Minggu,
7 Sep 08 05:41 WIB
Saya pernah mendengar penafsiran kisah dari ayat Al-Qur'an bahwa
Nabi Adam dan Ibu Hawa setelah melanggar perintah untuk mendekati pohon dengan
memakan buah khuldi karena godaan syetan, terbukalah auratnya. Penafsirkan ayat
ini adalah sebagai asal muasal pertama kalinya muncul jakun pada leher
laki-laki dan "maaf" payudara pada wanita. Telah lama saya meyakini
hal ini sebagai kisah Israiliyat.
Tapi akhir-akhir ini isteri saya cerita, di salah satu kuliah
program pendidikan Islam pada universitas Islam negeri, dosennya memunculkan
lagi kisah tersebut sebagai tafsir dari ayat itu. Ketika ditanyakan pada teman-temannya merekapun meyakini
hal yang sama. Bagaimana penafsiran ayat tersebut sebenarnya?
Agus Salim
goosleem
goosleem
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Israiliyat adalah kisah-kisah atau kabar tentang masa lalu, baik kisah tentang para nabi atau pun orang-orang shalih lainnya. Dinisbatkan istilah ini kepada Bani Israil lantaran sumber kisah ini memang dari Bani Israil.
Israiliyat adalah kisah-kisah atau kabar tentang masa lalu, baik kisah tentang para nabi atau pun orang-orang shalih lainnya. Dinisbatkan istilah ini kepada Bani Israil lantaran sumber kisah ini memang dari Bani Israil.
Nama Israil sesungguhnya nama nabi Ya'qub 'alaihissalam.
Beliau punya anak 12 orang, salah satunya nabi Yusuf 'alaihissalam. Ke-12 anak ini kemudian menurunkan sebuah bangsa yang di
kemudian hari dikenal dengan istilah Bani Israil.
Kisah israiliyat sebenarnya kisah yang
bersumber dari literatur ahli kitab, yang kebanyakannya merupakan kisah yang
bersumber dari orang-orang Yahudi, atau orang Islam yang dahulunya pernah
memeluk agama itu. Beberapa di
antara shahabat nabi SAW memang ada yang dahulu berasal dari agama itu.
Misalnya, Ka'ab Al-Ahbar dan Wahab ibn Munabbih.
Barangkali para shahabat yang masuk Islam
itu tidak bermaksud menyampaikan cerita bohong. Sebab selama mereka memeluk
agama itu, kisah-kisah itulah yang mereka punya. Ketika ada ayat Al-Quran
menyinggung kisah yang sama, mereka pun memberi komentar berdasarkan apa yang
mereka baca di kitab-kitab mereka sebelumnya.
Kalau pun ada kebohongan dan dusta,
bukan terletak pada shahabat itu, melainkan dusta itu sudah ada sejak lama
dalam agama mereka sebelumnya. Mereka hanya mendapatkan imbas yang tidak enak
dari agama lama mereka.
Dan sebenarnya, pada titik inilah letak
perbedaan Islam dan agama sebelumnya. Yaitu
tidak adanya proses penshahihan sebagaimana yang kita kenal dalam sistem
periwayatan hadits. Orang Yahudi tidak pernah mengenal kritik sanad, tidak
kenal riwayat yang shahih, hasan, dhaif atau palsu. Semua bercampur aduk
menjadi satu, tanpa seorang pun yang bisa membedakan mana kisah yang benar dan
mana yang bohong.
Namun Rasulullah SAW sendiri tetap
bijaksana menyikapinya. Beliau tidak menggeneralisir bahwa semua kisah yang
bersumber dari Yahudi pasti salah. Meski pun juga tidak bisa langsung
membenarkannya. Beliau hanya mengingatkan untuk berhati-hati dalam menerimanya.
Sebagaimana sabda beliau:
إذا حدَّثكم أهل الكتاب فلا تصدقوهم ولا تكذبوهم
Bila ahli kitab menceritakan kisah
kepadamu, jangan kalian benarkan dan jangan pula kalian ingkari. (Al-Hadits)
Ukuran yang Bisa Diterapkan
Namun demikian, tetap masih ada beberapa
ukuran atau pedoman yang bisa kita terapkan sebagai standar untuk menerima atau
menolak kisah israiliyat. Yang utama adalah bila kisah itu bertentangan dengan
kisah yang ada dalam Al-Quran atau hadits nabi SAW. Baik bertentangan dari alur
cerita, logika maupun dasar-dasar aqidah.
Sebab dari segi aqidah, agama kita relatif
agak sama dengan agama mereka. Seperti tentang Allah, rasul, kitab dan hari
akhir. Perbedaan yang mendasar ada pada masalah teknis ibadah ritual. Sementara
masalah aqidah tetap sama.
Karena kita bisa menjamin 100% kebenaran
aqidah kita, maka bisa kita jadikan tolok ukur untuk menilai penyelewengan
aqidah agama sebelum Islam. Bila dari segi aqidah Islam terlihat jelas
pertentangannya, maka kita bisa pastikan bahwa kisah israiliyat itu bohong dan
dusta serta tidak bisa diterima. Atau bila dari segi iman kepada nabi bahwa
nabi itu adalah hamba yang taat, lalu kita terima kisah dari mereka
menceritakan bahwa ada nabi yang mabok, berzina, stres dan lainnya, sudah bisa
kita pastikan bahwa kisah dari mereka itu salah.
Atau kalau ada nabi dikisahkan mati
digantung hanya pakai celana kolor saja, jelas kisah itu sangat dusta. Apalagi
Al-Quran sendiri menyatakan bahwa nabi itu tidak dibunuh, tidak disalib tetapi
diangkat ke sisi Allah.
Kisah Israiliyat dalam kitab tafsir
Banyak orang yang salah dalam mengerti
kitab tafsir, sehingga menuduh bahwa sumber cerita israiliyah itu berasal dari
sana. Memang benar adanya kitab tafsir yang mencantumkan keterangan dari
sumber-sumber ahli kitab.Keberadan kitab itu sesungguhnya harus dipahami dengan
cerdas. Yaitu sekedar menghimpun data, namun belum dibedakan mana yang benar
dan mana yang mitos.
Tergantung dari bagaimana sikap dan tujuan
para mufassir ketika menyusunnya. Ada yang lebih menekankan pencatatan semua
hal yang berkaitan, meski belum lagi dilakukan proses penelitian lebih jauh.
Kitab seperti ini, sebenarnya lebih dikhususkan buat para ahli sejarah dan para
peneliti. Tugas mereka akan lebih ringan, karena tidak perlu lagi mengumpulkan
data, tinggal meneliti saja lalu memilah mana yang shahih dan mana yang tidak.
Dan di sisi lain, ada sebagai ulama tafsir
yang lebih maju dansudah sampai taraf itu. Sehingga semua materi yang ada di
dalam kitabnya, sudah dikaji dan diteliti ulang. Sehingga dikeluarkan
kisah-kisah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kitab-kitab tafsir seperti
ini lebih memudahkan buat orang awam karena sudah siap santap.
Wallahu a;lam bishshawab, wassalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
No comments:
Post a Comment