Senin,
29 Okt 07 08:02 WIB
Asslm. Wr. Wb
Saya selalu mengikuti situs ini khususnya rubrik yang bapak
asuh.
Sekarang banyak sekali pertentangan dimasyarakat, dengan tujuan
memurnikan ajaran agama sesui sunnah. Tapi bagi orang awam kadang merubah
tradisi susah.
Yang saya mau tanyakan apakh tidak boleh kita merayakan nuzulu
qur'an, maulud nabi dan isra mikraj dengan pengajian dimasjid? Apakah ini tidak
pernah dilakukan oleh para sahabat atau tabiin-tabiin.
Lalu apakah ini termasuk bid'ah? Jazakalah
Wasslm. Wr. Wb
Adi
Jawaban
Asalamu
'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Para shahabat nabi memang tidak pernah mengadakan ritual apapun, termasuk tidak pernah merayakan peringatan hari lahirnya nabi Muhammad SAW, juga tidak pernah merayakan hari turunnya Al-Quran dan Isra' mi'raj nabi.
Para shahabat nabi memang tidak pernah mengadakan ritual apapun, termasuk tidak pernah merayakan peringatan hari lahirnya nabi Muhammad SAW, juga tidak pernah merayakan hari turunnya Al-Quran dan Isra' mi'raj nabi.
Semua itu tidak pernah dilakukan di zaman
shahabat, apalagi di zaman nabi SAW masih hidup. Tidak ada satu pun ulama yang
menolak realita ini. Semua mengakui bahwa di masa itu belum ada kegiatan
seperti itu.
Namun ketika ada orang atau kalangan
masyarakat muslim yang kemudian melakukannya, seperti yang kita lihat di
berbagai negeri muslim, apakah hal itu juga harus dilarang? Apakah perayaan itu
menjadi bid'ah dan haram untuk dikerjakan? Dan apakah ada larangan nabi SAW
secara khusus untuk mengharamkan perayaan itu?
Jawaban masalah seperti ini tidak pernah sampai
ke titik final kesepakatan. Para ulama dan umat Islam banyak berbeda dalam
menyikapinya. Sebagian kalangan tanpa tedeng aling-aling langsung mengeluarkan
fatwa haram dan bid'ah. Artinya, siapa saja yang melakukan berbagai kegiatan
ini berdosa besar dan matinya akan masuk neraka.
Namun sebagian lainnya memandang dengan
sudut pandang berbeda. Meski tetap mengakui bahwa di masa nabi SAW dan di masa
para shahabat tidak pernah ada kegiatan seperti ini, namun dalam pandangan
mereka, kegiatan seperti ini tidak lantas menjadi haram untuk dikerjakan.
Dua kubu ini sejak zaman dahulu sudah
berbeda pendapat, dan rasanya sampai hari ini perbedaan pendapat itu masih
tetap berlangsung. Yang satu tetap setia dengan vonis bid'ahnya dan yang lain
tetap komintmen untuk tidak membid'ahkannya.
Pendapat
Yang Membid'ahkan
Mereka yang membid'ahkan perayaan-perayaan seperti disebutkan di atas, biasanya berargumen bahwa apa saja kegiatan keagamaan yang tidak ada contoh dari Rasulullah SAW dan para shahabat, berarti hukumnya bid'ah. Dan semua jenis bid'ah itu sesat dan orang sesat itu tempatnya di neraka.
Mereka yang membid'ahkan perayaan-perayaan seperti disebutkan di atas, biasanya berargumen bahwa apa saja kegiatan keagamaan yang tidak ada contoh dari Rasulullah SAW dan para shahabat, berarti hukumnya bid'ah. Dan semua jenis bid'ah itu sesat dan orang sesat itu tempatnya di neraka.
Mereka umumnya sangat khawatir kalau urusan
mengadakan perayaan maulid, isra' mi'raj dan nuzulul quran akan menyeret diri
mereka ke neraka. Tidak cukup ketakutan itu untuk diri mereka, mereka pun sibuk
berkampanye melarang umat Islam melakukannya.
Jutaan eksemplar buku, kaset, ceramah,
rekaman dan alat propaganda serta aliran dana mereka gulirkan untuk kampanye
bahwa semua itu adalah sesat dan berujung ke neraka.
Dalilnya sederhana saja, karena semua itu
tidak pernah dilakukan di zaman nabi, maka siapa saja yang melakukannya
dianggap telah membuat agama baru dan tempatnya kekal di dalam neraka.
Pendapat
Yang Membolehkan
Mereka yang membolehkan tidak juga tidak mau kalah dalam berargumen. Meski di zaman nabi tidak pernah dilakukan, namun menurut mereka tidak lantas kegiatan seperti itu bisa dianggap sebagai bid'ah sesat dan membawa ke neraka.
Mereka yang membolehkan tidak juga tidak mau kalah dalam berargumen. Meski di zaman nabi tidak pernah dilakukan, namun menurut mereka tidak lantas kegiatan seperti itu bisa dianggap sebagai bid'ah sesat dan membawa ke neraka.
Sebab yang termasuk bid'ah hanyalah bisa
seseorang menambah ritual peribadatan, seperti shalat yang ditambahi rukun atau
rakaatnya. Sedangkan kegiatan peringatan maulid nabi, menurut mereka, tidak ada
kaitannya dengan ibadah rtitual, namun lebih terkait dengan masalah teknis
muamalah. Dan dalam masalah muamalah, prinsipnya apapun boleh dilakukan selama
tidak melanggar hal-hal yang memang secara tegas dilarang.
Kalau menambahi rakaat shalat shubuh
menjadi tiga rakaat, barulah itu namanya bid'ah. Atau mengubah tempat haji dari
Arafah ke lapangan monas, itu juga bid'ah. Tapi kalau kita memperingati
lahirnya seseorang termasuk nabi kita, atau hari awal turunnya Quran, sama
sekali tidak ada kaitannya dengan ritual ibadah.
Demikian pendapat mereka yang membolehkan
kegiatan seperti itu.
Saran
Mungkin ada baiknya kedua kelompok ini
duduk bersama untuk membahas masalah ini secara lebih terbuka. Setidaknya agar
umat Islam tidak dibuat bingung dan semakin saling bermusuhan dengan sesamanya.
Karena sikap-sikap dari masing-masing
gurunya terkadang tidak mengajak ke arah toleransi dalam berbeda pendapat. Sebaliknya,
cenderung malah sengaja ingin menyebarkan rasa permusuhan, merasa diri paling
benar sendiri, orang lain harus dalam posisi yang salah, bodoh, jahil dan tidak
punya ilmu.
Mentalitas seperti ini terkadang malah
menggerogoti keikhlasan dalam berdakwah. Akhirnya, orientasi dakwah yang
awalnya mengajak orang menjadi baik, berubah malah mengajak orang untuk saling
memusuhi dengan sesama umat Islam.
Padahal seandainya masing-masing mengelar
pendapat secara baik-baik, di dalam forum kajian yang ilmiyah, dengan dilandasi
dengan semangat kebersamaan, serta rasa kasih sayang, tentu suasananya tidak
akan sekeruh sekarang.
Mungkin dengan pergantian generasi hal itu
akan tercapai, insyaallah
Wallahu
a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment