Tuesday 9 April 2013

Apakah Islam Dulu Penjajah?


www.eramuslim.com
Selasa, 29 Apr 08 08:15 WIB
Assalamu'alaikum wr.wb
Begini ustadz, dahulu Islam pernah berjaya selama 300 tahun di bawah satu kekhalifahan, hingga populer dengan sebutan " 3 ABAD KEEMASAN."Islam berhasil menakhlukkan Mesir, Persia, dan Romawi yang merupakan imperium raksasa.
Bahkan sampai ke Andalusia (Spanyol ). Nah seperti apakah cara Islam waktu itu dalam menakhlukkan (menguasai ) negara - negara tersebut? Mengingat kata " Menakhlukkan " atau " Menguasai " kok konotasinya negatif.
Terus bagaimanakah keadaan daerah takhlukanIslam waktu itu?
Jazakumullah khoiron katsiron
Farid
farid.fendi@gmail.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya ada hal perlu sedikit dikoreksi sebelum kami menjawab masalah ini. Kejayaan Islam itu bukan hanya 3 abad. Dari mana dapat ungkapan pelecehan sepeti itu?
Sejarah dunia mengakui bahwa peradaban Islam itu berjaya dan unggul dibandingkan peradaban barat selama 14 abad tanpa terputus. Sejak diangkatnya nabi Muhammad SAW menjadi rasul di tahun 611 hingga tahun 1924 Masehi.
Memang pusat peradabannya sempat berpindah berkali-kali. Awalnya berpusat di Madinah, lalu boyong ke Damaskus, Syiria. Pindah lagi ke Baghdad, dan sempat pula punya pusat peradaban di Spanyol, Eropa.
Saat Baghdad kemudian diratakan dengan tanah oleh bangsa Mongol, tiba-tiba muncul imperium terbesar dan terlama sepanjang sejarah, Khilafah Turki Utsmani. Bahkan para khalifahnya berhasil membebaskan kota Byzantium yang dulunya menjadi pusat kepemimpinan bangsa-bangsa Eropa.
Sejak itu bangsa Eropa terutama di bagian Timur sudah mengenal Islam, sebagian lainnya malah sudah memeluk agama ini. Dan khilafah Turki Utsmani masih tetap berlangsung secara de facto dan de jure hingga ditumbangkan oleh para kader yahudi yang tetap secara formal memeluk Islam. Itu terjadi sudah di abad 20, tepatnya pada tahun 1924.
Jadi ungkapan bahwa kejayaan Islam yang cuma 3 abad sebenanya boleh dibilang agak mengada-ada, tapi bertentangan dengan fakta.
Penaklukan atau Pembebasan?
Istilah penaklukan memang bisa berdampak psikologis yang berbeda. Di satu sisi mengesankan kegagahan, tapi kalau dipandang dari sisi lainnya. malah bisa ditafsirkan sebagai menampakkan kekejaman.
Jadi semua akan kembali kepada dari mana kita memandangnya.
Ini sebenarnya hanya permasalahan rasa bahasa saja. Sebab dalam bahasa Arabnya, justru yang banyak dipakai bukan penaklukan, melainkan al-fathu. Istilah itu dalam kamus berasal dari kata: fataha yaftahu yang artinya membuka.
Sering pula kemudian diterjemahkan menjadi pembebasan. Agaknya istilah ini lebih representatif buat ukuran zaman dan situasi sekarang ini. Karena kesan yang muncul bahwa Islam membebaskan manusia dari kungkungan kezaliman, kebodohan, kejahilan dan ketidak-tahuan atas kekuasaan Allah SWT.
Islamisasi = Modernisasi
Kalau kita jujur dengan sejarah, atau setidaknya kalau kita baca para ahli sejarah yang jujur, sebenarnya ketika Islam mencapai puncak peradabannya, tidak ada pihak yang dirugikan.
Sebaliknya, justru Eropa malah berhutang budi kepada dunia Islam. Seandainya tidak ada peradaban Islam yang menjaga keutuhan warisan ilmu pengetahuan Eropa kuno, boleh jadi banga Eropa tidak mengenal sejarah nenek moyang mereka.
Naskah berharga para ilmuwan barat purba semacam Socrates, Aristoteles dan Plato, tidak dikenal oleh umat manusia, kecuali dalam bahasa Arab. Umat Islam pada saat itu menterjemahkan naskah-naskah ke dalam bahasa Arab.
Peradaban Barat Untung Besar Kedatangan Islam
Sebelum mengenal peradaban Islam, keadaan negeri-negeri Barat sungguh memprihatinkan. Dalam buku Sejarah Umum karya Lavis dan Rambon dijelaskan bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga sesudah abad ke-10 M merupakan negeri yang tandus, terisolir, kumuh, dan liar.
Tempat kediaman dan keamanan manusia tidak lebih baik daripada hewan. Eropa masih penuh dengan hutan-hutan belantara. Mereka tidak mengenal kebersihan. Kotoran hewan dan sampah dapur dibuang di depan rumah sehingga menyebarkan bau-bau busuk. Dan kota terbesar di Eropa penduduk-nya tidak lebih dari 25.000 orang.
Jauh berbeda dengan keadaan kota-kota besar Islam pada waktu yang sama. Seperti di kota Cordoba, ibukota Andalus di Spanyol. Cordoba dikelilingi taman-taman hijau. Penduduknya lebih dari satu juta jiwa. Terdapat 900 tempat pemandian, 283.000 rumah penduduk, 80.000 gedung-gedung, 600 masjid, 50 rumah sakit, dan 80 sekolah. Semua penduduknya terpelajar. Karena orang-orang miskin pun menuntut ilmu secara cuma-cuma.
Selain ketinggian peradaban Islam, para ilmuwan Muslim juga punya peran besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dunia.
Dalam bidang kedokteran ada Abu Bakr Muhammad bin Zakariya ar-Razi (Razes [864-930 M]) yang dikenal sebagai 'dokter Muslim terbesar'. Peradaban Islam juga punya pakar kedokteran lainnya seperti Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna [981-1037 M]).
Ilmu kimia lahir dan dibesarkan di dunia Islam. Siapa tidak kenal Jabir Ibnu Hayyan yang meninggal tahun 803 M. Oleh ilmuwan barat modern yang jujur, sosok beliau disebut sebagai Bapak Kimia.
Dunia modern sekarang ini tidak pernah mengenal hitungan matematika atau Algoritma, kalau tidak ada ahli matematika Muslim bernama Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi (770-840 M).
Bahkan dunia tidak pernah mengenal pengkodean digital yang terdiri dari angka nol (0) dan satu (1), kalau bukan karena jasa peradaban Islam. Karena umat Islam adalah penemu angka nol, setelah sebelumnya bangsa Romawi menuliskan angka dengan balok-balok yang sangat tidak praktis.
Bukan Penaklukan Tapi Pembangunan Peradaban
Berbeda dengan terminologi perang di kalangan bangsa barat yang identik dengan darah, luka dan nestapa. Pelebaran peradaban negeri Islam justru untuk menghidupkan manusia bukan untuk memusnahkan.
Ketika peradaban besar itu dihadapi oleh para rezim yang takut kehilangan tahtanya dengan sabetan pedang dan tikaman belati, maka umat Islam mempertahankan diri sewajarnya.
Kalau pun para diktator dunia itu mengerahkan pasukan sakit hati untuk menyerang peradaban Islam, sangat wajar bila peradaban Islam menjaga dan melindungi dirinya.
Tidaklah para diktator dunia itu memusuhi peradaban besar Islam, kecuali mereka memang sakit melihat begitu banyak rakyatnya yang masuk Islam. Padahal rakyat itu masuk Islam secara sukarela, karena Islam tidak mengenal pemaksaan, apalagi ancaman.
Namun para diktator dunia itu tahu, Islam punya sistem yang jauh lebih baik untuk memanusiakan manusia. Kalau Islam sebagai agama sampai dipeluk oleh rakyat, maka tirani yang sudah mereka bangun turun temurun dikhawatirkan akan terancam. Sebab para raja itu terbiasa memperbudak manusia, memeras mereka dengan pajak yang mencekik, berbuat sekehendak hati, melecehkan perempuan, menginjak-injak harga diri dan kemanusiaan.
Jadi kalau sampai pernah ada perang, yang terjadi adalah para diktator dunia itu tidak ikhlas kalau Islam banyak dipeluk orang, lalu mereka menyerang secara militer, dan kekuatan umat Islam bertahan membela diri. Itulah yang terjadi sebenarnya.
Peran Orientalis Jahat
Sayangnya, oleh para orientalis jahat, semua fakta itu diputar balik. Alih-alih mengakui Islam memberikan sumbangan besar pada dunia ilmu pengetahuan, mereka malah menuduh Islam harus darah, suka peperangan, sadis dan menerapkan hukum rimba.
Dan karena upaya penyesatan ini menjadi misi penting, para konglomerat dunia rela merogoh kocek sedalam-dalamnya untuk mendirikan pusat studi Islam di Amerika dan Eropa. Para pemuda dan mahasiswa muslim dari seluruh penjuru dunia Islam akan dimanjakan dan diiming-imingi gelar kesarjanaan, kecendekiawanan, dan bejibun gelar lainnya, kalau mau jadi murid.
Dari Indonesia, ada ribuan mahasiwa muslim yang belajar ke pusat studi di Amerika dan Eropa. Judulnya sih keren, belajar Islam. Tapi ada yang aneh. Belajar Islam kok ke Eropa dan Amerika? Lalu yang jadi guru siapa?
Ternyata yang jadi guru tidak lain adalah para rahib dan pendeta, baik yang masih mengaku keturunan yahudi dan nasrani, atau pun yang sudah terang-terangan mengaku atheis.
La ilaha illallah, kok mau-maunya anak-anak mahasiswa itu mengaji kepada orang yahudi yang tidak pernah mandi janabah dan wajahnya tidak pernah terkena air wudhu'?
Ternyata selain iming-iming bea siswa dan hidup enak di luar negeri, mereka pun diangkat kedudukannya, dipuji setinggi langit sebagai muslim modern, plus janji mendapat jabatan tinggi di Indonesia sepulang dari cuci otak.
Orientalis Jujur
Namun selain orientalis jahat, ternyata ada juga sebagian kecil yang agak jujur dan baik serta objektif saat membuat penilaian. Sejarawan Barat beraliran konservatif, W. Montgomery Watt dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol, mencoba meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang.
Menurutnya, “Mereka (para orientalis) umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam dan pedang.
Padahal, bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh suatu pemerintahan Islam.”
Itulah yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah masuknya Islam ke Spanyol. Islam, tak hanya masuk dengan damai, namun dengan cepat menyebar dan membangun peradaban tinggi hingga mencapai puncak kejayaannya. Kota-kota terkemuka Spanyol seperti Andalusia dan Cordova, menjadi center of excellent peradaban dunia.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

No comments:

Post a Comment