Minggu,
3 Peb 08 09:05 WIB
Assalamu alaikum
Salah seorang teman saya pernah mengatakan bahwa mengadakan
perayaan maulid nabi itu ada haditsnya, bahkan dijanjikan pahala yang besar
bagi mereka yang melaksanakannya.
Adakah ustadz tahu hadits yang manakah itu? Dan seperti apa
kedudukannya? Apakah hadits-haditsi itu bisa diterima? Dari mana sumber hadits
itu?
Terima kasih sebelumnya.
Wassalam
Mintaryono
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Sebagian dari kalangan yang mendukung kegiatan seremoni maulid Nabi SAW terkadang berdalil dengan nash-nash tertentu yang disebut-sebut sebagai hadits. Meski pun keotentikannya masih dipermasalahkan. Di antaranya nash-nash itu adalah:
Sebagian dari kalangan yang mendukung kegiatan seremoni maulid Nabi SAW terkadang berdalil dengan nash-nash tertentu yang disebut-sebut sebagai hadits. Meski pun keotentikannya masih dipermasalahkan. Di antaranya nash-nash itu adalah:
مَنْ أَعْظَمَ مَوْلِدِي كَانَ فيِ الجَنَّةِ مَعيِ
Orang yang mengagungkan
maulidku, maka dia bersamaku di surga
مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فيِ مَوْلِدِي فَكَأَنََّمَا أَنْفَقَ جَبَلاً مِنَ الذَّهَبِ فيِ سَبِيْلِ اللهِ
Orang yang menafkahkan satu
dirhan untuk kepentingan maulidku, maka seperti menafkahkan sebuah gunung yang
terbuat dari emas di jalan Allah.
Klaim Atas Perkataan Shahabat
Bukan hanya klaim atas perkataan nabi Muhammad SAW, tetapi juga
kita menemukan klaim-klaim atas para shahabat Nabi SAW. Beberapa di antaranya
adalah klaim bahwa para khulafa'urrasyidin perah menyebutkan tentang keutamaan
mengadakan maulid nabi dan menafkahkan harta untuk kegiatan itu.
Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah diklaim telah menyebutkan lafadz
berikut ini:
مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فيِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ ص كَانَ رَفِيْقِي فيِ الجَنَّةِ
Orang yang menafkahkan satu
dirham untuk kepentingan maulid Nabi SAW, maka dia akan menjadi temanku di
dalam surga.
Umar bin Al-Khattab juga diklaim telah menyebutkan perkataan di
bawah ini:
مَنْ أَعْظَمَ مَوْلِدِ النَّبِيِّ ص فَقَدْ أَحْيَا الإِسْلاَمَ
Orang yang mengagungkan
maulid nabi SAW maka dia berarti telah menghidupkan agama Islam.
Termasuk juga Utsman bin Affan, beliaujuga dipakai namanya
sebagai orang yang dianggap telah menyebutkan lafadz ini:
مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلىَ قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ ص فِكَأَنَّمَا شَهِدَ يَوْمَ وَقْعَةِ بَدْرٍ وَحُنَيْنٍ
Orang yangmenafkahkan satu
dirham untuk bacaan maulid nabi SAW, maka seolah-olah dia ikut dalam Perang
Badar dan Hunain.
Kalau lafadz ini, ini adalah lafadz yang diklaim sebagai
perkataan Ali bin Abi Thalib:
مَنْ أَعْظَمَ مَوْلِدِ النَّبِيِّ ص لاَ يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ بِالإِيمَانِ
Orang yang mengagungkan
maulid Nabi SAW tidak akan keluar dari dunia ini kecuali denngan iman.
Semua klaim itu tentu saja susah dicari rujukannya. Sebab di
semua kitab hadits yang kita kenal, sama sekali tidak pernah terdapat
lafadz-lafadz di atas.
Klaim Atas Pernyataan Ulama
Ada juga
lafadz yang diklaim sebagai perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i, namun setelah dicari
di berbagai kitab tulisan Imam peletak dasar ilmu ushul fiqih itu, tidak
ditemukan. Lafadz itu adalah:
مَنْ جَمَعَ لِمَوْلِدِ النَّبِيِّ ص إِخْوَانًا وَهَيَّأَ لَهُمْ طَعَامًا وَعَمِلَ إِحْسَانًا بَعَثَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مَعَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَيَكُوْنُ فيِ جّنَّاتٍ نَعِيْم
Orang yang mengumpulkan
saudaranya di saat maulid Nabi SAW, lalu menghidangkan untuk mereka makanan,
serta berbuat ihsan, maka Allah akan bangkitkan dirinya di hari kiamat bersama
para shiddiqin, syuhada’, shalihin dan berada dalam surga An-Na’im.
Juga ada lafadz yang diklaim sebagai perkataan Al-Imam As-Sirri
As-Saqti, seperti ini:
مَنْ قَصَدَ مَوْضِعًا يُقْرَأُ فِيهِ مَوْلِدُ النَّبِيِّ ص فَقَدْ أُعْطِيَ رَوْضَةً فيِ الجَنَّةِ لأَنَّهُ مَا قَصَدَ ذَلِكَ المَوْضِع إِلاَّ لِمَحَبَّتِهِ ص وَقَدْ قَالَ ص: مَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فيِ الجَنَّةِ
Siapa yang mendatangi tempat
dibacakannya maulid Nabi SAW, maka dia akan diberi taman di surga. Karena dia
tidak mendatanginya kecuali karena cinta kepada Nabi SAW. Sedangkan Nabi SAW
bersabda, ”Orang yang cinta padaku maka dia akan bersamaku di surga.
Kedudukan Hadits
Jangan tanya tentang kedudukan hadits-hadits di atas, sebab
kalau kita cari di berbagai kitab hadits, entah itu di kitab Shahih Bukhari,
Muslim, An-Nasai, Ibnu Majah, At-Tirmizy, Abu Daud, atau kitab-kitab hadits
lainnya, Kita tidak pernah mendapatkannya.
Padahal semua perkataan Nabi SAW pasti tercatat dalam kitab
hadits yang mu'tabar. Demikian juga denganpara shahabatnya, semua ungkapan
mereka pasti tercatat dengan baik.
Namun anehnya, lafadz-lafadz yang sejenisnya seperti di atas itu
cukup populer di kalangan sebagian umat Islam. Bahkan dalam setiap kesempatan
ceramah maulid, selalu diulang-ulang oleh para penceramahnya. Seolah-olah memang benar-benar hadits nabi.
Dari
Mana Sumbernya?
Pertanyaan besarnya, bagaimana
lafadz-lafadz yang diklaim sebagai hadits padahal bukan itu bisa begitu
populer? Dari mana asal muasal lafadz-lafadz di atas itu? Kenapa bisa begitu
populer dan banyak dipakai orang?
Jawabannya, kita harus berterus terang
bahwa asalnya memang dari kitab yang sering digunakan di sebagian majelis
taklim dan pesantren tradisional. Kami katakan pada sebagiannya, tidak berarti
semua menggunakannya.
Tepatnya kitab itu adalah kitab Madarijush-Shu'ud. yang menjadi kitab syarah atau penjelasan dari kitab Al-Maulid An-Nabawi karya Al-Imam Al-'Arif As-Sayyid Ja'far, atau yang lebih
dikenal dengan Syeikh Al-Barzanji.
Di kalangan tertentu, kitab ini cukup
populer. Penulisnya memang adalah tokoh besar, bahkan beliau tinggal di Makkah,
namun asalnya dari negeri kita. Beliau adalah Syeikh Nawawi Al-Bantani.
Di dalam kitab susunan beliau itulah kita
dapat menemukan lafadz-lafadz diklaim sebagai hadits nabi atau perkataan para
shahabat nabi, juga perkataan para ulama lainnya.
Dan sayang sekali, semua lafadz itu tidak
satu pun yang dilengkapi sumber rujukan, perawi, apalagi alur sanad. Sehingga
para kritikus hadits tidak bisa melacaknya di kitab-kitab rijalul hadits, atau
di kitab lainnya.
Sementara lafadz-lafadz itu terlanjur
dikutip oleh para kiyai dan ulama di negeri kita. Bahkan akhirnya lafadz itu
menjadi lafadz langganan setiap kali mereka harus berhadapan dengan 'lawan'
yang anti maulid. Sayangnya, lafadz itu akan menjadi otokritik kalau berhadapan
dengan 'lawan' yang mengerti ilmu hadits dan kritiknya. Mungkin lafadz itu bisa
diterima di kalangan awam yang tidak terlalu kritis dalam masalah kritik sanad
hadits.
Siapakah
Syeikh Nawawi Bantani?
Beliau adalah ulama besar abad ke-19 yang
tinggal Makkah, namun beliau asli Indonesia. Kata Al-Bantani merujuk kepada
daerah asalnya, yaitu Banten. Tepatnya Kampung Tanara, Serang, Banten
Beliau adalah anak sulung seorang ulama
Banten. Beliau lahirtahun 1230 Hijrah/1814 Masehidan wafat di Mekah tahun 1314
Hijrah/1897 Masehi.Beliau menuntut ilmuke Mekah sejak usia 15 tahun dan
selanjutnya setelah menerima pelbagai ilmu di Mekah, beliau meneruskan pelajarannya
ke Syam (Syiria) dan Mesir.
Syeikh Nawawi al-Bantani kemudian mengajar
di Masjidil Haram. Setiap kali beliau mengajar, dikelilingi oleh tidak kurang
dua ratus orang. Ini menunjukkan bahwakeulamaan beliau diakui oleh para ulama
di Makkah pada masa itu. Yang menarik, disebutkan bahwa saat mengajar di Masjid
Al-Haram itu, beliau menggunakan dengan bahasa Jawa dan Sunda.
Karena sangat terkenalnya, bahkanbeliau
pernah diundang ke Universitas Al-Azhar, Mesir untuk memberi ceramah atau
fatwa-fatwa pada beberapa perkara yang tertentu.
Syeikh Nawawi termasuk ulama penulis yang
produktif. Hari-harinya digunakan untuk menulis. Beberapa sumber menyebutkan
Syekh Nawawi menulis lebih dari 100 buku, 34 di antaranya masuk dalam
Dictionary of Arabic Printed Books.
Dari sekian banyak bukunya, beberapa di
antaranya antara lain: Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi Ar-Riyadah
al-Badiah, Nurazh Sullam, al-Futuhat al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Tanqih
Al-Qoul, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah
Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus Samad, al-Aqdhu Tsamin,
Uqudul Lijain, Nihayatuz Zain, Mirqatus Su’udit Tashdiq, Tanqihul Qoul, syarah
Kitab Lubabul Hadith, Nashaihul Ibad.
Murid-murid
Syeikh Nawawi
Di antara yang pernah jadi murid beliau
adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) almarhum Kiyai
Haji Hasyim Asy'ari. Juga kiyai Khalil Bangkalan Madura. Juga termasuk kiyai
Machfudh dari Tremas, Jawa Timur.
Dari para kiyai itulah kemudian agama Islam
disebarkan di seantero tanah Jawa, lewat berbagaipondok pesantren, madrasah,
majelis taklim, pengajiandan tabligh akbar. Termasuk juga kebiasaan merayakan
maulid nabi SAW tiap bulan Rabi'ul Awwal.
Kedudukannya
Bukan Hadits
Sebagai kesimpulan, apa yang diklaim
sebagai hadits dalam kitab tersebut, oleh para ahli hadits memang harus
ditegaskan bukan sebagai hadits. Tanpa harus mengurangi rasa hormat kita kepada
sosok Syeikh Nawawi Bantani yang memang telah banyak berjasa di bidang dakwah
agama.
Tidak kurang, ulama sekelas Prof. KH. Ali
Mustafa Yaqub MA yang menegaskan hal itu. Beliau tentu sajaadalah sosok
yangpaling berhak untuk mengatakan kedudukan suatu lafadz yang dianggap hadits.
Padahal beliau termasuk warga Nahdhiyyin,
jebolan pesantren Tebuireng Jombang yang didirikan oleh Hadhratussyaikh Hasyim
As-'ari, pendiri NU dan juga murid Syeikh Nawawi Bantani.
Tapi inilah ciri intelektualitas Islam,
tidak mengapa pendapat atau tulisan seorang ulama dikritisi oleh mereka yang
memang ahli di bidangnya, tapi tanpa harus memaki atau mencaci, apalagi
menghina. Hormat dan takdzim tetap harus dilakukan, tapi kebenaran juga harus
disampaikan. Dan kita harus beruswah kepada mereka,
Lagian, pembuktian bahwa lafadz-lafadz di atas bukan hadits,
tidak lantas membuat kita harus memusuhi orang yang merayakan maulid. Karena
mereka yang merayakan maulid itu tidak semata-mata mendasarkan pendapatnya
hanya dengan lafadz di atas.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment