Sabtu, 14 Jun 08 06:04 WIB
Tanggal 9 Juni 2008 Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Agama,
Menteri Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung yang ditunggu sejak pertengahan April
lalu akhirnya keluar. Namun, "Tidak ada pembubaran atau pembekuan
(Ahmadiyah, red.). Bila melanggar SKB, baru dibekukan, " ujar Jaksa Agung
Suparman Supandji (10/6/08).
Hal senada disampaikan Menteri Agama Maftuh Basuni. Keputusan dalam SKB
itu di antaranya berbunyi: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada
penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI),
sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan
kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, yaitu penyebaran paham
yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad saw.
Tanggapan Terhadap SKB
Pertama: kelompok Ahmadiyah dan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan (AKKBB) memandang SKB tidak adil. Karenanya, mereka akan
mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi. Juru Bicara
Ahmadiyah, Syamsir Ali, menyayangkan keluarnya SKB. Dalam wawancara di TV One
dia menuduh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai 'tidak ahli', 'musuh kami',
dan 'fatwa MUI merupakan biang dari kisruh terkait Ahmadiyah.' (TV One,
10/6/2008).
Kedua: pihak yang menerima isi SKB dengan catatan harus dilaksanakan secara
konsisten. Ketua MUI Amidhan (9/6/2008) menyatakan, "Saya mengimbau kepada
umat untuk menerima SKB. Namun, pelaksanaannya harus konsisten." Untuk
itu, lanjutnya, negara harus: (1) Mengontrol jamaah Ahmadiyah, termasuk
pengurusnya, supaya tidak menyebarkan ajaran sesat Ahmadiyah; (2) Menarik
buku-buku yang dikeluarkan Ahmadiyah dari peredaran; minimal ada 46 buku yang
telah diteliti MUI dan ternyata menyimpang dari Islam; (3) Menghentikan program
relay TV Ahmadiyah yang merupakan sarana penyebaran ajarannya; (4) Menghentikan
pengiriman dai yang dilakukan Ahmadiyah ke daerah-daerah untuk mendakwahkan
ajaran Ahmadiyah.
Ketiga: pihak yang menghargai keluarnya SKB, namun tetap pada tuntutan
pembubaran Ahmadiyah. Pihak ini merupakan mayoritas umat Islam yang sejak awal
menuntut pembubaran Ahmadiyah. Pasalnya, SKB tersebut belum menyentuh substansi
persoalan, yaitu penodaan/penistaan agama Islam oleh Ahmadiyah¡½yang menetapkan
ada nabi setelah Nabi Muhammad saw. dan pengacak-acakan al-Quran. Keyakinan
demikian tidak dapat dipisahkan dari Ahmadiyah. Karenanya, Ahmadiyah harus
dibubarkan dan pengikutnya diminta bertobat dan kembali ke ajaran Islam yang
benar.
Ahmadiyah Harus Dibubarkan
Apakah SKB tersebut akan menyelesaikan masalah? Semoga saja begitu.
Namun, pihak Ahmadiyah dan AKKBB merasa tidak puas dengan SKB dan akan
meneruskan jalur hukum. Bahkan ketika Juru Bicara Ahmadiyah Syamsir Ali
ditanya, apakah akan menjalankan apa yang tercantum dalam SKB, dia menjawab,
"Kita lihat nanti." (TV One, 10/6/2008). Ahmadiyah Jawa Tengah
menyatakan akan mematuhi sebagian isi SKB (RCTI, 10/6/2008). Tidak jelas bagian
mana yang akan dipatuhi dan mana yang tidak.
Umat Islam sesungguhnya tetap pada tuntutannya semula, yakni menuntut
pembubaran Ahmadiyah. Sekretaris Jenderal DPP PPP, Irgan Chairul Mahfiz,
menyatakan, "SKB perintah penghentian (kegiatan) saja tidak memenuhi
tuntutan umat Islam yang menganggap ajaran tersebut telah berada di luar akidah
Islam, " ujarnya (Republika, 10/6/2008).
Eggi Sudjana dari Aliansi Damai Anti Penistaan Islam (ADA API)
mengatakan, "SKB merupakan bom waktu yang dibuat oleh Pemerintah."
(9/6/2008).
Amir Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba'asyir menyatakan,
"SKB 3 Menteri mengambang. Mestinya Ahmadiyah dibubarkan." (RCTI,
10/6/2008).
Adapun Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia menegaskan, "Sebagai
sebuah proses, SKB penting diapresiasi. Namun, SKB tidak menyentuh masalah
subtansial, yakni pelarangan atas penistaan dan penodaan Islam." (TV One,
9/6/2008).
Terkait masalah ini, penting direnungkan pernyataan Ketua MUI KH Ma'ruf
Amin, "MUI dan ormas Islam akan mengevaluasi efektivitas SKB tersebut.
Kalau SKB itu tidak efektif menghentikan kegiatan keagamaan yang menyimpang,
Ahmadiyah harus dilarang dan dibubarkan." (Republika, 10/6/2008).
Pertarungan Islam vs Sekularisme Sekuler
Insiden Monas sesungguhnya adalah percikan dari benturan antara arus
sekuler dan Islam. Isu Ahmadiyah hanyalah case (kasus) yang mendorong kelompok
sekular liberal untuk bergerak memberikan reaksi. Sebelumnya sudah ada beberapa
kejadian terkait hal ini.
Pertama: pertentangan dalam isu Rancangan Undang-Undang Pornografi Pornoaksi
(RUU APP). Ketika umat Islam mendukung disahkannya RUU APP menjadi
undang-undang, kaum liberal justru menentangnya. Hingga kini tidak jelas
bagaimana nasib RUU APP tersebut.
Kedua: terkait liberalisasi dalam ekonomi. Pada tahun 2005 beberapa tokoh
utama AKKBB masuk dalam daftar nama-nama yang mendukung kenaikan bahan bakar
minyak (BBM) lebih dari 100 persen itu. Di tengah rakyat bersama
organisasi-organisasi Islam menentang kenaikan BBM dan liberalisasi Minyak dan
gas, mereka justru mendukungnya.
Ketiga: ketika MUI dalam Musyawarah Nasional-nya mengharamkan sekularisme,
pluralisme dan liberalisme, ormas-ormas Islam mendukung fatwa tersebut.
Sebaliknya, kaum sekular menentangnya.
Keempat: Pada saat mayoritas umat Islam menuntut pembubaran Ahmadiyah karena
menyimpang dari Islam, kaum sekular, dengan menggerakkan AKKBB, justru
mendukung keberadaannya. Sekalipun telah jelas bahwa masalah Ahmadiyah adalah
masalah penodaan dan penistaan agama Islam, tetap saja isu yang diusung adalah
kebebasan beragama.
Setelah terjadinya Insiden Monas, dengan memanfaatkan media massa cetak
dan elektronik, mereka melakukan penyesatan opini bahwa telah terjadi
penyerangan terhadap massa AKKBB oleh massa FPI dan telah timbul korban di
antaranya anak-anak, perempuan, orang cacat dan kyai. Padahal faktanya tidak terjadi sama
sekali penyerangan terhadap anak-anak, perempuan dan orang cacat itu.
Bahkan
isu beralih seakan menjadi pertentangan antara FPI dengan kaum Nahdliyin (NU).
Untungnya, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi segera menyatakan bahwa NU tidak
terlibat dalam Insiden Monas itu sehingga pertentangan tidak berlanjut.
Anehnya,
Insiden Monas telah mengundang reaksi internasional. PBB sampai harus mengirim
surat khusus untuk mempertanyakan insiden tersebut. Kedutaan AS juga memberikan
reaksi khusus dengan mengunjungi korban dan membuat konferensi pers khusus. Hal
semacam ini tampaknya memang dikehendaki oleh kelompok liberal. Bahkan boleh
jadi, sebagaimana disinyalir beberapa kalangan, Insiden Monas memang direkayasa
pihak asing dengan memanfaat kelompok tersebut.
Jadi,
apa yang tengah terjadi adalah pertarungan antara Islam dengan sekularisme.
Waspadai Arus Sekularisasi dan Liberalisasi! Terbitnya SKB sendiri terkesan
merupakan 'kompromi' akibat pertarungan kaum sekular-liberal dengan umat Islam.
Di
satu sisi, umat Islam dengan serangkaian demontrasinya begitu lantang
menyerukan pembubaran Ahmadiyah. Di sisi lain, kaum sekular-liberal¡½dengan
dukungan media sekular dan asing¡½terus-menerus memprovokasi umat Islam dan
menekan Pemerintah untuk tidak membubarkan Ahmadiyah.
Kerasnya
kelompok sekular-liberal dan semakin beraninya mereka menyuarakan
liberalisasinya di Indonesia seharusnya semakin menyadarkan umat Islam betapa
semakin lama mereka bisa semakin kuat jika dibiarkan. Pasalnya, mereka didukung
penuh Barat. Bahkan mereka sesungguhnya hanyalah alat Barat. Sebabnya, setelah
Perang Dingin berakhir, Barat memiliki pandangan dan kebijakan khusus terhadap
Islam. Islam dipandang musuh Barat berikutnya setelah runtuhnya Komunisme.
Karena
itulah, berbagai upaya dilakukan Barat untuk 'menjinakkan' dan melemahkan
Islam. Salah satu adalah dengan melakukan liberalisasi Islam besar-besaran di
Indonesia dan Dunia Islam lainnya. David E. Kaplan menulis, AS telah
menggelontorkan dana puluhan juta dolar dalam rangka kampanye untuk mengubah
masyarakat Muslim sekaligus mengubah Islam itu sendiri.
Menurut
Kaplan, Gedung Putih telah menyetujui strategi rahasia, yang untuk pertama
kalinya AS memiliki kepentingan nasional untuk mempengaruhi apa yang terjadi di
dalam Islam. Sekurangnya di 24 negara Muslim, AS secara diam-diam telah
mendanai radio Islam, acara-acara TV, kursus-kursus di sekolah Islam,
pusat-pusat kajian, workshop politik, dan program-program lain yang
mempromosikan Islam moderat (versi AS). (Terjemahan dari David E. Kaplan,
Hearts, Minds, and Dollars, www.usnews.com, 4-25-2005).
Sejumlah
LSM juga dijadikan alat Barat untuk menikam Islam dan kaum Muslim. Salah satu lembaga asing yang sangat aktif dalam
menyebarkan paham liberalisme dan pluralisme agama di Indonesia
adalah The Asia Foundation (TAF). The Asia Foundation saat ini mendukung
sekaligus mendanani lebih dari 30 LSM yang mempromosikan nilai-nilai Islam
'liberal', di antaranya:
1. Yayasan Desantara,
2. Fahmina Institute,
3. International Center
for Islam Pluralism (ICIP),
4. Indonesia Conference on Religion
and Peace (ICRP),
5. Institut Arus Informasi (ISAI),
6. Jaringan Islam Liberal (JIL),
7. Paramadina,
8. Pusat Studi Wanita-UIN,
9. Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS), dan
10. Wahid Institute. (Husaini, 2007)
Lebih dari itu, kebijakan untuk mengubah kurikulum dan pemikiran Islam
juga pernah diungkapkan oleh Menhan AS, Donald Rumsfeld. "AS perlu
menciptakan lembaga donor untuk mengubah kurikulum pendidikan Islam yang
radikal menjadi moderat (Republika, 3/12/2005).
Umat Harus Bersatu
Menghadapi menguatnya arus liberalisasi di Indonesia akhir-akhir ini,
yang puncaknya adalah pembelaan mati-matian kelompok sekular-liberal terhadap
Ahmadiyah hingga kemudian memicu Insiden Monas, dalam sebuah wawancaranya, Juru
Bicara Hizbut Tahrir.
Indonesia Ustadz Ismail Yusanto mengingatkan adanya pihak-pihak tertentu
yang berusaha memecah-belah umat Islam dengan memanfaatkan Insiden Monas ini.
"Nah, umat Islam, ormas Islam dan tokoh-tokohnya harus bersatu-padu, dan
tidak boleh bercerai-berai, " ujar Ustadz Ismail. (Hizbut-tahrir.or.id,
9/6/2008).
Persatuan umat Islam, selain jelas diperlukan, juga diwajibkan oleh
syariah. Allah SWT berfirman: “Berpegang teguhlah kalian pada tali (agama)
Allah dan janganlah bercerai-berai” (QS Ali Imran: 103).
Umat Islam tidak hanya dituntut bersatu memegang teguh agama Allah,
tetapi juga bersatu dalam menghadapi musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Mereka
adalah orang-orang kafir yang saat ini gencar melakukan liberalisasi di
tengah-tengah kaum Muslim di segala bidang: agama, ekonomi, politik,
pendidikan, sosial, kebudayaan dll. Karena itu, umat Islam harus selalu
waspada, karena Allah SWT telah memperingatkan: “Kaum Yahudi dan Nasrani tidak
akan pernah rela kepadamu (Muhammad) hingga kamu mengikuti agama/jalan hidup
mereka” (QS al-Baqarah: 120).
(Syahrizal Musa/rz)
No comments:
Post a Comment