www.eramuslim.com
Semakin hari
semakin tinggi tingkat perceraian di Indonesia. Jumlah angka perceraian yang
terdata di Pengadilan Agama, bagai angka deret ukur. Semakin modern kehidupan
dalam konotasi sekuler angka perceraian dalam keluarga, terus bertambah dengan
drastis. Sekarang, justru menjadi sebuah kecenderungan baru, di mana isteri
meminta cerai dari suaminya alias khulu’.
Misalnya, ada
seorang isteri yang tiba-tiba meminta cerai suaminya, sesudah menikah selama
lima belas tahun, dan dikaruniai empat orang anak. Bahkan ada seorang wanita
yang meminta cerai kepada suaminya, padahal keduanya sudah menikah hampir dua
puluh tahun lebih, dan dikaruniai enam orang anak. Tanpa sebab yang jelas.
Ada karena
meminta khulu’ n itu justeru saat suaminya, terkena PHK, yang sebelumnya
menjadi seorang menejer, dan gajinya puluhan juta rupiah. “Entahlah aku
tiba-tiba kehilangan feeling terhadap suamiku. Jika aku berhubungan badan
dengan suamiku menjadi sangat takut, seperti mau diperkosa”, ucap wanita itu.
Tetapi, ada pula suaminya tetap memiliki penghasilan, dan menjadi pimpinan
sebuah perusahaan, tetapi hanya berkurangnya intensitas komunikasi, kemudian
isterinya meminta khulu’.
Betapa banyak
sekarang ini wanita-wanita yang tiba-tiba kehilangan ‘feeling’ terhadap
suaminya, dan merasa tidak ‘in’ lagi, dingin, dan serta-merta meminta cerai,
tanpa mempertimbangkan anak-anak mereka. Padahal, sebelumnya mereka merupakan
pasangan yang kelihatan serasi dan harmonis. Justru bertindak diluar dugaan,
isterinya yang mula-mula hormat, mencintai, dan tulus, tiba-tiba meminta khulu’
terhadap suaminya.
Kehidupan
keluarga dan rumah tangga, dikalangan masyarakat modern, terutama di perkotaan,
cenderungan mengalami anomali dari sisi hubungan suami-isteri. Intensitas
hubungan yang kurang, dan kadang-kadang hanya melalui dunia maya, atau handphone
menyebabkan mereka menjadi sangat rentan dan melakukan tindakan yang sifatnya
emonsional, dan tanpa mempertimbangkan akibat-akibatn ya. Terutama bagi masa
depan anak-anak mereka. Mereka dengan sangat mudah minta khulu’ kepada
suaminya.
Adanya ketidak
kepercayaan ‘distrust’ dikalangan wanita terhadap suaminya terus-menerus
meningkat, sekalipun angka-angkanya jumlahnya belum dapat dipastikan. Wanita
yang kelihatan mencintai suaminya, diekpresikan dengan ungkapan dan lantunan
kata yang indah, serta terkadang membuat haru, tapi ujungnya wanita itu
melakukan selingkuh dengan laki-laki lain. Meninggalkan suaminya. Padahal,
suaminya tidak kurang suatu apa, sehat secara pisik, dan memiliki penampilan
yang memadai, kecerdasan, dan penghasilan. Inilah tragedi masyarakat modern.
Apalagi
wanita-wanita yang telah memiliki penghasilan sendiri, dan merasa lebih tinggi,
sulit untuk dapat menghormati suaminya, dan memberikan penghargaan suaminya
dengan tulus. Justru yang sering terjadi meremehkan, bahkan tidak jarang-jarang
membanding-bandingkan suaminya dengan laki-laki lainnya, yang menjadi temannya.
Wanita-wanita
yang seperti ini, menurut Tsauban RA, mengatakan bahwa Rasulullah Shallahu
Alaihi Wa Salam, bersabda, “Para wanita yang menuntut cerai adalah para wanita
munafik” . (HR.Tirmidzi). Namun, yang dimaksud dengan munafik itu, menurut
As-Sundi, dalam ‘Ala Musnad, dalam hadist tersebut adalah munafik
amali,bukanlah munafik I’tiqadi (keyakinan). Perbuatan seperti itu tidak layak
dilakukan oleh seorang wanita mukminah dan hanya dilakukan oleh para wanita
munafiqah.
Sekalipun
perbuatan meminta khulu’ itu tergolong sebagai keputusan yang dibolehkan, jika
benar-benar sudah tidak ada lagi solusi, yang memadai ketika seorang isteri
merasa di zalimi suaminya, atau dirugikan dalam berbagai segi oleh suaminya.
Meskipun,
tindakan khulu’ itu tergolong perbuatan munafik amali bukan I’tiqadi, tetapi
sudah termasuk penyimpangan,yang dilarang. Mereka yang melakukan khulu’ itu
bagaikan orang-orang yang berduyun-duyun, keluar mengais perniagaan yang tidak
laku di kedalamannya samudera. Mereka berlayar dengan perahu syubhat dan
keraguan-raguan, gelombang khayalan pun berlayar membawa mereka. Mereka dipermainkan oleh ombak dan
badai, kemudian terdampar di pantai kehinaan.
“Mereka itulah orang
yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan
mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. Perumpaan mereka adalah seperti
orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat”. (Al-Baqarah : 16-20).
Sifat nifaq
selalu muncul dari dalam diri manusia, yang menginginkan kehidupan dunia, tanpa
memperhatikan kehidupan di akhirat kelak. Mereka mengejar fata murgana,
mengejar kehidupan dunia, yang menyesatkan diri mereka. Tinggalkan semua yang
menyebabkan jatuhnya diri ke dalam perbuatan yang dapat menimbulkan murkanya
Allah. Khulu’ tanpa alasan adalah tergolong perbuatan nifaq amali’, yang dapat
menjerumuskan pelakunya ke dalam nifaq I’tiqadi. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment