Kamis, 15 Mar 07
10:39 WIB
Kirim Pertanyaan | Kirim teman
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Ustadz, saya ada pertanyaan, bagaimana hukumnya
orangyanggadai sawah dengan uang. Semisal
seperti ini.
Si A = Yg punya
Sawah
Si B = Yg punya
uang
Karena si A
sedang butuh uang yang mendadak dan jumlahnya sangat besar, tapi dia mempunyai
sawahy ang luasnya tidak seberapa. Kebetulan si B punya uang, sehingga si A
ingin menggadaikan sawahnya kepada si B, dengan ketentuan:
1) si A dapat
uang dari Si B yang memang jumlahnya tidak sesuai dengan luas sawah (jumlah
uang lebih besar dari harga sawah)
2) si B berhak
menggarap sawah si A, dan hasilnya untuk si B
3) ketika waktu
kesepakatan gadai selesai, si A harus mengembalikan uangyangbesarnya sama
ketika si A menerima dari si B. Dan hak garap sawah si B pun tidak ada lagi
(artinya Hak sawah dikembalikan ke si A)
4) Kalau ternyata
SI A tidak punya uang ketika waktu kesepakatan gadai habis, maka kesepakatan
gadai diperpanjang lagi sampai si A mempunyai uang untuk mengambil barang
gadaiannya (sawahnya)
Mungkin seperti
itu, syukron atas jawabannya
Wassalam
Wahyonowahyono at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dalam hukum gadai (rahn), para ulama memiliki beberapa hukum
yang disepakati dan beberapa bagian lain yang tidak disepakati.
Para ulama sepakat bahwa
pada hakikatnya akad gadai adalah akad istitsaq (jaminan atas sebuah
kepercayaan kedua belah pihak), bukan akad untuk mendapat keuntungan atau
bersifat komersil. Sehingga mereka
sepakat bahwa seorang yang sedang menghutangkan uangnya dan menerima titipan
harta gadai, tidak boleh memanfaatkan harta itu.
Namun mereka
berbeda pendapat, apabila pihak yang sedang berhutang dan menitipkan hartanya
sebagai jaminan memberi izin dan membolehkan hartanya itu dimanfaatkan.
1. Pendapat
Jumhur Ulama Selain Hanafiyah
Umumnya para
ulama selain ulama Hanafiyah mengharamkan pihak yang ketitipan harta gadai
untuk memanfatkan harta gadai yang sedang dititipkan oleh pemiliknya. Baik
dengan izin pemilik apalagi tanpa izinnya.
Dalilnya adalah
sabda Rasulullah SAW
كلُّ قرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فهوَ رِبًا
Rasulullah SAW
bersabda, "Semua pinjaman yang melaihrkan manfaat, maka hukumnya
riba."
Kalau menggunakan
pendapat jumhur ulama, seperti Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah,
maka bila ada seorang berhutang uang dengan menggadaikan sawahnya, maka sawah
itu tidak boleh diambil manfaatnya. Tidak boleh ditanami dan tidak boleh
dipetik hasilnya oleh pihak yang menerima gadai. Baik dengan izin pemilik sawah
atau pun tanpa izinnya.
2. Pendapat
Hanafiyah
Sedangkan menurut
pendapat kalangan mahzab Al-Hanafiyah, hukumnya boleh. Selama ada izin dari
pemilik harta yang digadaikan itu.
Landasan syariah
atas kebolehannya itu adalah logika kepemilikan. Bila orang yang memiilki harta
itu sudah membolehkannya, maka mengapa harus diharamkan. Bukankah yang berhak
untuk mengambil manfaat adalah pemilik harta? Dan kalau pemilik harta sudah
memberi izin, kenapa pula harus dilarang?
Dengan demikian,
sebagian jawaban atas pertanyaan anda sudah terjawab. Ada ulama yang
membolehkan sawah itu untuk digarap pihak yang meminjamkah uang, namun umumnya
ulama malah mengharamkannya.
Dan kalau kita
mengikuti pendapat ulama kalangan Al-Hanafiyah, maka sistem gadai sawah seperti
ini hukumnya boleh dan tetap berlaku selama salah satu pihak belum
membatalkannya. Atau menjadi batal saat pihak pemilik sawah tidak mengizinkan
sawahnya digarap.
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment