1. Pengertian Tasawwuf
Tasawwuf dari segi bahasa ada yang mengatakan berasal dari akar kata Shafia
yang berarti bersih atau suci. Ada juga yang mengatakan berasal dari akar kata
shuff yang berarti wol, jenis bahan pakaian yang terbuat dari bulu domba. Konon
para shufi pada masa lalu banyak yang menggunakan pakaian dari jenis ini. Dan
banyak lagi yang menghubungkannya dengan makna lainnya.
Tasawuf dalam bentuk istilah baku memang belum dikenal pada zaman Nabi
Muhammad SAW. Istilah ini lahir beberapa abad pasca masa hidup RAsulullah SAW.
Namun bila ditilik dari sisi esensi dan tujuan, maka bisa dikatakan bahwa
tashawwuf adalah suatu cara orang untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
kebersihan hati serta menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau keduniaan.
Dengan pengertian seperti ini maka dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW dan
para shahabat adalah para shufi yang selalu mendekatkan diri pada Allah SWT
dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Memang dalam fenomena sejarah sering kita dapati para penganut paham
tasawuf menggunakan bermacam-macam cara dan metoda dalam melangkah. Dan harus
kita terima kenyataan bahwa sebagai ndari jalan yang diambil itu ada yang tidak
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Baginda Nabi SAW. Sebagaimana banyak pula
dari mereka yang tetap berjalan di atas jalan yang lurus dan selamat dari
hal-hal dilarang.
2. Contoh Aktifitas Tasawwuf Yang
Bertentangan Dengan Syariat:
a. Dalam masalah Aqidah dan Keimanan
Dalam keyakinannya mereka terkadang menyalahi aqidah dan ketetapan yang
qath`i yang berasal dari Al-Quran dan Sunnah. Seperti keyakian bahwa bila telah
mencapai tingkat ma`rifat (tingkatan yang tinggi) dalam pandangan mereka, maka
seseorang tidak perlu lagi menjalankan syariat. Dia tidak perlu melakukan
shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Mereka berkeyakinan manusia yang
telah mencapai derajat itu sudah bebas tugas dari Allah. Ini adalah paham yang
salah dan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena Allah SWT berfirman:
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.(QS. Al-Hasyr: 7)
b. Dalam masalah pandangan sempit
pada Islam
Yang termasuk dalam kesalahan para pengikut tasawwuf adalah isolasi
(memutuskan kontak) terhadap masalah sosial dan kerjanya hanya berzikir di
dalam masjid. Mereka tidak bekerja mencari nafkah, tidak mencari ilmu, tidak
berdakwah, tidak berjihad dan tidak menolong fakir miskin. Alasan mereka bahwa
semua itu adalah aktifitas keduniaan semata. Padahal Islam adalah agama yang
sangat memperhatikan hubungan sosial bahkan mewajibkan bekerja karena kerja
mencari nafkah adalah ibadah.
Allah berfirman:
Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung. (QS. Al-Jumuah: 10)
Islam mencakup semua aspek kehidupan baik pribadi, keluarga, masyarakat,
ekonomi, politik, perang bahkan mengatur negara. Islam adalah agama sekaligus
negara. Rasulullah SAW adalah seorang Nabi, pemimpin masyarakat, ahli ekonomi,
ahli tata negara, panglima perang, sekaligus juga seorang pendidik dan ayah
teladan bagi anak-anaknya. Beliau bekerja mencari nafkah, melakukan aktifitas
sosial dan transaksi perdagangan bahkan memimpin penyerbuan dalam perang.
Bila pandangan sebagian pengikut tasawwuf seperti ini, berarti mereka telah
beriman pada sebagian ayat dan mengingkari ayat yang lain, persis sebagaiman
Bani Israil melakukannya. Karena Al-Quran sendiri mengatur seluruh sisi
kehidupan manusia.
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap
sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat
mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kamu perbuat.(QS AL-Baqarah: 85)
c. Dalam masalah Tata Cara
Dalam mendekatkan diri kepada Allah, ada di antara mereka yang melakukan
tari-tarian dan gerakan badan yang pada titik tertentu seperti orang kesurupan,
melafalkan kalimat-kalimat aneh yang tidak diajarkan oleh Nabi, bahkan
terkadang meminum khamar dan cara-cara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya.
Dengan cara itu mereka beranggapan telah sampai dan bertemu dengan Allah,
padahal mereka telah ditipu oleh Syetan. Atau ada yang melakukan jenis ibadah
tertentu seperti puasa wishal (bersambung) yang telah diharamkan, atau
mengharamkan jenis makanan tertentu yang Allah halalkan dan sebaliknya.
Firman Allah SWT:
Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka,
lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah
orang-orang yang berpandangan tajam. (QS. Al-Ankabut - 28)
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka.
Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada
mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS Al-An`am: 108)
Arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian rohaniah,
ubudiah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan itu. Agama-agama di
dunia ini banyak sekali yang menganut berbagai macam tasawuf, di antaranya ada
sebagian orang India yang amat fakir. Mereka condong menyiksa diri sendiri demi
membersihkan jiwa dan meningkatkan amal ibadatnya. Dalam agama Kristen terdapat
aliran tasawuf khususnya bagi para pendeta. Di Yunani muncul aliran Ruwagiyin.
Di Persia ada aliran yang bernama Mani'; dan di negeri-negeri lainnya banyak
aliran ekstrim di bidang rohaniah.Â
Kemudian Islam datang dengan membawa perimbangan yang paling baik di antara
kehidupan rohaniah dan jasmaniah serta penggunaan akal. Maka, insan itu
sebagaimana digambarkan oleh agama, yaitu terdiri dari tiga unsur: roh, akal
dan jasad. Masing-masing dari tiga unsur itu diberi hak sesuai dengan
kebutuhannya. Ketika Nabi saw. melihat salah satu sahabatnya berlebih-lebihan
dalam salah satu sisi, sahabat itu segera ditegur. Sebagaimana yang terjadi
pada Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berpuasa terus menerus tidak pernah berbuka,
sepanjang malam beribadat, tidak pernah tidur, serta meninggalkan isteri dan
kewajibannya.
Lalu Nabi saw. menegurnya dengan sabdanya, "Wahai Abdullah,
sesungguhnya bagi dirimu ada hak (untuk tidur), bagi isteri dan keluargamu ada
hak (untuk bergaul), dan bagi jasadmu ada hak. Maka, masing-masing ada
haknya." Ketika sebagian dari para sahabat Nabi saw. bertanya kepada
isteri-isteri Rasul saw. mengenai ibadat beliau yang luar biasa. Mereka (para
isteri Rasulullah) menjawab, "Kami amat jauh daripada Nabi saw. yang
dosanya telah diampuni oleh Allah swt, baik dosa yang telah lampau maupun dosa
yang belum dilakukannya." Kemudian salah seorang di antara mereka berkata,
"Aku akan beribadat sepanjang malam." Sedang yang lainnya mengatakan,
"Aku tidak akan menikah." Kemudian hal itu sampai terdengar oleh
Rasulullah saw, lalu mereka dipanggil dan Rasulullah saw. berbicara di hadapan
mereka.
Sabda beliau, "Sesungguhnya aku ini lebih mengetahui daripada kamu
akan makrifat Allah dan aku lebih takut kepada-Nya daripada kamu; tetapi aku
bangun, tidur, berpuasa, berbuka, menikah, dan sebagainya; semua itu adalah
sunnah Barangsiapa yang tidak senang dengan sunnahku ini, maka ia tidak
termasuk golonganku." Karenanya, Islam melarang melakukan hal-hal yang
berlebih-lebihan dan mengharuskan mengisi tiap-tiap waktu luang dengan hal-hal
yang membawa manfaat, serta menghayati setiap bagian dalam hidup ini. Munculnya
sufi-sufi di saat kaum Muslimin umumnya terpengaruh pada dunia yang datang kepada
mereka, dan terbawa pada pola pikir yang mendasarkan semua masalah dengan
pertimbangan logika. Hal itu terjadi setelah masuknya negara-negara lain di
bawah kekuasaan mereka.
Berkembangnya ekonomi dan bertambahnya pendapatan masyarakat, mengakibatkan
mereka terseret jauh dari apa yang dikehendaki oleh Islam yang sebenarnya (jauh
dari tuntutan Islam). Iman dan ilmu agama menjadi falsafah dan ilmu kalam
(perdebatan); dan banyak dari ulama-ulama fiqih yang tidak lagi memperhatikan
hakikat dari segi ibadat rohani. Mereka hanya memperhatikan dari segi lahirnya
saja. Sekarang ini, muncul golongan sufi yang dapat mengisi kekosongan pada
jiwa masyarakat dengan akhlak dan sifat-sifat yang luhur serta ikhlas. Hakikat
dari Islam dan iman, semuanya hampir menjadi perhatian dan kegiatan dari kaum
sufi.
Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis
yang telah ditetapkan oleh Al-Qur, an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai
pikiran dan praktik yang menyimpang, baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak
orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan
lalim kembali bertobat karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan
pada dunia Islam, yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama
di bidang makrifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam rohani, semua itu
tidak dapat diingkari.
Tetapi, banyak pula di antara orang-orang sufi itu terlampau mendalami
tasawuf hingga ada yang menyimpang dari jalan yang lurus dan mempraktikkan
teori di luar Islam, ini yang dinamakan Sathahat orang-orang sufi; atau
perasaan yang halus dijadikan sumber hukum mereka. Pandangan mereka dalam
masalah pendidikan, di antaranya ialah seorang murid di hadapan gurunya harus
tunduk patuh ibarat mayat di tengah-tengah orang yang memandikannya.
Banyak dari golongan Ahlus Sunnah dan ulama salaf yang menjalankan tasawuf,
sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur'an; dan banyak pula yang berusaha meluruskan
dan mempertimbangkannya dengan timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Di antaranya
ialah Al-Imam Ibnul Qayyim yang menulis sebuah buku yang berjudul,
"Madaarijus-Saalikin ilaa Manaazilus-Saairiin, " yang artinya
"Tangga bagi Perjalanan Menuju ke Tempat Tujuan." Dalam buku tersebut
diterangkan mengenai ilmu tasawuf, terutama di bidang akhlak, sebagaimana buku
kecil karangan Syaikhul Islam Ismail Al-Harawi Al-Hanbali, yang menafsirkan
dari Surat Al-Fatihah, "Iyyaaka na'budu waiyyaaka nastaiin."
Kitab tersebut adalah kitab yang paling baik bagi pembaca yang ingin
mengetahui masalah tasawuf secara mendalam. Sesungguhnya, tiap-tiap manusia
boleh memakai pandangannya dan boleh tidak memakainya, kecuali ketetapan dan
hukum-hukum dari kitab Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw. Kita dapat
mengambil dari ilmu para sufi pada bagian yang murni dan jelas, misalnya
ketaatan kepada Allah swt, cinta kepada sesama makhluk, makrifat akan
kekurangan yang ada pada diri sendiri, mengetahui tipu muslihat dari setan dan
pencegahannya, serta perhatian mereka dalam meningkatkan jiwa ke tingkat yang
murni.
Di samping itu, menjauhi hal-hal yang menyimpang dan terlampau
berlebih-lebihan, sebagaimana diterangkan oleh tokoh sufi yang terkenal, yaitu
Al-Imam Al-Ghazali. Melalui ulama ini, dapat kami ketahui tentang banyak hal,
terutama ilmu akhlak, penyakit jiwa dan pengobatannya.
Kesimpulan:
Tasawwuf memiliki tujuan
yang baik yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun tasawwuf tidak
boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Quran dan
As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman atau pun tata cara yang dilakukan.
Tidak semua tasawwuf bid`ah
dan sesat, selama tasawwuf itu berpegang pada dasar syariat yang benar.
No comments:
Post a Comment