Minggu, 23/08/2009 16:24 WIB Cetak |
Kirim |
RSS Sesungguhnya Allah 'Azza
wa Jalla telah menetapkan sunnah Nabi secara adil, (untuk) memusnahkan
penyimpangan orang-orang sesat dari sunnah, dan mematahkan takwilan para
pendusta dari sunnah dan menyingkap kepalsuan para pemalsu Sunnah. Sejak
bertahun-tahun sunnah telah tercampur dengan hadits- hadits dhaif, dusta,
diada-adakan atau lainnya. Hal ini telah diterangkan oleh para imam
terdahulu dan ulama salaf dengan penjelasan dan keterangan yang sempurna.
Kami menilai perlunya dibawakan pasal ini pada kitab
kami, karena adanya sesuatu yang teramat penting yang tidak diragukan lagi
sebagai peringatan bagi manusia, dan sebagai penegasan terhadap kebenaran, maka
kami katakan:
Sesungguhnya
Allah 'Azza wa Jalla telah menetapkan sunnah Nabi secara adil, (untuk)
memusnahkan penyimpangan orang-orang sesat dari sunnah, dan mematahkan takwilan
para pendusta dari sunnah dan menyingkap kepalsuan para pemalsu Sunnah. Sejak
bertahun-tahun sunnah telah tercampur dengan hadits- hadits dhaif, dusta,
diada-adakan atau lainnya. Hal ini telah diterangkan oleh para imam terdahulu
dan ulama salaf dengan penjelasan dan keterangan yang sempurna.
Orang yang
melihat dunia para penulis dan para pemberi nasehat akan melihat bahwa mereka
-kecuali yang diberi rahmat oleh Allah- tidak memperdulikan masalah yang mulia
ini walaupun sedikit perhatianpun, walaupun banyak sumber ilmu yang memuat
keterangan yang shahih yang menyingkap yang bathil. Maksud kami bukan membahas
dengan detail masalah ini, serta pengaruh yang akan terjadi pada ilmu dan
manusia, tapi akan kita cukupkan sebagian contoh yang baru masuk dan mashyur di
kalangan manusia dengan sangat masyhurnya, hingga tidaklah engkau membaca
makalah atau mendengar nasehat kecuali hadits-hadits ini -sangat disesalkan-
menduduki kedudukan yang tinggi. (Ini semua) sebagai pengamalan hadits: “Sampaikanlah
dariku walaupun satu ayat…” (riwayat Bukhari 6/361), dan sabda beliau: “Agama
itu nasehat…”(riwayat Muslim no.55)
Maka kami
katakan wabillahi taufiq:
Sesungguhnya
hadits-hadits yang tersebar di masyarakat banyak sekali, hingga mereka hampir
tidak pernah menyebutkan hadits shahih -walau banyak- yang bisa menghentikan
mereka dari menyebut hadits dhaif. Semoga Allah merahmati Al Imam Abdullah bin
Mubarak yang mengatakan: “(Menyebutkan) hadits shahih itu menyibukkan (diri)
dari yang dhaifnya.” Jadikanlah imam ini sebagai suri tauladan kita, jadikanlah
ilmu shahih yang telah tersaring sebagai jalan (hidup) kita.
Dan (yang
termasuk) dari hadits-hadits yang tersebar digunakan (sebagai dalil) di
kalangan manusia pada bulan Ramadhan diantaranya:
1. “Kalaulah seandainya kaum
muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan
berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi
untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya…” Hingga akhir hadits ini.
Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1886) dan Ibnul Jauzi di dalam Kitabul
Mauduat (2/188-189) dan Abul Ya'la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al
Muthalibul 'Aaliyah (Bab/A-B/ tulisan tangan) dari jalan Jabir bin Burdah dari
Abu Mas'ud Al Ghifari.
Hadits ini
maudhu' (palsu), penyakitnya pada Jabir bin Ayyub, biografinya ada pada Ibnu
Hajar di dalam Lisanul Mizan (2/101) dan beliau berkata: “Masyhur dengan
kelemahannya.” Juga dinukilkan perkataan Abu Nu'aim, “Dia suka memalsukan
hadits,” dan Bukhari, berkata, “Mungkarul hadits” dan dari An Nasa'i, “matruk
(ditinggalkan) haditsnya.”
Ibnul Jauzi
menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, dan ibnu Khuzaimah berkata serta
meriwayatkannya, “Jika haditsnya shahih, karena dalam hatiku ada keraguan pada
Jarir bin Ayyub Al Bajali.”
2. “Wahai manusia, sungguh bulan
yang agung telah (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam
yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu)
sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah.
Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan)
suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara wajib pada bulan
yang lain…. Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan
akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka…” sampai selesai.
Hadits ini
juga panjang, kami cukupkan dengan membawakan perkataan ulama yang paling
masyhur. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dan Al Muhamili di
dalam Amalinya (293) dan Al Ashbahani dalam At Targhib (q/178, tulisan tangan)
dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari Sa'id bin Al Musayyib dari Salman.
Hadits ini
sanadnya dhaif, karena lemahnya Ali bin Zaid, berkata Ibnu Sa'ad, “Di dalamnya
ada kelemahan dan jangan berhujjah dengannya,” berkata Imam Ahmad bin Hanbal,
“Tidak kuat,” berkata Ibnu Ma'in, “Dhaif” berkata Ibnu Abi khaitsamah, “Lemah
di segala penjuru,” dan, berkata Ibnu Khuzaimah, “Jangan berhujjah dengan
hadits ini, karena jelek hafalannya.”
Demikianlah
di dalam Tahdizbut Tahdzib (7/322-323). Dan Ibnu Khuzaimah berkata setelah
meriwayatkan hadits ini, “Jika benar kabarnya.” Berkata Ibnu Hajar di dalam Al
Athraf, “Sumbernya pada Ali bin Zaid bin Jad'an, dan dia lemah,” sebagaimana
hal ini dinukilkan oleh Imam As Suyuthi di dalam Jam'ul Jawami' (no.
23714-tertib urutannya).
Dan Ibnu Abi
Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Illalul Hadits (1/249), “Hadits yang
mungkar.”
3. “Berpuasalah, niscaya
kalian akan sehat.”
Hadits
tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam Al Kamil
(7/2521) dari jalan Nahsyal bin Sa'id, dari Ad Dhahhak dari ibnu Abbas. Nahsyal termasuk yang ditinggal
(karena) dia pendusta dan Ad Dhahhak tidak mendengarkan dari ibnu Abbas. Diriwayatkan
oleh At Thabrani di dalam Al Ausath (1/q 69/ Al Majma'ul Bahrain) dan Abu
Nu'aim di dalam Ath Thibun Nabawiy dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi
Daud, dari Zuhair bin muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih dari Abi hurairah. Dan sanad hadits ini lemah.
Berkata Abu
Bakar Al Atsram, “Aku mendengar Imam Ahmad -dan beliau menyebutkan riwayat
orang-orang Syam dari Zuhair bin muhammad- berkata, “Mereka meriwayatkan
darinya (Zuhair -pent) beberapa hadits mereka (orang-orang Syam- pent) yang
dhaif itu,” Ibnu Abi Hatim berkata, “Hafalannya jelek dan hadits dia dari Syam
lebih mungkar daripada haditsnya (yang berasal) dari Irak, karena jeleknya
hafalan dia.” Al Ajalaiy berkata, “Hadits-hadits yang mereka riwayatkan dari
ahli Syam ini tidak membuatku kagum,” demikianlah yang terdapat pada Tahdzibul
Kamal (9/427).
Aku katakan:
dan Muhammad bin Sulaiaman Syaami, biografinya (disebutkan) pada Tarikh
Damasqus (15/q386-tulisan tangan) maka riwayatnya dari Zuhair sebagaiman
dinaskhkan oleh para Imam adalah mungkar, dan hadits ini darinya.
Tidak
menutup kemungkinan bahwa sebagian hadits-hadits ini memiliki makna- makna yang
benar, yang sesuai dengan syari'at kita yang lurus baik dari Al Qur'an maupun
Sunnah, akan tetapi (hadits-hadits ini) sendiri tidak boleh kita sandarkan
kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam, dan terlebih lagi -segala puji
hanya bagi Allah- umat ini telah Allah khususkan dengan sanad dibandingkan
dengan umat-umat yang lain. Dengan sanad ini dapat diketahui mana hadits yang dapat
diterima dan mana yang harus ditolak, membedakan yang shahih dari yang jelek.
Ilmu sanad adalah ilmu yang paling rumit, telah benar dan baik orang yang
menamainya (yakni Al Isnad) adalah: “Ucapan yang dinukil dan neraca pembenaran
khabar.”
Mudah-mudahan
Allah memberi rizki pada kami kebaikannya. Wahai saudaraku yang haus akan
ketaatan kepada Allah, inilah sifat puasa Nabi dihadapanmu. Dan inilah
petunjuknya dalam puasa Ramadhan, bersegeralah kepada kebaikan.
Wasubhaanakallahu
wa bihamdika, asyhadu anlaa ilaha illa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaika.
Sumber : Ikhtisar
Shifati Shaumin Nabiyyi SAW Fii Ramadhan
Oleh :
Syaikh Salim bin 'Id Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
No comments:
Post a Comment