Tuesday 9 April 2013

DALIL MAKANAN HARAM


Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal
serta menjauhi makanan haram. Rasulullah bersabda : 
 
"Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya
Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya
Allah memerintahkan kepada orang-orang mu'min sebagaimana yang
diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: "Hai rasul-rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan", 
 
Dan firmanNya yang lain: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu" Kemudian beliau
mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh,
rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke
langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi ! Sedangkan ia memakan makanan yang haram,
dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari
minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana
mungkin akan diterima do'anya". (HR Muslim no. 1015) 
 
Makanan HARAM :
1. BANGKAI 
    Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya
jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia
sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga
sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sbb : 
   A. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara
sengaja atau tidak. 
   B. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan
alat/benda keras hingga 
        mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik. 
   C. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat
tinggi atau jatuh ke     
        dalam sumur sehingga mati. 
   D. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan
lainnya (lihat Tafsir 
         Al-Qur'an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir). 
 
Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu
bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits: 
"Dari Ibnu Umar berkata: " Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah.
Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati
dan limpa." (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi
4/Th.11) 
 
Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda: 
"Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.": 
 
(Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11) 
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al--Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah
(no.480): "Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya
setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau
menjawab: "Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan
Rasulullah bersabda: "Laut itu seci airnya dan halal bangkainya" (HR.
Daraqutni: 538) 
 
Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas
laut tidaklah shahih. (Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm
dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi). 
 
2. DARAH 
Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya: 
"Atau darah yang mengalir" (QS. Al-An'Am: 145) 
Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair. Diceritakan
bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka
merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari
tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan
yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman.
Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24). 
       Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati
dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula
sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih.
Semuanya itu hukumnya halal. Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: "
Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah
yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak
ada satupun dari kalangan ulama' yang mengharamkannya". (Dinukil dari
Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan). 
 
3. DAGING BABI 
     Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan
mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang
keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama.
 
 
4. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH 
     Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah
hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya
disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang
tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik
patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan
tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama. 
 
5. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS 
     Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu
dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram
sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu
hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu
biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing,
unta,sapi dsb, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin. 
Adapun hewan yang diterkam binatang buasa apabila dijumpai masih hidup
(bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih
bernafas kemudian disembelih secara syar'i, maka hewan tersebut adalah
halal karena telah disembelih secara halal. 
 
6. BINATANG BUAS BERTARING 
Hal ini berdasarkan hadits : 
"Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: "Setiap binatang buas yang
bertaring adalah haram dimakan" (HR. Muslim no. 1933) 
     Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan
Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah
dalam I'lamul Muwaqqi'in (2/118-119) 
Maksudnya "dziinaab" yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam
untuk melawan manusia seperti serigala, singa,anjing, macan tutul,
harimau,beruang,kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan". (Lihat
Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi). 
 
   Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas
yang bertaring bukan hanaya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh
saja adalah pendapat yang salah. (lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu
Abdil Barr, I'lamul Muwaqqi'in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah
no. 476 oleh Al-Albani. 
Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): "Saya
tidak mengetahui persilanganpendapat di kalangan ulama kaum muslimin
bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada
manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama'pun yang membolehkan
untuk memakannya. Demikianpula anjing,gajah dan seluruh binatang buas
yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah
adalah sabda Nabi saw bukan pendapat orang....". 
 
Para ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang
buas yang haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah
halal sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan Syafi'i berdasarkan hadits : 
 
"Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang
musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: "Ya". Lalu aku
bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi:
Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. (Shahih. HR.
Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa'i (5/191) dan dishahihkan Bukhari,
Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu
Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507). 
   Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di
atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I'lamul Muwaqqi'in (2/120)
bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang
tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa
maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh
Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh
Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta'liqat Ar-Radhiyyah (3-28) 
 
7. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM 
    Hal ini berdasarkan hadits : 
Dari Ibnu Abbas berkata: 
 
"Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku
tajam" (HR Muslim no. 1934) 
 
Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234):
"Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung
garuda,elang dan sejenisnya". 
Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: 
 
"Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi'i, Abu Hanifah,
Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas
yang bertaring dan burung yang berkuku tajam." 
 
8. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK) 
    Hal ini berdasarkan hadits: 
"Dari Jabir berkata: "Rasulullah melarang pada perang khaibar dari
(makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda". (HR Bukhori no.
4219 dan Muslim no. 1941) dalam riwayat lain disebutkan begini : 
"Pada perang Khaibar, mereka meneyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu
Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda.
(Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa'i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban
(5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam
Syarhu Sunnah no. 2811). 
Dalam hadits di atas terdapat dua masalah : 
Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama
dari kalangan sahabat, tabi'in dan ulama setelah mereka berdasarkan
hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar,
maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. (Lihat Sailul Jarrar
(4/99) oleh Imam Syaukani). 
Kedua: Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali,
Syafi'i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf
berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban
meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari
Atha' bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: " Salafmu biasa
memakannya (daging kuda)". Ibnu Juraij berkata: "Apakah sahabat
Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam
As-Shan'ani). 
 
9. AL-JALLALAH 
Hal ini berdasarkan hadits : 
"Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk
dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih). 
"Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang dari memakan
jallalah dan susunya." (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu
Majah: 3189). 
"Dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah
melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya.
"(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648). 
 
Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun
berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran
manuasia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban
dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa
beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya
shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648). 
      Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: "Kemudian
menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu
diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat
kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram
dimakan seperti ayam dan sejenisnya..." 
     Hukum jalalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas
Syafi'iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq
Al-'Ied dari para fuqaha' serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi,
Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. (Lihat Fathul Bari
(9/648) oleh Ibnu Hajar). 
   Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan
susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat
keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya
hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu
Hajar menjelaskan (9/648): "Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah
yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan  diganti
oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.". Pendapat ini
dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani
dan At-Ta'liqat Ar-Radhiyyah (3/32). 
 
10. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA 
Berdasarkan hadits: 
        "Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari
makan dhab (hewan sejenis biawak). (Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi
dalam Al-Ma'rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/665) serta disetujui oleh
Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390). 
     Benar terdapat beberapa hadits yang banayk sekali dalam Bukhari
Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhob baik secara
tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya ,
Hadits Abdullah bin Umar secara marfu' (samapai pada nabi)" 
"Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya." (HR
Bukhari 
no.5536 dan Muslim no. 1943) 
 
11. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH 
      "Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang
hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus,
anjing hitam. " (HR. Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz
"kalajengking: gantinya "ular" ) 
Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): "Setiap binatang
yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada
sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta
dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan" (Lihat pula Al-Mughni
(13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu' Syarh Muhadzab (9/23) oleh
Nawawi). 
 
"Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh
tokek/cecak" (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). 
Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)" "Tokek/cecak telah
disepakati keharaman memakannya". 
 
12. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH 
"Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut,
tawon, burung hud-hud dan burung surad. " (HR Ahmad (1/332,347), Abu
Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan
Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916). 
Imam syafi'i dan para sahabatnya mengatakan: "Setiap hewan yang dilarang
dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan,
tentu tidak akan dilarang membunuhnya." (Lihat Al-Majmu' (9/23) oleh
Nawawi). 
Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu
sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya
disepakati keharamannya. (Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar
8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi). 
 
"Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah
bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu
Rasulullah melarang membunuhnya. (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269),
Nasa'i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan
Ibnu Hajar dan Al-Albani). 
Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa
ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafe'i. Al-Abdari
menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa
seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak (lihat pula Al-Majmu'
(9/35) , Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh
As-Syanqithi, Aunul Ma'bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam
(6/26) oleh Al-Bassam) 
 
 
# BINATANG YANG HIDUP DI 2 (DUA) ALAM #
      Sejauh ini BELUM ADA DALIL dari Al Qur'an dan hadits yang shahih
yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan
darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya
"asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya. 
 
Berikut contoh beberapa dalil hewan hidup di dua alam : 
KEPITING - hukumnya HALAL sebagaimana pendapat Atha' dan Imam Ahmad.
(Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu
Hazm). 
KURA-KURA dan PENYU - juga HALAL sebagaimana madzab Abu Hurairah,
Thawus, Muhammad bin Ali, Atha', Hasan Al-Bashri dan fuqaha' Madinah.
(Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84). 
ANJING LAUT - juga HALAL sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe'i,
Laits, Syai'bi dan Al-Auza'i (lihat Al-Mughni 13/346). 
KATAK/KODOK - hukumnya HARAM secara mutlak menurut pendapt yang rajih
karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di
atas. 

No comments:

Post a Comment