Selasa, 28/07/2009 11:27 WIB
Ustadz Menjawab
bersama Ustadz Sigit Pranowo, Lc.
Assl.wrwb
Ana baca
kitab Fathul Baari jilid 17 bab tujuh lapis bumi menjelaskan tentang ayat :
"Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku
padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. "
(QS. Ath-Thalaaq: 12)
Ibnu hajar
mengatakan ada 7 bumi karena jaraknya sangat dekat sehingga dianggap satu,
isinya juga sama ada kita, nabi Adamnya sama, nabi Isanya sama begitu juga nabi
Muhammadnya. Sedangkan
pendapat lainnya jaraknya berjajar seperti langit (500 tahun perjalanan antar
bumi). Ana jadi ingat konsep dunia paralel yang ada teori menyatakan bahwa
jaraknya sangat dekat dengan kita hanya beberapa meter saja dan sempat ada
filmnya dulu judulnya SLIDER, yang intinya ada bumi lain yang isinya juga sama,
ada saya ada ustadz, dll.
Kira-kira
ada pendapat lain gak ? mungkin ustadz bisa menjelaskan dari kitab2 karangan
para ulama lainnya.
Wss.wrwb
SHB
Waalaikumussalam
Wr Wb
Firman Allah
swt :
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ
Artinya : “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.” (QS. Ath Thalaq : 12)
Ibnu Hajar
mengatakan bahwa bisa jadi perkataan (bumi) saling berdekatan karena jika tidak
maka akan tampak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Hal itu juga
ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari jalan Syu’bah dari ‘Amr
bin Murroh dari Abi adh Dhuha dari Ibnu Abbas tentang firman-Nya ومن الأرض مثلهن (dan seperti itu pula bumi), dia berkata,”Pada setiap
bumi adalah seperti Ibrahim, dan seperti ciptaan yang ada di atas bumi.”
Demikianlah apa yang diriwayatkan Ibnu Jarir secara ringkas dengan sanad yang
shahih.
Diriwayatkan
oleh Al Hakim dan Baihaqi dari jalan ‘Atho bin as Saaib dari Abi adh Dhuha
secara panjang lebar, yaitu tujuh lapis bumi,”Di setiap bumi terdapat Adam
seperti Adam kalian, Nuh seperti Nuh kalian, Ibrahim seperti Ibrahim kalian,
Isa seperti Isa kalian dan seorang Nabi seperti Nabi kalian.” Al Baihaqi
mengatakan,”sanadnya shahih.” hanya saja syadz (ganjil) karena terdapat Murroh.
Ibnu Hajar
juga menjelaskan bahwa lahiriyah firman-Nya ومن الأرض مثلهن merupakan jawaban atas para ahli yang mengatakan bahwa
tidak ada jarak
antara satu bumi dengan bumi yang lainnya meskipun sebagiannya berada diatas
sebagian yang lainnya, bahkan bumi ketujuh sangat padat dan tidak memiliki
rongga, lalu di tengahnya terdapat titik sentral, demikian pula dengan
pendapat-pendapat mereka yang lain yang tidak memiliki argumentasi.
Diriwayatkan
dari Ahmad dan Tirmidzi dari Hadits Abu Hurairoh,”Sesungguhnya antara satu
langit dengan langit yang lainnya berjarak lima ratus tahun, dan sesungguhnya
bangunan setiap langit sama seperti itu. Dan antara satu bumi dengan bumi yang
lainnya berjarak lima ratus tahun.”
Diriwayatkan pula oleh Ishaq bin Rohuwaih dan al Bazzar dari hadits Abu Dzar serupa dengan itu,”Antara setiap langit dengan langit yang lainnya berjarak tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua tahun.
Diriwayatkan pula oleh Ishaq bin Rohuwaih dan al Bazzar dari hadits Abu Dzar serupa dengan itu,”Antara setiap langit dengan langit yang lainnya berjarak tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua tahun.
Kedua hadits
tersebut dapat digabungkan yang berarti bahwa perbedaan jarak diantara keduanya
adalah tergantung dari cepat atau lambat perjalanannya. (Fathul Bari juz VI hal 317)
Imam Suyuthi
ketika ditanya tentang hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abi adh Dhuha
dari Ibnu Abbas tentang,”Di setiap bumi terdapat Adam seperti Adam kalian, Nuh
seperti Nuh kalian, Ibrahim seperti Ibrahim kalian, Isa seperti Isa kalian dan
seorang Nabi seperti Nabi kalian.” Maka beliau (Suyuthi) menjawab bahwa hadits
itu diriwayatkan oleh Hakim didalam “al Mustadrak” dan dia (Hakim) mengatakan
bahwa hadits itu memiliki sanad yang shahih. Hadits itu juga diriwayatkan oleh
Baihaqi didalam “Syu’abul Iman” dan dia mengatakan bahwa sanadnya shahih akan
tetapi syadz (ada keganjilan) dengan adanya orang yang bernama Murroh, dan
perkataan ini berasal dari Baihaqi dengan tujuan yang baik bahwa dia tidak
mengharuskan shahihnya sanad dengan shahihnya matan, sebagaimana ditegaskan
didalam ilmu tentang hadits karena adanya kemungkinan sanadnya shahih akan
tetapi matannya syadz atau ‘illah (terdapat keganjilan tau cacat) yang dapat
menghalangi keshahihannya. Dan apabila telah tampak kelemahan haditsnya maka
hal itu sudah cukup daripada penta’wilannya karena dalam pemasalahan seperti
ini tidak bisa menerima hadits-hadits yang lemah.
Sehingga
bisa dita’wilkan bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah para pemberi
peringatan yang menyampaikan da’wah dikalangan jin tentang para nabi manusia,
dan tidak mustahil apabila kemudian mereka dinamakan dengan nama-nama para
nabi. (al Haawi Lil Fatawa juz II hal 70)
Ibnu Katsir
juga mengatakan bahwa jika hadits itu betul berasal dari Ibnu Abbas maka
sesungguhnya beliau telah mengambilnya dari israiliyat. (al Bidayah wan Nihayah
jilid I hal 30))
Syeikh
‘Athiyah Saqar mengatakan (dalam hal ini) kita lepaskan akal dalam
menyingkapnya atau mencari hasilnya dan apabila ia telah sampai kepada
kenyataan yang kuat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan maka ia tidak akan
bertentangan dengan firman Allah swt, dan firman Allah haruslah menjadi dasar
sedangkan yang lainnya haruslah dinilai dengannya dan dihukum berdasarkannya. Apabila makna nashnya sudah jelas
maka ia tidaklah mengandung berbagai makna dan penakwilan.
Untuk itu
berhati-hati adalah suatu kewajiban ketika tidak bisa menempatkan ayat-ayat al
Qur’an terhadap segala sesuatu yang ingin disingkap ketika didalamnya terdapat
banyak teori dan hipotesa… (Fatawa al Azhar juz VII hal 456)
Wallahu
A’lam
No comments:
Post a Comment