Senin, 12 Mar 07 07:39 WIB
Kirim Pertanyaan | Kirim teman
Assalamu 'alaikum Wr Wb
Pertanyaan saya bagaimana sebuah madzhab dapat terbentuk,
definisinya, pada abad keberapa dan di mana letak madzhab bila disejajarkan
dengan dasar hukum Islam yang lain.
Terima kasih
banyak, semoga Allah SWT memberikan pahala yang besar bagi anda.
Wasalamu 'alaikum
Wr Wb
Bernadimustadafin_85
at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Rasulullah saw.
tidak meninggalkan dunia ini, kecuali setelah bangunan syariat Islam lengkap
dengan nash yang tegas dan jelas. Allah SWT berfirman:
“Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3)
Namun demikian
Rasulullah saw. tidak meninggalkan “buku fiqh tertulis” yang berisi hukum-hukum
Islam baku. Namun beliau meninggalkan sejumlah kaidah global, sebagian
hukum-hukum juz’i (penggalan masalah), dan hukum-hukum pengadilan yang ada di
Al-Quran dan Sunnah. Sebagian kecil dan ringkas ini hampir mencukupi untuk
menata hidup mereka. Namun (umat) Islam berkembang dan memenuhi jazirah Arab
dan sekitarnya. Mereka menemukan realitas dan tradisi yang sebelumnya tidak di
alami. Kondisi ini menuntut ijtihad fiqh untuk meletakkan dasar-dasarnya
(kaidah) untuk mengaturnya sesuai dengan syariat Islam. Kaidah-kaidah yang
kemudian disebut kaidah fiqh itu merupakan nilai yang diambil dari Al-Quran.
Kejadian dan
peristiwa semakin berkembang seiring semakin bertambahnya populasi umat Islam.
Kebutuhan terhadap fiqh dan kaidah-kaidah umumnya pun semakin meningkat. Terutama
di negara dan wilayah baru yang dibuka oleh umat Islam. Kian hari fiqh kian
berkemang dari generasi ke generasi sehingga fiqh menjadi disiplin ilmu
tersendiri yang sangat luas dan sistematis. Jika diteliti, fiqh sejak zaman
Rasulullah hingga masa-masa berikutnya melalui sejumlah fase pertumbuhan yang
berbeda-beda dalam empat generasi atau empat abad pertama (hijriyah).
Diawali dari
penulisan (kodifikasi) fiqh madzhab, dilanjutkan syuruh (penjelasan rinci),
ihtisharat (ringkasan), penulisan matan (teks inti pendapat seorang imam),
mausuat (eksiklopedi) fiqh, penulisan kaidah fiqh, ashbah wan nadlair
(masalah-masalah yang memiliki kesamaan dan perbedaan dalam tinjauan fiqh),
fiqhul muqorin (fiqh perbandingan), nadlariyah fiqhiyah (teori fiqh), hingga fiqh
menjadi ketetapan undang-undang dan hukum Islam. Fase I:
Berikut adalah
fase-fase tersebut:
Masa Risalah
dimulai dan diakhiri selama Rasulullah saw. hidup hingga wafat. Di masa ini
bangunan syariat dan agama telah sempurna.
Fase II:
Masa Khulafaur rashidin
hingga pertengahan abad pertama hijriyah. Dua fase I dan II adalah fase
pengantar penulisan fiqh.
Fase III:
Diawali sejak
pertengahan abad pertama hijriyah hingga awal abad kedua hijriyah. Ilmu fiqh
menjadi disiplin ilmu tersendiri. Di fase ini sekolah-sekolah fiqh tumbuh pesat
yang sesungguhnya adalah setiap sekolah itu sebagai media bagi setiap madzhab
fiqh. Fase ini bisa disebut sebagai fase peletakan dasar bagi kodifikasi fiqh.
Fase IV:
Diawali dari
pertengahan abad keempat hijriyah hingga pertengahan abad empat hijriyah. Di
fase ini fiqh telah sempurna terbentuk.
Fase V:
Diawali
pertengahan abad lima hijriyah hingga jatuhnya Baghdad, ibu kota daulah
abbasiyah sebagai pusat ilmu dan peradaban Islam ke tangan Tartar di
pertengahan abad tujuh. Di fase ini fiqh mulai memasuki masa statis dan taqlid
dalam penulisan fiqh.
Fase VI:
Diawali dari
pertengahan abad tujuh hijriyah hingga awal abad modern. Fase ini adalah fase
kelemahan dalam sistematika dan metodologi penulisan fiqh.
Fase VII: diawali
dari pertengahan abad 13 hijriyah hingga sekarang. Di fase ini studi fiqh,
terutama studi perbandingan fiqh berkembang.
Sekilas tentang
ahli fiqh (fuqaha) madzhab
Al-Faqiih, mufti
atau mujtahid, adalah orang yang sudah memiliki kemampuan mengambil kesimpulan
hukum-hukum (istinbathul ahkam) dari dalil-dalilnya. Sementara yang dimaksud
madzhab, secara bahasa adalah tempat pergi atau jalan. Secara istilah adalah
pandangan seseorang atau kelompok tentang hukum-hukum yang mencakup sejumlah
masalah.
Benih madzhab
muncul sejak masa sahabat. Sehingga dikenal ada madzhab Aisyah, madzhab
Abdullah bin Umar, madzhab Abdullah bin Masud. Di masa tabiin juga terkenal
tujuh ahli fiqh dari kota Madinah; Said bin Musayyib, Urwah bin Zubair, Qasim
bin Muhammad, Kharijah bin Zaid, Abu Bakr bin Abdullah bin Utbah bin Masud,
Sulaiman bin Yasar, Ubaid bin Abdillah, Nafi’ Maula Abdullah bin Umar. Dari
penduduk Kufah; Alqamah bin Masud, Ibrahim An Nakha’i, guru Hammad bin Abi
Sulaiman, guru Abu Hanifah. Dari penduduk Basrah; Hasan Al-Basri.
Dari kalangan
tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula Ibnu Abbas dan
Atha’ bin Abu Rabbah, Thawus bin Kiisan, Muhammad bin Sirin, Al-Aswad bin
Yazid, Masruq bin Al-A’raj, Alqamah An Nakha’i, Sya’by, Syuraih, Said bin
Jubair, Makhul Ad Dimasyqy, Abu Idris Al-Khaulani.
Di awal abad II
hingga pertengahan abad IV hijriyah yang merupakan fase keemasan bagi itjihad
fiqh, muncul 13 mujtahid yang madzhabnya dibukukan dan diikuti pendapatnya.
Mereka adalah Sufyan bin Uyainah dari Mekah, Malik bin Anas di Madinah, Hasan
Al-Basri di Basrah, Abu Hanifah dan Sufyan Ats Tsury (161 H) di Kufah, Al-Auzai
(157 H) di Syam, Syafii, Laits bin Sa’d di Mesir, Ishaq bin Rahawaih di
Naisabur, Abu Tsaur, Ahmad bin Hanbal, Daud Adz Dzhahiri dan Ibnu Jarir At
Thabary, keempatnya di Baghdad.
Namun kebanyakan
madzhab di atas hanya tinggal di kitab dan buku-buku seiring dengan wafatnya
para pengikutnya. Sebagian madzhab lainnya masih tetap terkenal dan bertahan
hingga hari ini. Berikut adalah sekilas tentang madzhab-madzhab tersebut:
1. Abu Hanifah.
Nama aslinya An
Nu’man bin Tsabit (80-150 H); pendiri madzhab Hanafi. Ia berasal dari Kufah
dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan
Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut Tabiin (tabi’utabiin), sebagian ahli
sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in. Beliau pernah bertemu dengan
Anas bin Malik (Sahabat) dan meriwayatkan hadis terkenal, ”Mencari ilmu itu
wajib bagi setiap Muslim, ”
Imam Abu Hanifah
dikenal sebagai terdepan dalam “ahlu ra’y”, ulama yang baik dalam penggunaan
logika sebagai dalil. Beliau adalah ahli fiqh dari penduduk Irak. Di samping
sebagai ulama fiqh, Abu Hanifah berprofesi sebagai pedagang kain di Kufah.
Tentang kredibelitasnya sebagai ahli fiqh, Imam Syafi’i mengatakan, ”Dalam
fiqh, manusia bergantung kepada Abu Hanifah, ”. Imam Abu Hanifah menimba ilmu
hadis dan fiqh dari banyak ulama terkenal. Untuk fiqh, selama 18 tahun beliau
berguru kepada Hammad bin Abu Sulaiman, murid Ibrahim An Nakha’i. Abu Hanifah
sangat selektif dalam menerima hadis dan lebih banyak menggunakan Qiyas dan
Istihsan. Dasar madzhab Imam Abu Hanifah adalah; Al-Quran, As Sunnah, Ijma’,
Qiyas, Istihsan. Dalam ilmu akidah Imam Abu Hanifah memiliki buku berjudul
“Kitabul fiqhul akbar” (fiqh terbesar; akidah).
Beberapa murid
Imam Abu Hanifah yang terkenal:
Abu Yusuf Ya’qub
bin Ibrahim dari Kufah (113 – 182 H). Beliu menjadi hakim agung di masa
Khalifah Harun Al-Rasyid. Beliau juga sebagai mujtahid mutlak (mujtahid yang
menguasai seluruh disiplin ilmu fiqh).
Muhammad bin
Hasan Asy Syaibani (132 – 189 H). Lahir di Damaskus (Syuriah) dan besar di
Kufah dan menimbah ilmu di Baghdad. Pernah menimba ilmu kepada Abu Hanifah,
kemudian Abu Yusuf. Pernah menimba ilmu kepada Imam Malik bin Anas. Ia juga
termasuk mujtahid mutlak. Ia menulis kitab “dlahirur riwayah” sebagai pegangan
madzhab Abu Hanifah.
Abu Hudzail Zufar
bin Hudzail bin Qais (110 – 158 H) ia juga sebagai mujtahid mutlak.
Hasan bin Ziyad
Al-Lu’lu’iy (w 204 H). Dalam urusan fiqh beliau belum mencapai Abu Hanifah dan
dua muridnya.
2. Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi (93 – 179 H)
Beliau adalah pendiri madzhab Maliki. Beliau adalah Imam
penduduk Madinah dalam urusan fiqh dan hadis setelah Tabi’in. Beliau dilahirkan
di masa Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dan meninggal di masa khalifah
Al-Rasyid di Madinah. Beliau tidak pernah melakukan perjalanan keluar dari
Madinah ke wilayah lain. Sebagaimana Abu Hanifah, Imam Malik juga hidup dalam
dua masa pemerintahan Daulah Umawiyah dan Abbasiyah. Di masa dua Imam besar inilah, kekuasaan
pemerintahan Islam meluas hingga Samudra Pasifik di barat dan hingga Cina di
timur, bahkan ke jantung Eropa dengan dibukanya Andalusia.
Imam Malik
berguru kepada ulama Madinah. Dalam jangka cukup panjang beliau mulazamah
(berguru langsung) kepada Abdur Rahman Hurmuz. Beliau juga menimba ilmu kepada
Nafi’ maula Ibnu Umar, Ibnu Syihab Az Zuhri. Guru fiqh beliu adalah Rabiah bin
Abdur Rahman.
Imam Malik adalah
ahli hadis dan fiqh. Ia memiliki kitab “Al-Muwattha’” yang berisi hadis dan
fiqh. Imam Syafi’i berkata tentangnya, ”Malik adalah guru besarku, darinya aku
menimba ilmu, beliau adalah hujjah antaraku dan Allah. Tak seorang pun yang
lebih banyak memberi ilmu melebihi Malik. Jika disebut ulama-ulama, maka Malik
seperti bintang yang bersinar, ”
Imam Malik
membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As Sunnah (dengan lima rincian
dari masing-masing Al-Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman dlahir,
lafadl umum, mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’,
Qiyas, Amal ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat,
Istihsan, Saddudzarai’, muraatul khilaf, Istishab, maslahah mursalah, syaru man
qablana (syariat nabi terdahulu).
Murid Imam Malik
tersebar di Mesir, utara Afrika, dan Andalus. Di antara mereka adalah Abu
Abdillah; Abdur Rahman bin Al-Qasim (w 191 H) ia dikenal murid paling mumpuni
tentang madzhab Malik dan paling dipercaya. Ia juga yang mentashih kitab
pegangan madzhab ini “Al-Mudawwnah”. Murid Imam Malik lainnya adalah Abu
Muhammad (125 – 197 H) ia menyebarkan madzhabnya di Mesir, Asyhab bin Abdul
Aziz, Abu Muhammad; Abdullah bin Abdul Hakam, Muhammad bin Abdullah bon Abdul
Hakam, Muhammad bin Ibrahim. Murid Imam Malik dari wilayah Maroko; Abul Hasan;
Ali bin Ziyad, Abu Abdillah, Asad bin Furat, Yahya bin Yahya, Sahnun; Abdus
Salam dll.
3. Muhammad bin
Idris Asy Syafi’i (150 – 204 H)
Beliau adalah
pendiri madzhab Syafi’i. Dipanggil Abu Abdullah. Nama aslinya Muhammad bin
Idris. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah saw. pada kakek beliau Abdu
Manaf. Beliau dilahirkan di Gaza Palestina (Syam) tahun 150 H, tahun wafatnya
Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Setelah ayah Imam
Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah,
tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak
kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra
sampai-sampai Al-Ashma’i berkata, ”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari
seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris, ” Imam Syafi’i
adalah imam bahasa Arab.
Di Mekah, Imam
Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga
ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Kemudian beliau
pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Beliau mengaji
kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i
meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya,
Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
Imam Syafi’i
kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Kemudian pergi ke Baghdad
(183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Beliau
memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.
Imam Syafi’i
bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195
H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya, ushul
madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis
madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan
menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul
ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu
karangannya adalah “Ar Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab
“Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang
mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli
Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad berkata tentang Imam Syafi’i, ”Beliau
adalah orang yang paling faqih dalam Al-Quran dan As Sunnah, ” “Tidak seorang
pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) melainkan Allah memberinya di
‘leher’ Syafi’i, ”. Thasy Kubri mengatakan di Miftahus sa’adah, ”Ulama ahli
fiqh, ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa
Syafi’i memiliki sifat amanah (dipercaya), ‘adaalah (kredibilitas agama dan
moral), zuhud, wara’, takwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya
yang tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja masih
kurang lengkap, ”
Dasar madzhabnya:
Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat
karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil
Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak
maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan,
”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat, ”.
Penduduk Baghdad mengatakan, ”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah (pembela
sunnah), ”
Kitab “Al-Hujjah”
yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin
Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i.
Sementara kitab
“Al-Umm” sebagai madzhab yang baru Imam Syafi’i diriwayatkan oleh pengikutnya
di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i
mengatakan tentang madzhabnya, ”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan
perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di
belakang tembok, ”
4. Ahmad bin
Hanbal Asy Syaibani (164 – 241 H)
Beliu adalah
pendiri madzhab Hanbali. Beliau dipanggil Abu Abdillah. Nama aslinya Ahmad bin
Hanbal bin Hilal bin Asad Adz Dzhali Asy Syaibani. Dilahirkan di Baghdad dan
tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki
pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah,
Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau berguru
kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak
mustaqil. Gurunya sangat hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan
menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada
Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari (104 – 183 H).
Imam Ahmad adalah
seorang pakar hadis dan fiqh. Ibrahim Al-Harbi berkata tentangnya, ”Saya
melihat Ahmad seakan Allah menghimpun baginya ilmu orang-orang terdahulu dan
orang belakangan, ” Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir,
”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang
paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal (Imam Ahmad), ”
Di masa hidupnya,
di zaman khalifah Al-Makmum, Al-Mu’tasim da Al-Watsiq, Imam Ahmad merasakan
ujian siksaan dan penjara karena mempertahankan kebenaran tentang “Al-Quran
kalamullah” (firman dan perkataan Allah), ia dipaksa untuk mengubahnya bahwa
Al-Quran adalah makhluk (ciptaan Allah). Namun beliau menghadapinya dengan
kesabaran membaja seperti para nabi. Ibnu Al-Madani mengatakan, ”Sesungguhnya
Allah memuliakan Islam dengan dua orang laki-laki; Abu Bakar di saat terjadi peristiwa
riddah (banyak orang murtad menyusul wafatnya Rasulullah saw.) dan Ibnu Hambal
di saat peristiwa ujian khalqul quran (ciptaan Allah), ”. Bisyr Al-Hafi
mengatakan, ”Sesungguhnya Ahmad memiliki maqam para nabi, ”
Dasar madzhab
Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab,
Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad tidak
mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya
madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain.
Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih
hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis
mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil
atau munkar.
Di antara murid
Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal (w 266 H) anak terbesar Imam Ahmad,
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (213 – 290 H). Shalih bin Ahmad lebih menguasai
fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram
dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad (w 273 H), Abdul Malik
bin Abdul Hamid bin Mihran (w 274 H), Abu Bakr Al-Khallal (w 311 H), Abul Qasim
(w 334 H) yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab
Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu
Qudamah.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment