Rabu,
26 Des 07 09:15 WIB
Assalamualaikum.
Wr. Wb.
Pak ustadz saya mau tanya, saya pernah
membaca sebuah artikel tentang haramnya hukum mengatakan "Selamat
Natal" kepada umat kristiani. Karena dijelaskan di situ bahwa kalau kita
mengucapkan itu kita mengakui akan adanya trinitas dan sebagainya,
Bagaimana menurut pandangan pak Ustadz
Terima kasih
Prof
Jawaban
Assalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ucapan selamat natal oleh banyak kalangan
memang diharamkan, bahkan sampai ada yang mengirim SMS kepada kami dengan
kalimat pembuka: INNA
LILLAHI WA INNA ILAIHI RAJIUN: saya denger dari Elshintasi fulantelah
mengucapkan ucapan selamat natal...
Menurut pengirim SMS itu, ucapan selamat
natal itu kontra produktif dengan fatwa MUI tahun 1984.
Sikap kami sendiri tentu juga tidak
mengucapkan selamat natal kepada para pemeluk agama kristiani. Selain ada fatwa
yang mengharamkannya, juga mengucapkannya saat ini jadi akan salah waktu. Sebab
Nabi Isa 'alaihissalam tidak lahir pada tanggal 25 Desember, beliau lahir di
musim panas saat kurma berbuah, sebagaimana isyarat di dalam ayat Al-Quran saat
Ibunda Maryam melahirkannya di bawah pohon kurma. Saat itu Allah SWT berfirma
kepadanya:
Dan
goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu (QS. Maryam: 25)
Jelas sekali Nabi Isa lahir di saat buah
kurma masak, dan itu tidak terjadi di musim salju. Kecuali kalau mau dipaksakan
sebuah kebohongan baru lagi. Misalnya dikatakan bahwa Nabi Isa 'alaihissalam merupakan penduduk Australia yang berada di Selatan
Katulistiwa, di mana tanggal 25 Desember seperti sekarang ini di sana justru
sedang musim panas. Tapi itupun salah, sebab di Australia tidak ada pohon
kurma, yang ada mungkin pohon kaktus.
Atau bisa saja lahirnya nabi Isa tetap pada
tanggal 25 Desember, tetapi syaratnya kejadiannya harus di Indonesia, karena
pada tanggal seperti itu di Indonesia tidak ada musim panas atau musim dingin.
Di Indonesia ada musim duren. Tapi yang disebutkan di dalam Al-Quran adalah
buah kurma, bukan buah duren. Lagian, masak Maryam sehabis melahirkan malah
makan duren? Aya
aya wae.
Perbedaan
Pendapat Ucapan Selamat Natal
Tentang hukum ucapan selamat natal itu,
memang kalau kita mau telusuri lebih jauh, kita akan bertemu dengan beragam
pendapat. Ada ulama yang mengharamkannya secara mutlak. Tapi ada juga yang
membolehkannya dengan beberapa hujjah. Dan juga ada pendapat yang agak di
pertengahan serta memilah masalah secara rinci.
Tentu bukan berniat untuk memperkeruh
keadaan kalau kami sampaikan apa yang beredar di tengah umat tentang hal ini.
Sebaliknya, kajian ini justru untuk memperluas wawasan kita dalam menuntut
ilmu, wabil
khusus tentang urusan yang agak khusus ini.
1.
Pendapat Haramnya Ucapan Selamat Natal Bagi Muslim
Haramnya umat Islam mengucapkan Selamat
Natal itu terutama dimotori oleh fatwa para ulama di Saudi Arabia, yaitu fatwa
Al-'Allamah Syeikh Al-Utsaimin. Beliau dalam fatwanya menukil pendapat Imam
Ibnul Qayyim
1.
1. Fatwa Syeikh Al-'Utsaimin
Sebagaimana terdapat dalam kitab Majma’
Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, (Jilid.III,
h.44-46, No.403), disebutkan bahwa:
Memberi selamat kepada mereka hukumnya
haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat
bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat
kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya,
karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai Allah.
Hal itu merupakan salah satu yang
diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari’atnya tapi
telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad SAW telah diutus dengannya
untuk semua makhluk.
1.
2. Fatwa Ibnul Qayyim
Dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah beliau berkata, “Adapun mengucapkan selamat berkenaan
dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut
kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan
terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan.
1.
3. Fatwa MUI?
Sedangkan terkait dengan fatwa MUI tentang
haramnya mengucapkan selamat natal, ketika mencari dokumennya ternyata kami
kesulitan mendapatkannya. Konon kabarnya fatwa itu dikeluarkan pada tahun 1984,
seperti yang ada dalam SMS yang kami terima.
Tetapi setelah dibrowse di situs MUI (www.mui.or.id) maupun di buku Kumpulan
Fatwa MUI yang kami miliki, fatwa haram itu tidak kami temukan. Yang kami
temukan hanyalah fatwa tentang haramnya melakukan natal bersama.
Sebaliknya, kami malah mendapatkanberita
yang agak kontradiktif dengan apa yang dianggap sebagaisikap MuI selama ini.
Sekretaris Jenderal MUI, Dr. Dien Syamsudin MA, yang juga Ketua Umum Pimpinan
Pusat (PP) Muhammadiyah itu memang pernah menyatakan bahwa MUI tidak melarang
ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen (ritual) Natal.
"Kalau hanya memberi ucapan selamat
tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam
ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam,
" katanya.
Bahkan pernah di hadapan ratusan umat
Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya, beliau
menyampaikan, "Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada
teman-teman Kristiani."
Jadi mohon kepada MUI atau barangkali ada
pembaca Eramuslim yang punya salinan fatwa tersebut, tentu kami akan sangat
berterima kasih bila berkenan mengirimkannya kepada kami.
2.
Pendapat Yang Tidak Mengharamkan
Selain pendapat yang tegas mengharamkan di
atas, kita juga menemukan fatwa sebagian dari ulama yang cenderung tidak
mengharamkan ucapan tahni'ah
kepada umat nasrani.
Yang menarik, ternyata yang bersikap
seperti ini bukan hanya dari kalangan liberalis atau sekuleris, melainkan dari
tokoh sekaliber Dr. Yusuf Al-Qaradawi. Tentunya sikap beliau itu bukan berarti
harus selalu kita ikuti.
2.
1. Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan
bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak
merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahni'ah
saat perayaan agama lainnya.
Maka kami sebagai pemeluk Islam, agama kami
tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahni'ah kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami
dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT:
لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين ولم يخرجوكم من دياركم أن تبروهم وتقسطوا إليهم إن الله يحب المقسطين
Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kebolehan memberikan tahni'ah ini terutama
bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni'ah kepada kami dalam perayaan hari raya kami.
وإذا حييتم بتحية فحيوا بأحسن منها أو ردوها
Apabila
kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.(QS. An-Nisa': 86)
Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara tegas
mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual dan
perayaan agama yang khusus milik agama lain.
2.2.
Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa'
Di dalam bank fatwa situs www.Islamonline.net Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang kafir.
Di dalam bank fatwa situs www.Islamonline.net Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang kafir.
Beliau mengutip hadits yang menyebutkan
bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan
dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama
yang diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau, ucapan tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang
merayakan hari besar mereka, tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran
keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan
berbeda agama.
Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena
ucapan tahni'ah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal
itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut dengan hukum
ucapan natalnya.
Namun beliau menyatakan bahwa ucapan
tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung,
seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai
tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan
termasuk perbuatan mungkar.
2.3
Majelis Fatwa dan Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset Eropajuga
berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa' dalam hal kebolehan
mengucapkan tahni'ah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya.
3.
Pendapat Pertengahan
Di luar dari perbedaan pendapat dari dua
'kubu' di atas, kita juga menemukan fatwa yang agak dipertengahan, tidak
mengharamkan secara mutlak tapi juga tidak membolehkan secara mutlak juga.
Sehingga yang dilakukan adalah memilah-milah antara ucapa yang benar-benar
haram dan ucapan yang masih bisa ditolelir.
Salah satunya adalah fatwa Dr. Abdussattar
Fathullah Said, beliau adalah profesor di bidang Ilmu Tafsir dan Ulumul-Quran
di Universitas Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahni'ah ini beliau agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua.
Ada tahni'ah yang halal dan ada yang haram.
3.1.
Tahni'ah yang halal adalah tahni'ah kepada orang kafir tanpa kandungan hal-hal yang
bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke
dalam bab husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.
Contohnya ucapan, "Semoga tuhan memberi petunjuk dan
hidayah-Nya kepada Anda di hari ini."
Beliau cenderung membolehkan ucapan seperti ini.
3.2.
Tahni'ah yang haram adalah tahni'ah kepada orang kafir yang mengandung unsur bertentangan
dengan masalah diniyah, hukumnya haram. Misalnya ucapan tahniah itu berbunyi,
"Semoga
Tuhan memberkati diri anda sekeluarga."
Beliau membolehkan memberi hadiah kepada
non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun
yang diharamkan Allah.
Kesimpulan:
Sebagai awam, ketika melihat para ulama
berbeda pandangan, tentu kita harus arif dan bijaksana. Kita tetap wajib
menghormati perbedaan pendapat itu, baik kepada pihak yang fatwanya sesuai
dengan pendapat kita, atau pun kepada yang berbeda dengan selera kita.
Karena para ulama tidak berbeda pendapat
kecuali karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan qath'i.
Seandainya ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan: 'Alaikum bi tahni'atinnashara wal kuffar', tentu semua ulama akan sepakat.
Namun selama semua itu merupakan ijtihad dan penafsiran dari
nash yang bersifat mujmal, maka seandainya benar ijtihad itu, mujtahidnya akan
mendapat 2 pahala. Dan seandainya salah, maka hanya dapat 1 pahala.
Semoga kita tidak terjebak dengan suasana su'udzdzhan, semangat saling menyalahkan dengan
sesama umat Islam dan membuat kemesraan yang sudah terbentuk menjadi sirna. Amin ya rabbal 'alamin
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment