Tuesday 9 April 2013

Cinta dan Sayang Rasulullah Kepada Ummatnya



     Suatu pagi, Rasulullah SAW dengan suara terbata
 memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada
 dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka
 taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal
 pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barangsiapa
 mencintai sunnahku berati mencintai aku dan kelak
 orang-orang yang mencintaiku akan bersama-sama masuk
 surga bersama aku."


     Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan
 mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu
 persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan
 berkaca-kaca. Umar, dadanya naik turun menahan nafas
 dan tangisnya. Ustman bin Affan menghela napas
 panjang. Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.

     Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
 "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah
 hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu,
 hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.

     Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan
 Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang
 limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh
 sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan
 detik-detik berlalu, kalau bisa.

     Matahari kian tinggi, tetapi pintu rumah
 Rasulullah masih tertutup. Di dalamnya, Rasulullah
 sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
 berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi
 alas tidurnya.

     Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang
 berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?",
 tanyanya. Tetapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
 Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang
 membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia
 kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka
 mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai
 anakku?". "Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru
 sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

     Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan
 pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian
 wajahnya seolah hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah
 yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
 memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,"
 sabda Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakkan
 tangisnya.

     Malaikat maut datang menghampiri, tetapi
 Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut
 menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang
 sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia
 menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
 "Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?",
 tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

     "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat
 telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar
 menanti kedatanganmu," kata jibril. Tetapi hal itu
 ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih
 penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar
 kabar ini?" tanya Jibril.

     "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku
 kelak?". "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku
 pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat
 Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.

     Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail
 melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah
 ditarik, tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah
 peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa
 sakit sakaratul maut ini", lirih Rasulullah
 mengaduh.

     Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya
 menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.
 "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan
 wajahmu Jibril?", tanya Rasulullah pada malaikat
 pengantar wahyu itu. " Siapakah yang tega, melihat
 kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

     Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik,
 karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah,
 dahsyat nian maut ini. Timpakan saja semua siksa
 maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan
 Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak
 bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
 membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan
 telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat
 aimanukum (peliharalah shalat dan santuni
 orang-orang lemah diantaramu)."

     Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
 para sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan
 tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
 telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
 "Ummatii, ummatii, ummatiii?". Dan, pupuslah kembang
 hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita
 mencinta sepertinya ?. Allahumma sholli 'ala
 Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. (jos)

No comments:

Post a Comment