www.eramuslim.com
Selasa,
29 Apr 08 08:15 WIB
Assalamu'alaikum wr.wb
Begini ustadz, dahulu Islam pernah berjaya selama 300 tahun di
bawah satu kekhalifahan, hingga populer dengan sebutan " 3 ABAD
KEEMASAN."Islam berhasil menakhlukkan Mesir, Persia,
dan Romawi yang merupakan imperium raksasa.
Bahkan sampai ke Andalusia (Spanyol ). Nah
seperti apakah cara Islam waktu itu dalam menakhlukkan (menguasai ) negara -
negara tersebut? Mengingat kata " Menakhlukkan " atau "
Menguasai " kok konotasinya negatif.
Terus bagaimanakah keadaan daerah
takhlukanIslam waktu itu?
Jazakumullah khoiron katsiron
Farid
farid.fendi@gmail.com
farid.fendi@gmail.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Sebenarnya ada hal perlu sedikit dikoreksi
sebelum kami menjawab masalah ini. Kejayaan Islam itu bukan hanya 3 abad. Dari
mana dapat ungkapan pelecehan sepeti itu?
Sejarah dunia mengakui bahwa peradaban
Islam itu berjaya dan unggul dibandingkan peradaban barat selama 14 abad tanpa
terputus. Sejak diangkatnya nabi Muhammad SAW menjadi rasul di tahun 611 hingga
tahun 1924 Masehi.
Memang pusat peradabannya sempat berpindah
berkali-kali. Awalnya berpusat di Madinah, lalu boyong ke Damaskus, Syiria.
Pindah lagi ke Baghdad, dan sempat pula punya pusat peradaban di Spanyol,
Eropa.
Saat Baghdad kemudian diratakan dengan
tanah oleh bangsa Mongol, tiba-tiba muncul imperium terbesar dan terlama
sepanjang sejarah, Khilafah Turki Utsmani. Bahkan para khalifahnya berhasil
membebaskan kota Byzantium yang dulunya menjadi pusat kepemimpinan
bangsa-bangsa Eropa.
Sejak itu bangsa Eropa terutama di bagian
Timur sudah mengenal Islam, sebagian lainnya malah sudah memeluk agama ini. Dan
khilafah Turki Utsmani masih tetap berlangsung secara de facto dan de jure
hingga ditumbangkan oleh para kader yahudi yang tetap secara formal memeluk
Islam. Itu terjadi sudah di abad 20, tepatnya pada tahun 1924.
Jadi ungkapan bahwa kejayaan Islam yang cuma
3 abad sebenanya boleh dibilang agak mengada-ada, tapi bertentangan dengan
fakta.
Penaklukan atau Pembebasan?
Istilah penaklukan memang bisa berdampak
psikologis yang berbeda. Di satu sisi mengesankan kegagahan, tapi kalau
dipandang dari sisi lainnya. malah bisa ditafsirkan sebagai menampakkan
kekejaman.
Jadi semua akan kembali kepada dari mana
kita memandangnya.
Ini sebenarnya hanya permasalahan rasa
bahasa saja. Sebab dalam bahasa Arabnya, justru yang banyak dipakai bukan
penaklukan, melainkan al-fathu. Istilah itu dalam kamus berasal dari kata:
fataha yaftahu yang artinya membuka.
Sering pula kemudian diterjemahkan menjadi
pembebasan. Agaknya istilah ini lebih representatif buat ukuran zaman dan
situasi sekarang ini. Karena kesan yang muncul bahwa Islam membebaskan manusia
dari kungkungan kezaliman, kebodohan, kejahilan dan ketidak-tahuan atas
kekuasaan Allah SWT.
Islamisasi = Modernisasi
Kalau kita jujur dengan sejarah, atau
setidaknya kalau kita baca para ahli sejarah yang jujur, sebenarnya ketika Islam
mencapai puncak peradabannya, tidak ada pihak yang dirugikan.
Sebaliknya, justru Eropa malah berhutang
budi kepada dunia Islam. Seandainya tidak ada peradaban Islam yang menjaga
keutuhan warisan ilmu pengetahuan Eropa kuno, boleh jadi banga Eropa tidak
mengenal sejarah nenek moyang mereka.
Naskah berharga para ilmuwan barat purba
semacam Socrates, Aristoteles dan Plato, tidak dikenal oleh umat manusia,
kecuali dalam bahasa Arab. Umat Islam pada saat itu menterjemahkan
naskah-naskah ke dalam bahasa Arab.
Peradaban Barat Untung Besar Kedatangan
Islam
Sebelum mengenal peradaban Islam, keadaan
negeri-negeri Barat sungguh memprihatinkan. Dalam buku Sejarah Umum karya Lavis
dan Rambon dijelaskan bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga sesudah
abad ke-10 M merupakan negeri yang tandus, terisolir, kumuh, dan liar.
Tempat kediaman dan keamanan manusia tidak
lebih baik daripada hewan. Eropa masih penuh dengan hutan-hutan belantara.
Mereka tidak mengenal kebersihan. Kotoran hewan dan sampah dapur dibuang di
depan rumah sehingga menyebarkan bau-bau busuk. Dan kota terbesar di Eropa
penduduk-nya tidak lebih dari 25.000 orang.
Jauh berbeda dengan keadaan kota-kota besar
Islam pada waktu yang sama. Seperti di kota Cordoba, ibukota Andalus di
Spanyol. Cordoba dikelilingi taman-taman hijau. Penduduknya lebih dari satu
juta jiwa. Terdapat 900 tempat pemandian, 283.000 rumah penduduk, 80.000
gedung-gedung, 600 masjid, 50 rumah sakit, dan 80 sekolah. Semua penduduknya
terpelajar. Karena orang-orang miskin pun menuntut ilmu secara cuma-cuma.
Selain ketinggian peradaban Islam, para
ilmuwan Muslim juga punya peran besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dunia.
Dalam bidang kedokteran ada Abu Bakr
Muhammad bin Zakariya ar-Razi (Razes [864-930 M]) yang dikenal sebagai 'dokter
Muslim terbesar'. Peradaban Islam juga punya pakar kedokteran lainnya seperti
Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna [981-1037 M]).
Ilmu kimia lahir dan dibesarkan di dunia
Islam. Siapa tidak kenal Jabir Ibnu Hayyan yang meninggal tahun 803 M. Oleh
ilmuwan barat modern yang jujur, sosok beliau disebut sebagai Bapak Kimia.
Dunia modern sekarang ini tidak pernah
mengenal hitungan matematika atau Algoritma, kalau tidak ada ahli matematika
Muslim bernama Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi (770-840 M).
Bahkan dunia tidak pernah mengenal
pengkodean digital yang terdiri dari angka nol (0) dan satu (1), kalau bukan
karena jasa peradaban Islam. Karena umat Islam adalah penemu angka nol, setelah
sebelumnya bangsa Romawi menuliskan angka dengan balok-balok yang sangat tidak
praktis.
Bukan Penaklukan Tapi Pembangunan Peradaban
Berbeda dengan terminologi perang di
kalangan bangsa barat yang identik dengan darah, luka dan nestapa. Pelebaran
peradaban negeri Islam justru untuk menghidupkan manusia bukan untuk memusnahkan.
Ketika peradaban besar itu dihadapi oleh
para rezim yang takut kehilangan tahtanya dengan sabetan pedang dan tikaman
belati, maka umat Islam mempertahankan diri sewajarnya.
Kalau pun para diktator dunia itu
mengerahkan pasukan sakit hati untuk menyerang peradaban Islam, sangat wajar
bila peradaban Islam menjaga dan melindungi dirinya.
Tidaklah para diktator dunia itu memusuhi
peradaban besar Islam, kecuali mereka memang sakit melihat begitu banyak
rakyatnya yang masuk Islam. Padahal rakyat itu masuk Islam secara sukarela,
karena Islam tidak mengenal pemaksaan, apalagi ancaman.
Namun para diktator dunia itu tahu, Islam
punya sistem yang jauh lebih baik untuk memanusiakan manusia. Kalau Islam
sebagai agama sampai dipeluk oleh rakyat, maka tirani yang sudah mereka bangun
turun temurun dikhawatirkan akan terancam. Sebab para raja itu terbiasa
memperbudak manusia, memeras mereka dengan pajak yang mencekik, berbuat
sekehendak hati, melecehkan perempuan, menginjak-injak harga diri dan
kemanusiaan.
Jadi kalau sampai pernah ada perang, yang
terjadi adalah para diktator dunia itu tidak ikhlas kalau Islam banyak dipeluk
orang, lalu mereka menyerang secara militer, dan kekuatan umat Islam bertahan
membela diri. Itulah yang terjadi sebenarnya.
Peran Orientalis Jahat
Sayangnya, oleh para orientalis jahat,
semua fakta itu diputar balik. Alih-alih mengakui Islam memberikan sumbangan
besar pada dunia ilmu pengetahuan, mereka malah menuduh Islam harus darah, suka
peperangan, sadis dan menerapkan hukum rimba.
Dan karena upaya penyesatan ini menjadi
misi penting, para konglomerat dunia rela merogoh kocek sedalam-dalamnya untuk
mendirikan pusat studi Islam di Amerika dan Eropa. Para pemuda dan mahasiswa
muslim dari seluruh penjuru dunia Islam akan dimanjakan dan diiming-imingi
gelar kesarjanaan, kecendekiawanan, dan bejibun gelar lainnya, kalau mau jadi
murid.
Dari Indonesia, ada ribuan mahasiwa muslim
yang belajar ke pusat studi di Amerika dan Eropa. Judulnya sih keren, belajar
Islam. Tapi ada yang aneh. Belajar Islam kok ke Eropa dan Amerika? Lalu yang
jadi guru siapa?
Ternyata yang jadi guru tidak lain adalah
para rahib dan pendeta, baik yang masih mengaku keturunan yahudi dan nasrani,
atau pun yang sudah terang-terangan mengaku atheis.
La ilaha illallah, kok mau-maunya anak-anak mahasiswa itu mengaji kepada
orang yahudi yang tidak pernah mandi janabah dan wajahnya tidak pernah terkena
air wudhu'?
Ternyata selain iming-iming bea siswa dan
hidup enak di luar negeri, mereka pun diangkat kedudukannya, dipuji setinggi
langit sebagai muslim modern, plus janji mendapat jabatan tinggi di Indonesia
sepulang dari cuci otak.
Orientalis Jujur
Namun selain orientalis jahat, ternyata ada
juga sebagian kecil yang agak jujur dan baik serta objektif saat membuat
penilaian. Sejarawan Barat beraliran konservatif, W. Montgomery Watt dalam
bukunya Sejarah Islam di Spanyol, mencoba meluruskan persepsi keliru
para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang.
Menurutnya, “Mereka (para orientalis)
umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah
seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam dan
pedang.
Padahal, bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka
bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh suatu pemerintahan
Islam.”
Itulah yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah masuknya Islam
ke Spanyol. Islam, tak hanya masuk dengan damai, namun dengan cepat menyebar
dan membangun peradaban tinggi hingga mencapai puncak kejayaannya. Kota-kota
terkemuka Spanyol seperti Andalusia dan
Cordova, menjadi center of excellent peradaban dunia.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment