1989
menetapkan haramnya bunga bank dan mengkategorikannya sebagai riba yang
diharamkan.
5. Konsul Kajian
Islam Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam lembaga ini telah memutuskan
hukum yang tegas terhadap bunga bank sebagai riba. Ditetapkan bahwa tidak ada
keraguanatas keharaman praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank
konvensional.
Di antara 300
ulama itu tercatat nama seperti Syeikh Al-Azhar, Prof. Abu Zahra, Prof.
Abdullah Draz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', Dr. Yusuf Al-Qardlawi.
Konferensi ini juga dihadiri oleh para bankir dan ekonom dari Amerika, Eropa
dan dunia Islam.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment