Tuesday 9 April 2013

ALIRAN-ALIRAN DALAM HUKUM ISLAM



Fiqih adalah : ilmu tentang hukum syara’ yang mengenai perbuatan yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terperinci atau dengan perkataan lain fiqih ialah kumpulan hukum yang diperoleh dari nas-nas syara’ atau aturan-aturan yang umum dan jalan untuk memperolehnya ialah ijtihad (berusaha degan fikiran), kebanyakan hukum fiqih bersifat dzanni yang artinya hanya didasarkan atas dugaan yang kuat, bukan didasarkan atas keyakinan semuanya.
Perbedaan pendapat dalam lapangan hukum sebagai hasil penelitian (ijtihad) perseorangan tidak perlu dianggap sebagai faktor yang melemahkan kedudukan hukum islam, bahkan sebaliknya bisa memberi kelonggaran kepada orang banyak Nabi Muhammad s.a.w berkata : “ Perselisihan umat-ku menjadi rahmat “ (Ikhtilafu ummati rahmatun).

SEBAB-SEBAB TIMBULNYA PERSELISIHAN PENDAPAT


            Perbedaan di kalangan fuqaha dapat dibagi menjadi dua :
1.      Perbedaan pendirian tentang kedudukan sumber-sumber hukum apakah bisa dijadikan dasar penetapan hukum atau tidak.
2.      Perbedaan pendirian tentang aturan-aturan bahasa dalam pemahaman terhadap sesuatu nas (Qur-an dan Hadits).



A.     KEDUDUKAN SUMBER-SUMBER HUKUM


Kedudukan sumber-sumber hukum Islam sebagai berikut :
  1. HADITS
Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum dalam garis besarnya tidak lagi diperselisihkan oleh para fuqaha. Akan tetapi perselisihan mereka bisa terjadi mengenai segi-segi yang lain diantaranya :
a). Sampai atau tidaknya sesuatu hadits.
b). Percaya atau tidaknya terhadap seseorang perawi hadits.
c). Sahih atau tidaknya sesuatu hadits.
d). Pembagian hadits dla’if.
e). Pemakaian hadits mursal.
f). Perlawanan hadits Ahad dengan Qur’an.
g). Perlawanan antara dua hadits Ahad.
h). Perlawanan antara Hadits dan Qiyas atau aturan dasar (aturan umum)
i). Pemahaman terhadap perbuatan Rosulullah s.a.w.

  1. IJMA’
            Pada masa Rosulullah s.a.w tidak ada pembicaraan mengenai Ijma’ sebagai sumber syara, karena segala sumber syara adalah Rasulullah sendiri. Setelah Rasulullah wafat, bagi kaum muslimin yang mengalami suatu peristiwa hukum yang belum pernah dialami sebelumnya ialah dengan cara menggali apa yang ditinggalkan oleh Rasululla s.a.w berupa Qur’an dan hadits-haditsnya disamping menerapkan aturan pokok yang mereka peroleh selama pergaulan dengan Rasulullah.
            Terhadap masalah-masalah yang masih diperselisihkan antara lain : tentang pewaris, warisan keluarga, masa iddah terpanjang dan tidak panjang dsb maka kebulatan pendapat orang yang hadir dipakai sebagai dasar adanya Ijma’ yang digunakan sebagai dalil (sumber) hukum. Walaupun tidak semua sahabat Rasul yang berilmu diundang akan tetapi hal ini tidak menjadi penghalang bagi orang lain untuk menentang fikiran ini.
            Akan tetapi setelah masa sahabat Rasulullah berakhir maka yang didengar hanya pendapat kebanyakan sahabat, kemudian disangka mereka sebagai hasil ijma’ yang tidak boleh ditentang, dan sangkaan ini timbul karena tidak mengetahui pendapat lain yang berbeda.

  1. QIYAS
Qiyas merupakan penetapan hukum dari suatu peristiwa yang terjadi, kadang-kadang berpedoman pada jiwa Syari’at yang umum, atau menghapuskan kesempitan tanpa mempunyai syarat-syarat dan aturan-aturan penetapan hukum yang dikenal pada masa kemudiannya. Akan tetapi dimasa kemudian timbul pertentangan antara fuqaha yang menggunakan dan yang tidak menggunakan, bahkan terjadi pula perbedaan pendapat diantara kalangan pemakai qiyas.

  1. ISTIHSAN
Istihsan adalah : mengambil suatu dalil tertentu dalam sesuatu masalah dengan menyimpang dari aturan umum atau menyimpang dari dalil lain, karena adanya alasan-alasan yang sah untuk mengadakan penyimpangan tersebut. Berdasar pengertian tersebut jadi istihsah tidak merupakan dalil yang berdiri sendiri, melainkan sebagai salah satu pengambilan alasan, khusus untuk perkara-perkara yang tidak memiliki ketentuan hukum yang umum. Kasus-kasus yang berkembang mengenai istihsan ini antara lain : memesan barang yang belum ada barangnya dengan uang kontan. Dan hal ini di kalangan fuqaha terjadi perbedaan pendapat.

5.      MASLAHAT  MURSALAH
Maslahat yang menjadi dasar penetapan hukum ialah maslahat yang tidak disinggung-singgung oleh Syara’ dan tidak ada perkara lain yang menjadi tempat mempersamakan, dan yang diperselisihkan kedudukannya oleh para fuqaha. Selama maslahat tersebut betalian dengan tinjauan dan pertimbangan perseorangan, maka perbedaan pendapat yang diakibatkannya tidak dapat dihindarkan.

6.      ‘URF
‘Urf  memiliki arti kebiasaan. Perubahan waktu dan tempat sebenarnya tidak ada pengaruhnya terhadap perubahan hukum, kecuali perubahan tersebut mengakibatkan adanya perubahan ‘urf (kebiasaan). ‘Urf ada yang baik dan buruk. Kalau suatu maslahat itu bersifat hakiki, karena tidak berlawanan dengan Syari’at dan hukum-hukum yang tetap maka menjadi maslahat mursalah, sehingga ‘urf tersebut kedudukannya sebagai sumber hukum. Dan jika maslahat bersifat khayalan yang tidak ada pengaruhnya dalam penetapan hukum dan tidak dipegangi maka disebut maslahat khayalan.

B.     PEMAHAMAN NAS SEBAGAI FAKTOR TIMBULNYA PERBEDAAN PENDAPAT

Nas yang dijadikan sebagai penetapan hukum ialah nas-nas Qur’an dan Hadits. Hal-hal yang menimbulkan perbedaan terhadap nas-nas tersebut adalah :
a.       Kata-kata musytarak
b.      Pengertian suruhan dan larangan
c.       Kata-kata hakikat dan majazi
d.      Kata-kata muthlak dan muqayyad
e.       Mafhum Mukhalafah
f.        Fahwal Khitab
g.       Umumulmuqtadla
h.       Istitsna sesudah serangkaian perkataan


ALIRAN – ALIRAN  DALAM HUKUM ISLAM

Untuk mengenal tokoh-tokoh, fikiran-fikiran dan pengaruhnya pada kaum muslimin maka perlu disebutkan secara singkat tentang aliran (Mazhab) dalam hukum Islam sebagai berikut :

1.      Mazhab Dhahiri
Mazhab Dhahiri dipertalikan kepada Dawud bin ‘Ali Al-Asfihani (wafat 270 H), sebagai pendiri dan tokohnya yang pertama. Tokoh yang paling terkemuka sesudahnya ialah Ibnu Hazm (wafat 456 H) yang meletakkan dasar-dasar mazhab tersebut, membelanya dan menulis kitab-kitab dalam mazhab Dhahiri, diantaranya ialah kitab ‘Al-Muhalla’ dalam lapangan fiqih dan kitab ‘Al-Ihkan fi Usulil-Ahkam’ dalam lapangan usul fiqih.

Dasar-dasar mazhab Dhahiri ialah lahir-lahir bunyi Qur’an dan Hadits, selama tidak ada dalil yang mengharuskan ditinggalkannya lahir bunyi tersebut. Apabila tidak ada nas, maka mengambil Ijma’ dengan syarat Ijma’nya seluruh ummat.

2.      Mazhab Syi’ah
Orang-orang Syi’ah, yaitu pembela dan pendukung Khalifah ‘Ali r.a. dan keturunan-keturunannya, juga mempunyai kegiatan-kegiatan dalam lapangan hukum Islam, dengan berpusat pada Al Qur’an yang difahamkan menurut dasar-dasar pendirian mereka dan menurut tafsiran-tafsiran yang diberikan oleh imam-imamnya. Mereka juga memakai hadits-hadits sebagai hukum. Beberapa golongan Syi’ah yang masih hidup : golongan Syi’ah Isma’iliyyah, Syi’ah Ja’fariah dan Syi’ah Zaidiyah. Golongan Syi’ah Isma’iliyyah sudah keluar dari agama Islam.

3.      Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi adalah nama kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abuhanafiah (wafat 150 H) dan murid-muridnya, yaitu Abuyusuf (wafat 182 H) dan Muhammad bin Hasan (wafat 189 H) dan Zufar (wafat 158 H), beserta pendapat-pendapat yang berasal dari pengganti-pengganti mereka sebagai pemerincian dan perluasan fikiran yang telah diletakkan oleh mereka, dan kesemuanya ini merupakan hasil daripada iklim pemikiran iraq, meskipun tidak terlepas dari benih-benih pemikiran pertama yang diterima dari sahabat-sahabat ‘Ali r.a.,Ibnu Mas’ud r.a.,Abu Musa Al-Asy’ari r.a., yang datang ke Iraq sebagai penguasa, atau sebagai guru atau sebagai penduduk negeri tersebut. Mazhab ini memakai Qur’an, Hadits, Fatwa Sahabat, Istihsan, (maslahat mursalah) dan ‘Urf.

4.      Mazhab  Maliki
Mazhab Maliki dipertalikan kepada imam Malik sebagai pendirinya. Ia lahir dan meninggal dunia di kota Madinah (93-179 H). Tiga hal yang menyebabkan berbeda dengan mazhab Hanafi yaitu :
a.       Banyak pendapat-pendapatnya yang dibukukan oleh imam Malik sendiri di kota kelahirannya dengan disertai alasan-alasannya, kitabnya bernama Al-Muwattha’
b.      Mazhab Maliki merupakan hasil karya penelitiannya, sumbangan dari murid-muridnya hanya mengenai pendapat yang tidak keluar dari dasar-dasar yang ditetapkan oleh imam Malik.
c.       Mazhab Maliki banyak sekali menerima fiqih (pendapat) sahabat dan tabi’in.

5.      Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i dipertalikan kepada imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i (wafat 204 H). Mula-mula ia belajar pada imam Malik sampai ia meninggal, dan daripadanya ia memperoleh fiqih negeri Hijaz. Kemudian Ia berkunjung ke Baghdad kemudian menetap beberapa tahun dan bertemu dengan Muhammad bin Al-Hasan, murid imam Abu Hanifah dan fuqara-fuqara Iraq lainnya. Ia memperoleh fiqih negeri Iraq, kemudian ia memperbandingkan kedua fiqih tersebut mengenai kekuatan dan kelemahannya. Kemudian ia mengambil pendirian tengah-tengah yang dapat mengumpulkan segi-sgi kebaikan dua fiqih tersebut. Dengan demikian fiqih Syafi’i merupakan perpaduan fiqih Hijaz (Mazhab Maliki) dengan fiqih Iraq (Mazhab Hanafi).
Salah satu jasa As-Syafi’i dalam hukum Islam ialah bahwa ia telah menciptakan ilmu usul fiqih yaitu ‘ Ar-Risalah’. Karya besarnya adalah Al-Umm yang menjadi pegangan utama dalam mazhab Syafi’i. Adapun dasar-dasar mazhab Syafi’i sebagaimana disebutkan dalam Ar-Risalah dan Al-Umm adalah Qur’an dan Sunah Rosul yang sahih, termasuk hadits Ahad, kemudian Ijma’, kalau ketiga sumber tersebut tidak memberikan keterangan, baru memakai pendapat sahabat, jika tidak ada sahabat yang menentangnya. Jika pendapat sahabat-sahabat berbeda-beda, maka pendapat sahabat yang mendekati Qur’an dan Hadits atau dikuatkan dengan Qiyas itulah yang dipakai dan tidak meninggalkannya samasekali. Mazhab ini tersiar luas karena  tulisan atau pendiktean dari imam-imam Syafi’i dalam kita-kitab yang disusun oleh mereka dan imam Syafi’i aktif menyiarka sendiri mazhabnya di Iraq dan di Mesir, kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya.

6.      Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali dipertalikan dengan imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H) sebagai pendirinya, dan yang mula-mula menjadi murid imam Syafi’i ketika ia berada di Bagdad. Ia bukan saja tokoh dalam ilmu fiqih, tetapi juga menjadi ahli hadits yang telah memberikan sumbangannya dalam pengamanan hadits-hadits Rasul s.a.w. Bahkan ia lebih banyak memberikan perhatiannya kepada hadits-hadits, seperti karyanya bernama ‘Al-Musnad” sehingga ia mengesampingkan fatwa-fatwa dan pendapat-pendapatnya dalam fiqih., bahkan ia melarang orang lain untuk membukukan karena fatwa dan pendapatnya tidak bersifat tetap.
 Dasar-dasar mazhabnya adalah Qur’an, Sunah yang sahih, apabila keduanya tidak ada maka dicarinya fatwa-fatwa dan keputusan sahabat apabila tidak diperselisihkan, apabila diperselisihkan maka dipilih pendapat sahabat yang lebih mendekati Qur’an dan Hadits. Apabila pendapat sahabat tidak didapati maka dipakailah hadits mursal atau hadits dla’if yang tidak terlalu lemah, dan kemudian lebih mengutamakan hadits mursal atas qiyas, qiyas digunakan jika dalam keadaan terpaksa.

No comments:

Post a Comment