Oleh
Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani
Masalah -155
merupakan edisi revisi Masalah - 17 = Perintah Membaguskan Shalat dan Ancaman
Bagi Yang Melalaikannya, yang sudah pernah di muat di mailing list assunnah
Pembaca yang
budiman.
Kita sekarang
sedang dalam bulan penuh ibadah, dan bulan berpuasa ; yaitu bulan Ramadhan nan
penuh berkah. Hendaknya di dalam bulan puasa ini kita dapat tampil selaku
mukmin yang shalih ; yang taat kepada Rabb-nya, dan mengikuti sunnah Nabi-Nya
dalam segala ajaran yang beliau bawa dari Rabb-nya, terutama yang berkaitan
dengan menegakkan ibadah nan agung ini ; yakni shalat tarawih. Dalam hal ini,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda.
"Artinya
: Barangsiapa yang beribadah dibulan Ramadhan ini dengan penuh keimanan dan
perhitungan, niscaya akan diampuni baginya dosa-dosanya yang terdahulu".
Kita telah
mengetahui, hal-hal yang baik sekali lewat pembahasan terdahulu dalam tulisan
ini. Diantaranya tata cara shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di bulan
Ramadhan dari sisi kebagusan dan panjangnya. Sebagaimana yang diungkapkan
'Aisyah Radhiallahu 'anha : "
... beliau shalat empat raka'at ; jangan tanya soal bagus dan panjangnya.
Kemudian beliau shalat lagi empat raka'at ; jangan tanya juga soal bagus dan
panjangnya.." Juga seperti yang diungkapkannya : "..beliau tak bergeming dalam bersujud,
selama kalau seorang diantara kamu membaca lima puluh ayat .."
Atau seperti yang dituturkan oleh Hudzaifah : "Kemudian beliau membaca surat Al-Baqarah (yakni dalam
raka'at pertama), setelah itu beliau ruku'. Dan ruku'nya itu sama panjang
dengan berdirinya tadi ... " Kemudian ia menceritakan bahwa
berdirinya beliau sesudah ruku' dan sujudnya beliaupun sepanjang/selama itu
juga. Kitapun mengetahui, bahwa para ulama As-Salaf pada masa Umar Radhiallahu 'anhu juga
biasa memanjangkan bacaan pada shalat tarawih, sehingga dalam shalat itu mereka
membaca tak kurang dari tiga ratus ayat, sampai-sampai mereka terpaksa bertelekan
pada tongkat-tongkat mereka karena oleh sebab lamanya berdiri. Dan mereka hanya
baru usai menunaikan shalat menjelang fajar.[1]
Semua ini
harus menjadi motivator bagi kita sekalian untuk sebisa mungkin menjadikan
shalat tarawih kita mendekati kualitas shalat mereka. Hendaknya kita
memanjangkan bacaannya, memperbanyak membaca tasbih dan dzikir dalam ruku',
sujud dan diantara keduanya [2], sehingga
kita dapat merasakan --meskipun hanya sedikit-- satu kekhusyu'an yang merupakan
ruh dan saripati dari shalat itu sendiri. Kekhusyu'an inilah yang dilalaikan
oleh banyak orang yang melakukan shalat itu saking bernafsunya mereka mengejar
shalat 20 raka'at yang mereka yakini dari Umar ! Mereka takperdulikan lagi
tuma'ninah. Bahkan mereka shalat ibarat ayam mematuk. Seolah-olah mereka itu
alat ataupun perangkat yang naik turun dengan cepat, sehingga mereka tak sempat
lagi merenungkan ayat-ayat Allah yang mereka dengar. Sampai-sampai orang
lainpun hanya bisa mengikuti mereka kalau berusaha setengah mati !.
Saya
ungkapkan hal ini, dengan tetap menyadari bahwa tidak sedikit diantara para
imam masjid pada akhir-akhir ini yang mulai sadar dengan kondisi shalat
tarawihnya yang sudah sampai sedemikian bobroknya. Merekapun kembali
melaksanakannya dengan 11 raka'at yang diimbangi dengan tuma'ninah dan
kekhusyu'an. Semoga Allah menambah taufik-Nya atas mereka untuk mengamalkan dan
menghidupkan As-Sunnah. Orang-orang semacam mereka itu banyak terdapat di
Damaskus dan di tempat-tempat lain.
Hadist-hadits
Yang Menganjurkan Dibaguskannya Shalat, Serta Mengancam Shalat Yang Tanpa
Aturan
Sebagai
support bagi mereka agar terus memperbagus dan menambah kualitas shalat, serta
sebagai peringatan bagi mereka untuk tidak shalat serampangan, saya akan
membeberkan beberapa hadits shahih yang diriwayatkan berkaitan dengan anjuran
memperbagus shalat dan ancaman terhadap mereka yang shalat tanpa aturan. Saya
katakan.
Yang
pertama : Dari
Abu Hurairah Radhiallahu
anhu diceritakan bahwa seorang lelaki pernah masuk masjid dan
shalat, sedangkan Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam berada di pojok masjid tersebut. (Seusai shalat)
Ia mendatangi beliau seraya mengucapkan salam. Setelah menjawab salamnya,
beliau bersabda : "Shalatlah
kamu,sesungguhnya tadi kamu belum shalat ". Orang itu balik
lagi dan kembali shalat. Lalu menemui beliau lagi dan memberi salam. Setelah
menjawab salamnya, beliau bersabda lagi : "Shalatlah kamu, sesungguhnya kamu belum lagi shalat".
Pada kali yang ketiga lelaki itu berujar : "Tolong ajarkan aku".
Beliaupun bersabda :
"Apabila
kamu hendak shalat, maka berwudhulah dengan sempurna kemudian menghadaplah
kearah kiblat dan bertakbirlah. Lalu bacalah ayat Al-Qur'an yang mudah bagimu,
kemudian ruku'lah, hingga kamu tuma'ninah dalam ruku'. Lalu tegaklah berdiri,
hingga kamu berdiri lurus. kemudian bersujudlah hingga kamu tuma'ninah dalam
sujud. Lalu bangkitlah dari sujud hingga kamu tuma'ninnah dalam duduk. Kemudian
bersujud lagi hingga kamu tuma'ninah dalam sujud. Kemudian bangkitlah dari
sujud, hingga kamu tegak berdiri. Kemudian lakukanlah itu dalam shalat kamu
seluruhnya".
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari (II : 1919, 219, 222, XI : 31, 467) Muslim (II : 10,11) dan
lain-lain.
Yang
kedua : Dari Abu
Mas'ud Al-Badri, bahwa ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
"Artinya
: Shalat seseorang itu tidak shah, sebelum ia meluruskan punggungnya baik dalam
ruku' maupun sujud".
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud (I : 136), An-Nasa'i (I : 157), At-Tirmidzi (II : 51), Ibnu
Majah (I : 284), Ad-Darimi (I : 304), Ath-Thahawi dalam "Al-Musykil" (I : 80),
Ath-Thayalisi (I : 97), Ahmad (IV : 119) dan Ad-Daruquthni (hal 133) dan
beliau berkomentar :
"Sanadnya
shahih sekali". Dan memang demikianlah adanya. Al-A'masy jelas
meriwayatkannya dengan ucapan : "Telah berbicara kepadaku ..." dalam
riwayat Ath-Thayalisi.
Yang
ketiga : Dari
Abu Hurairah Radhiallahu
'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
"Sesungguhnya
manusia yang paling jelek cara malingnya adalah orang yang mencuri dari
shalat-nya". Mereka bertanya : "Wahai Rasulullah, bagaimana ia bisa
mencuri dari shalatnya ?" Beliau menjawab : "Bisa, yaitu ketika ia
tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya".
Dikeluarkan
oleh Al-Hakim (I : 229), beliau menshahihkannya dan disepakati oleh
Adz-Dzahabi. Hadits itu juga memiliki penguat dari hadits Abu Qatadah dan yang
lainnya dalam riwayat Imam Malik (I : 181) dari hadits Nu'man bin Murrah.
Sanadnya shahih, tapi Mursal (terputusnya sanad dari Malik hingga Rasul).
Riwayat lain oleh Ath-Thayalisi, dari hadits Abu Sa'id (I : 97) dan dishahihkan
oleh Imam As-Suyuthi dalam bukunya "Tanwirul
Hawalik".
Yang
keempat : Dari
para panglima perang ; Amru bin Al-'Ash, Khalid bin Al-Walid, Syurahbil bin
Hasanah dan Yazid bin Abu Sufyan ; mereka semua bertutur.
"Artinya
: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki yang
tidak menyempurnakan ruku' dan sujud ibarat ayam mematuk sedangkan ia dalam
shalat. Maka beliau bersabda : "Seandainya lelaki ini meninggal dalam
kondisi semacam itu, berarti ia meninggal diluar garis agama Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam [ia
mematuk dalam shalatnya itu tak ubahnya bagai seekor gagak yang mematuki darah
!] Perumpamaan orang yang
tak menyempurnakan ruku; dan ibarat ayam mematuk itu, seperti orang lapar yang
makan satu dua biji kurma, artinya ia tak akan mendapat pahala sama
sekali".
Diriwayatkan
oleh Al-Ajurri dalam "Al-Arba'in",
Al-Baihaqi (II : 89) dengan derajad sanad yang hasan. Al-Mundziri berkomentar
(I : 182) :"Hadits ini diriwayatkn oleh Ath-Thabrani dalam "Al-Kabir" dan Abu
Ya'la dengan sanad yang hasan serta Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya.
Yang
kelima : Dari
Thalaq bin Ali Radhiallahu
'anhuma bahwa beliau berkata : Rasulullah Shallalalhu 'alaihi wa sallam berbsada
:
"Artinya
: Allah tak akan mamandang shalat seorang hamba yang tidak menegakkan
punggunngnya ketika ruku dan sujud".
Dikeluarkan
oleh Ahmad (IV : 22), Ath-Thabrani dalam "Al-Kabir", Adh-Dhayya Al-Maqdisi dalam
"Al-Mukhtarah"
(II : 37) dan derajad sanadnya shahih. Hadits itu memiliki penguat dalam "Al-Musnad" (II :
525). Para perawinya terpercaya dan dishahihkan oleh Al-Hafizh Al-Iraqi dalam
"Takhriju Al-Ihya"
(I/132). Al-Mundziri berkomentar (I: 183) : "Sanadnya bagus !" [3]
Yang
keenam : Dari
Ammar bin Yasir Radhiallahu
'anhu bahwa beliau berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Sesungguhnya
seorang hamba itu terkadang shalat, namun hanya dicatat ganjarannya seper
sepuluh, seper sembilan, seper delapan, seper tujuh, seper enam, seper lima,
seper empat, seper tiga, atau setengahnya" [4]
Diriwayatkan
oleh Abu Daud (I : 127), Al-Baihaqi (II : 281) dan Ahmad (IV : 319-321), dari
dua jalur sanad. Salah satunya dishahihkan oleh Al-Hafizh Al-Iraqi dan
dikeluarkan oleh Ibnu HIbban dalam Shahihnya,
sebagiamana juga dinyatakan dalam "At-Taqrib"
(I: 184)
Yang
ketujuh : Dari
Abdullah bin Asy-Syikhir, bahwa ia bertutur :
"Artinya
: Aku pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau sedang
shalat. Dari dalam perutnya terdengar gemericik, seperti gemerciknya air (yang
dimasak) dalam panci ; yakni karena tangisan".
Diriwayatkan
oleh Abu Dawud (I : 243), An-Nasa'i (I : 179), Al-Baihaqi (II : 251), dan Ahmad
(IV : 25,26) dengan derajad sanad yang shahih berdasarkan persyaratan Muslim.
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban masing-masing dalam Shahihnya, sebagainya juga
diriwayatkan dalam "Shahih
At-Trghib wa At-Tarhib" (No. 5445).
Hadits-hadits
nan mulia ini, secara umum dan bebas meliputi seluruh jenis shalat. Baik
itu shalat wajib maupun sunnat, baik itu siang maupun malam. Sehubungan
dengan shalat tarawih, para ulama telah mengingatkan pentingnya hal ini. Imam
An-Nawawi dalam "Al-Adzkar"
(IV : 297) dengan penjelasan Ibnu 'Allan pada bab dzikir-dzikir shalat tarawih
menyatakan :
"Tata
cara shalat ini (tarawih) seperti juga shalat-shalat yang lain yang telah
dijelaskan sebelumnya. Maka didalamnya disyari'atkan do'a-do'a tersebut,
seperti doa Al-Istiftah, membaca dengan sempurna dzikir-dzikir yang lain,
melengkapinya dengan tasyahud dan doa sesudahnya serta hal-hal yang lain. Hal
ini, meskipun dhahirnya sudah kita ketahui, namun saya sengaja mengingatkannya
karena saya lihat kebanyakan manusia meremehkannya, sehingga mereka
meninggalkan sebagian dzikir-dzikirnya. Padahal yang benar adalah apa yang
telah kami paparkan".
Al-Amiri
dalam "Bajhatul Mahafil
wa Bughyatu Al-Amatsil fi Talkhisi As-Siyari wal Mu'jizati wa Asy-Syamail"
Pada akhir buku itu menyatakan :
Termasuk
kekeliruan yang perlu diperhatikan dan diingat-ingat adalah apa yang
menjadi kebiasaan banyak para imam shalat tarawih, dimana mereka membaca ayat
dengan cepat, melakukan rukun-rukunnya dengan diringan-ringankan, dan membuang
dzikir-dzikir didalamnya. Padahal para ulama telah menyatakan : Tata cara
shalat itu tak beda dengan shalat-shalat lainnya, baik dalam syarat, adab-adab
dan dzikir-dzikirnya, seperti ; do'a istiftah, dzikir-dzikir pada setiap rukun,
doa seusai tasyahud, dan lain-lain. Diantaranya lagi, kebiasaaan mencari-cari
ayat "Rahmat",
dimana mereka hanya ruku' setelah membaca ayat-ayat tersebut. Terkadang hal itu
menggiring mereka untuk melalaikan dua hal penting yang termasuk adab-adab
shalat dan bacaan, yaitu : Lebih memanjangkan raka'at pertama
dari kedua, dan memahami makna firman Allah yang saling terkait satu
dengan yang lain. Penyebab semua adalah : Sikap meremehkan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam sehingga hilanglah sunnah-sunnah itu, karena jarang
digunakan. Sehingga orang yang menggunakannya malah dianggap asing ditengah
umumnya manusia, karena menyelisihi kebiasaan mayoritas, dan itu akibat
kerusakan zaman. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah
mengingatkan :
"Artinya
: Hari Kiamat baru akan datang, apabila yang benar sudah dianggap salah, dan
yang salah sudah dianggap benar".
Maka
hendaknya, kita sekalian berpegang teguh pada As-Sunnah. Kita harus berupaya
menggapainya ; barangsiapa yang mengikuti kita (dalam As-Sunnah) maka ia akan
berhasil, selamat dan bahagia. As-Sayyid Al-Jalil Abu Ali Al-Fudhail bin Iyyadh
Rahimahullahu Ta'ala wa
Radhiallahu 'anhu - semoga Allah melimpahkan manfaat karena
beliau-- menyatakan :
"Janganlah
kamu merasa phobi dengan jalan-jalan kebenaran karena sedikit peminatnya, dan
jangan kamu terpedaya dengan banyaknya jumlah orang-orang yang akan
binasa"
Disalin
dari buku Shalatu At-Tarawih, edisi Indonesia Shalat Tarawih Penyusun Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tibyan hal. 151-162,
Penerjemah Abu Umar Basyir Al-Maidani
Foote
Note.
- Para penulis "Al-Ishabah" sungguh tak mengacuhkan hal ini. Mereka tak sedikitpun menyinggung-nyinggung persoalan ini, atau menulis satu kata saja berkenaan dengan ini, dalam upaya mendorong umat untuk melakukannya. Seolah-olah hal itu tak penting bagi mereka sama sekali, tetapi mereka justru habis-habisan mengurus persoalan lain ; yaitu mempertahankan shalat 20 raka'at, bagaimanapun cara pelaksanaannya. Meskipun bertentangan dengan cara shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam baik dari sisi kualitas maupun kuantitas! Padahal salah seorang diantara mereka adalah imam masjid. Coba kita lihat bagaimana dia melakukan shalatnya.
- Untuk mengetahui dzikir-dzikir tersebut, silahkan gunakan buku kami " Shifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam". Sesungguhnya buku itu adalah buku yang paling shahih dan lengkap dalam pembahasan itu, Alhamdulillah.
- Adapun keraguna perawi (yang meriwayatkan) dari Thalaq, tak membikin hadits itu cacat.
- Yang dimaksudkan, bahwa ganjaran itu beragam, karena perbedaan orang yang shalat dalam kekhusyu'an, daya renungnya dan hal-hal lain yang menimbulkan kesempurnaan (Lihat "Al-Faidhul Qadir oleh Al-Manawi).
No comments:
Post a Comment