www.eramuslim.com
Rabu, 27 Agu 08 00:08 WIB
Assalamu’alaikum
wr. wb.
Pak Ustadz yang saya hormati. Maaf,
langsung saja ya. Beberapa waktu yang lalu saya membaca topik mengenai ‘Ritual
Pindah Rumah’ di rubrik kita ini, dan saya sangat tertegun. Tertera bahwa rumah
kita sedapat mungkin terhindar dari hubungan dengan lembaga keuangan
konvensional.
Saya ingin mengetahui lebih lanjut,
apakah MUI pernah mengeluarkan fatwa bahwa lembaga tersebut haram?
Karena tak jarang, ustadz (atau minimal
orang yang mumpuni dari segi agama) yang bekerja di lembaga tersebut. Termasuk
saya pribadi yang masih awam dalam segi agama bekerja di bank konvensional.
Mohon pencerahan lebih lanjut?
Apakah sesegera mungkin saya harus
mencari pekerjaan lain yang tidak menimbulkan kontroversi? Terima kasih.
Wassalamu'alaikum,
Sabariman
berkah
berkah
Jawaban
Assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Lembaga keuangan konvensional telah
dinyatakan haram oleh semua ulama di dunia, termasuk juga oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Karena itu haram hukumnya bagi umat Islam untuk masih saja
terlibat dengan lembaga-lembaga yang menjalankan praktek yang bertentangan
dengan hukum Allah SWT.
Bunga bank konvensional yang
diberlakukan oleh lembaga-lembaga itu adalah harta yang sejatinya haram. Kalau
sampai tetap dijalankan juga, apalagi sampai masuk ke dalam perut, tentunya
akan menghilangkan barakah pada diri kita.
Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), KH Ma'ruf Amin, menyatakan
bahwa status hukum bunga bank yang haram menurut syariat Islam, tidak perlu
diperdebatkan lagi. Bahkan fatwa itu sudah dikeluarkan MUI sejak tahun 2000.
Saat dikeluarkannya fatwa tersebut, bank syariah belum sebanyak sekarang. Oleh
karenanya, fatwa haram tersebut tidak mutlak atau umat Islam masih
diperbolehkan menggunakan sistem bunga. Sifatnya darurat, karena bank syariah
belum banyak.
Setelah kini banyak bank syariah berdiri
maka MUI mencabut status darurat tersebut. MUI menyatakan bahwa ulama dan
perbankan syariah menganggap saat ini, dengan banyaknya bank syariah berdiri,
sudah tidak tepat lagi masih diberlakukannya kondisi darurat.
Di antara lembaga dunia Islam yang secara tegas mengharamkan
bunga riba adalah:
1. Lembaga Riset Islam Al-Azhar di Kairo sejak tahun 1965
2. Lembaga Fiqh Islam OKI di Jeddah sejak tahun 1985
3. Lembaga Fiqh Islam Rabithah ‘Alam Islami di Makkah sejak
tahun 1406 H.
4. Muktamar Bank Islam Kedua di Kuwait tahun 1983
5. Fatwa Mufti Mesir tahun1989 yang telah menyepakati bahwa
bunga’ bank adalah riba.
Hukum Bekerja di Lembaga Keuangan
Konvensional
Sebagian ulama muslim, seperti Dr. Yusuf
Al-Qaradawi, memberikan rukhsoh (keringanan) dalam kebolehan
bekerja di bank-bank konvensional. Asalkan dengan alasan-alasan yang bisa
diterima, serpti kedaruratan dan tidak adanya lagi tempat untuk mendapat rizqi
saat itu.
Hal-hal yang meringangkan di antaranya
adalah bahwa tidak semua transaksi di perbankan tersebut haram. Ada
transaksi-transaksi lain yang dibolehkan seperti; penukaran mata uang,
transfer, jasa penitipan di deposit box dan lain-lain.
Oleh karena itu, tidak mengapalah seorang
muslim menerima pekerjaan tersebut --meskipun hatinya tidak rela-- dengan
harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diridhai
agama dan hatinya. Hanya saja, dalam hal ini hendaklah ia rnelaksanakan
tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan Rabb-nya
beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya:
"Sesungguhnya setiap orang memperoleh
apa yang ia niatkan." (HR
Bukhari)
Memang benar bahwa riba itu haram dan ulama
telah sepakat bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan. Ayat dan hadits
tentang itu sudah cukup banyak dan kita sepakat dengan itu semua. Namun yang
perlu kita sadari juga adalah bahwa lembaga keuangan konvensional itu telah
sedemikian menjamur di negeri Islam, sehingga sekedar memfatwakan keharaman
bekerja pada bank itu, belum tentu bisa mengikis keberadaan bank itu.
Dalam kondisi itu, yang kita butuhkan
adalah sebuah proses. Dan Islam tidak melarang umatnya untuk melakukan
perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara
ini pernah ditempuh Islam ketika mulai mengharamkan riba, khamar, dan lainnya.
Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad
itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar.
Setiap muslim yang mempunyai kepedulian
akan hal ini hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya, dan segenap
kemampuannya melalui berbagai wasilah (sarana) yang tepat untuk mengembangkan
sistem perekonomian kita sendiri, sehingga sesuai dengan ajaran Islam.
Di sisi lain, Islam melarang seseorang
melupakan kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan telah mencapai
tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan seseorang untuk menerima
pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari penghidupan dan rezeki, sebagaimana
firman Allah SWT:
..." Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS
Al-Baqarah: 173)
Bila sekian ratus ribu muslimin yang
sekarang bekerja di bank konvensional tiba-tiba berhenti dan kehilangan
penghasilan (ma’isyahnya), siapakah yang akan menghidupi keluarga
mereka? Sedangkan kalangan produsen muslimin belum bisa memberikan alternatif
pekerjaan lain dengan jumlah yang memadai untuk menampung semua karyawan tadi.
Lalu akakah kita akan membiarkan sekian juta muslimin kelaparan tanpa ada
alternatif jelas untuk mengatasinya?
Ada juga faktor strategis lainnya yang
perlu dipertimbangkan. Yaitu bila kita melarang semua muslim bekerja di bank,
maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang nonmuslim
seperti Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai
mereka.
Jalan keluar terbaik memang dengan
mendirikan bank Islam atau bank syariah. Namun secara logika angka, daya serap
lowongan pekerjaan pada bank-bank itu belum sebanding dengan pekerja di bank
konvensional yang ada. Sehingga bila kita fatwakan keharaman mutlak untuk
bekerja pada bank konvensional, kita masih belum bisa memberikan alternatif
jalan keluar yang real untuk mereka menyambung hidup.
Karena itu kalau kita ingin mengatakan
bahwa bekerja di bank konvensional itu haram, maka perlu dilihat terlebih
dahulu tentang alternatif pekerjaan seseorang. Bila di depan matanya ada
lowongan pekerjaan lain yang halal dan pasti, maka wajiblah baginya untuk
berhenti dari bank konvensional. Tapi
bila setelah berhenti, keluarganya malah terlantar, tentu ini adalah madharat.
Begitu juga dengan ikut menyukseskan bank konvensional adalah madharat. Dalam
konteks ada dua madharat yang sama sekali tidak bisa dihindarkan, maka kita
diminta untuk memimilih yang madharatnya lebih kecil.
Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Ahmad Sarwat, Lc
No comments:
Post a Comment